MEMBANGUN “SURGA PENDIDIKAN” DI BANYUMAS
Oleh. Dr. H. Moh. Roqib, M.Ag [i]
SURGA PENDIDIKAN
Surga pendidikan di Banyumas ? Ah itu mimpi…! Mungkin demikian kata banyak orang saat membaca judul tulisan ini. Sebuah sanggahan yang mengisyaratkan ada keterputus asaan terkait dengan janji atau impian bahwa akan terwujud sebuah kehidupan harmonis, dinamis, dan bahagia. Sebentar, jangan disanggah dulu. Mimpi itu penting, melamun atau bercita-cita yang mungkin terlihat absurd sekalipun itu penting bagi kehidupan manusia, minimal untuk memberikan ruang alternative saat keterputus asaan mendera jiwanya. Meski demikian, lamunan, hayalan, dan harapan tersebut tidak boleh berkepanjangan (thulul amal) karena hanya akan menghabiskan energy dan waktu. Berhayal dan melamun akan dunia penuh keindahan kemudian segera menyingsingkan lengan baju untuk cancut taliwanda bekerja keras untuk menggapai cita dan harapan.
Surga pendidikan di Banyumas dimaknai sebagai gagasan untuk mengkreasi potensi Banyumas khususnya Purwokerto menjadi pilot project pendidikan daerah yang maju, dinamis, dan menyenangkan bagaikan lingkungan surga yang membahagiakan tetapi penuh dengan kemajuan ilmu, teknologi, juga peradaban dan nilai-nilai kemanusiaan. Sebuah surga dunia yang didiami oleh berbagai komponen bangsa yang plural dari sisi etnis, suku, dan agama yang semuanya bergerak dan membangun “bayangan surga” di bumi dengan fokus pengembangan pendidikan.
Mungkinkah orang membangun surga tanpa pendidikan. Tidak mungkin. Surga tidak mungkin berdiri di atas kebodohan, karenanya ketinggian derajat selalu diikat oleh ketinggian ilmu. Pendidikan yang baik akan membawa bayangan kehidupan surga semakin Nampak dan membumi. Sebaliknya pendidikan yang jelek dan buruk akan meracuni kehidupan dan membawanya ke kehidupan sengsara bagaiakan hidup di neraka.
Surga bisa diciptakan di dalam diri, di keluarga, di sekolah, di masyarakat, dan lingkungan alam yang lebih luas. Arsitek bangunan surga harus disiapkan dan didukung, sedang arsitek bangunan neraka harus diminimalkan agar dunia tetap layak dihuni dan berperadaban mulia. Dengan mengadopsi informasi dalam al-Qur’an dan Kitab Suci lain, diskripsi surga yang di antaranya airnya mengalir, ada perempuan bidadari yang meneduhkan, hubungan kekeluargaan yang harmonis dan komunikatif karena di dalam surga tidak ada perkataan kotor dan menyakitkan, buah-buahan melimpah ruah, lingkungan yang bersih dan lain sebagainya. Diskripsi ini memberikan petunjuk teknis yang cukup jelas untuk direalisasikan di bumi.
KETELADANAN PERGURUAN TINGGI
Jika surga dunia diwujudkan dan tidak mungkin terlepas dari pendidikan maka peran perguruan tinggi menjadi amat strategis. Di Purwokerto sudah ada perguruan tinggi negeri seperti STAIN dan Usoed yang merupakan satu-satunya perguruan tinggi agama dan umum negeri di eks karsidenan Banyumas, dan perguruan tinggi swasta seperti UMP, Unwiku, STIE, dan lain sebagainya. Perguruan Tinggi (PT) diharapkan mampu membuat desain pendidikan yang joyfull atau menyenangkan dan melekat dalam kehidupan warganya. Desain yang komprehensip yang menyentuh semua sisi kehidupan manusia dengan dasar pijak keilmuan yang jelas. Desain ini kemudian didiskusikan untuk dilengkapi dan disempurnakan sehingga lebih applicable, lamunan yang dekat dengan realitas. Jika sudah selesai, desain ini diaplikasikan di perguruan tinggi sebagai model. Keberhasilan model percontohan ini dikembangkan ke beberapa lembaga pendidikan menengah, dasar dan seterusnya.
Desain yang ada terus dilakukan evaluasi dan pengembangan sekaligus terus diaplikasikan untuk kalangan yang lebih luas. Jika program ini berhasil di perguruan tinggi, dengan “pendekar-pendekar” pendidikan yang kokoh dalam karakter sehingga muncul figur kharismatik dan membanggakan maka proses sosialisasi akan lebih mudah. Tradisi dan budaya akademik yang telah terbangun bisa di semaikan dalam kehidupan riil umat sehingga lambat laun kehidupan umat atau warga Banyumas identik dengan pengembangan ilmu.
Yang perlu diingatkan bahwa surga pendidikan itu mensyaratkan adanya kehidupan yang damai, dinamis, sejahtera dengan lingkungan sosial dan fisik yang ideal seperti hubungan persaudaraan yang baik dan lingkungan alam yang hijau dengan buah-buahan yang cukup. Desain pendidikan ini juga memberikan ilmu, pengalaman, dan prilaku edukatif bagi semua anggota masyarakat sehingga kehidupan yang diyakini sebagai miniatur surga dapat tercapai.
Perguruan Tinggi (PT) yang diakui telah memiliki kesadaran lebih dahulu dan tingkat ekonomi yang lebih cukup daripada anggota masyarakat lain pada umumnya harus memberikan contoh dan teladan kongkrit. Pertanyaannya, siapakah yang akan memulai proyek besar ini. Jawabannya adalah proyek ini akan berjalan efektif jika Ketua atau Rektor berada di garda paling depan. Jika sivitas akademika adalah kumpulan orang-orang unggul, maka semestinya rektor atau ketua adalah orang yang paling unggul dari mereka. Apa memang demikian, kata Ebiet, tanyakan pada rumput yang bergoyang. Jika ia perduli dengan dan responsip terhadap program-program akademik serta ia berada di garda terdepan berarti ia rektor dan ketua perguruan tinggi yang sebenarnya.
RESPON PEMERINTAH DAERAH
Kesulitan bagi PT di antaranya adalah dukungan dana untuk membiayai program-programnya, untuk itu komitmen pemerintah daerah amat penting di samping kebijakan dan dukungan pemerintah pusat. Pemerintah kabupaten Banyumas harus segera “mendeklarasikan Purwokerto Surga Pendidikan” yang akan menjadi contoh dan rujukan bagi pemerintah kabupaten lain. Potensi PTA-PTU negeri swasta yang cukup memadai dikembangkan dengan melibatkan instansi terkait seperti pariwisata agar pendidikan ini lebih menyatu dengan keindahan alam dan seni-budaya lokal. Obyek wisata yang selama ini dimiliki oleh Pemda Banyumas harus didesain ulang dengan memberikan “manik-manik kependidikan” yang menumbuhkan kenyamanan dan kreasi-kreasi baru.
Perpaduan ini diharapkan membuat “siswa-mahasiswa” betah berada di Banyumas dan terus belajar sepanjang hayat. Kebijakan integrative ini membutuhkan dukungan seorang bupati sebagai kepala pemerintahan kabupaten yang visoner, berkarakter tegas dan mandiri. Pilkada tahun 2008 menjadi taruhan sekaligus jawaban apakah cita-cita menjadikan Purwokerto sebagai kota pendidikan yang beraroma surga dapat diapresiasi dan ditindalanjuti ataukah sekedar angin lalu yang akan segera terlupakan. Di sisi lain DPRD yang mengethok final peraturan daerah atau kebijakan lain dituntut untuk memahami tugasnya dan berkenan berpihak untuk memajukan rakyatnya lewat pendidikan. DPRD yang berorientasi uang dan prestise segera ditinggalkan karena hanya akan membebani kehidupan umat.
PERPUSATAKAAN BERSAMA PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Desain kota pendidikan apalagi dibubuhi kata surga mengharuskan ada beberapa perpustakaan yang lengkap dan berada di sekitar warga atau penduduk setempat. Untuk memenuhi kebutuhan perpustakaan yang merupakan jantung pendidikan bisa didirikan perpustakaan bersama khususnya untuk pendidikan luar sekolah, seperti pesantren, madrasah diniyah, majlis ta’lim, dan lainnya. Sebagai contoh :
1. Beberapa desa yang berdekatan membuat perpustakaan dengan koleksi buku, CD, Film, dan semacamnya terutama yang terkait dengan kebutuhan warga desa.
2. Beberapa pesantren atau majlis ta’lim yang berdekatan di kecamatan atau di beberapa desa mendirikan perpustakaan bersama juga dengan menyediakan referensi terkait terutama kitab-kitab langka agar bisa diakses bersama-sama.
3. PAUD, SD, SMP, SMA, SMK juga demikian dapat menyelenggarakan perpustakaan bersama.
Perpustakaan bersama dapat mengatasi keterbatasan pendanaan dan mampu menciptakan kehidupan lebih akademis. Setiap musyawarah atau rapat disertai dengan referensi atau data dan perpustakaan yang menyediakan referensi atau data itu. Penyelesaian masalah (problem solving) dilakukan dengan pendekatan akademis yaitu didampingi oleh refernsi dan data.
Yang perlu mendapatkan penekanan di sini adalah tentang kesediaan hidup berdampingan dengan kepemilikan bersama khususnya terhadap referensi dan data. Perpustakaan yang merupakan milik bersama harus dikembangkan dan dijaga bersama-sama. Suatu tradisi yang “bopeng” dalam masyarakat kita selama ini. Sifat egois menjadi musuh program ini.
RESEPSI, BULAN MADU, DAN PELANTIKAN ILMIAH.
Lamunan akan surga pendidikan bergerak menuju pengandaian, alangkah indahnya jika dalam acara resepsi pernikahan ditampilkan pentas seni-budaya lokal dan kemudian diapresiasi oleh tokoh agama, budayawan, dan akademisi sehingga terwujud “Resepsi Ilmiah” berdimensi keilmuan dan kegembiraan surgawi. Andai “penganten baru” sarimbet berbulan madu ke Baturaden melakukan kajian tentang “keanekaragaman hayati” beserta “reproduksinya” kemudian dikaji bersama dengan mesra yang terkadang tertawa renyah sambil berpelukan membandingkan dengan proses reproduksi manusia seperti dirinya, disampingnya ada beberapa literatur terkait dengan reproduksi, wah indah sekali. Ini namanya “Bulan Madu Ilmiah”. Atau mereka pergi ke “Kebon Binatang” sambil membawa literatur tentang model reproduksi hewan-hewan yang dibandingkan dengan proses reproduksi manusia. Luar biasa, indahnya. Jika demikian maka bulan madu ini dapat meningkatkan keilmuan, spiritualitas karena bertambah rasa syukurnya “…. Ternyata manusia lebih punya banyak alternatif dalam berhubungan badan….”. Alhamdulillah.
Pelantikan, misalnya, selama ini cenderung formalitas yang menghambur-hamburkan uang dan menyia-nyiakan waktu, harus didesain ulang. Andai sebelum pelantikan, didikusikan dengan baik dan nyaman tentang tugas, tanggungjawab, dan wewenang seorang pejabat yang akan dilantik. Referensi didatangkan secukupnya, potensi pengemban tugas dilihat dan bagaimana cara mengembangkannya. Jika ini terjadi, kemajuan dan kegembiraan ada di pelupuk mata. Jabatan adalah amanah dan amanah ini harus diemban dengan sepenuh hati, ilmu yang memadai, dan keterbukaan untuk saling menolong dan melengkapi. Ini namanya “pelantikan Ilmiah”.
SIAPA YANG MEMULAI ?
Gagasan Membangun Surga pendidikan ini harus dipahami dan dikawal lebih dahulu oleh Rektor Unsoed, Ketua STAIN, Rektor UMP, dan Unwiku, Bupati, Ketua DPRD, Ketua Pengadilan, Kejaksaan, dan lain-lain . Kepala, ketua, rektor, atau bupati harus berjalan lebih dahulu jika ia ingin sungguh-sungguh peduli pada kepentingan umat dan warga. Kesejatian dalam kepemimpinan harus ditunjukkan secara riil seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw., Pembicaraan kosong dalam pidato kenegaraan, ceramah agama, kampanye, dan forum semacamnya harus diakhiri diganti dengan penyampaian pemikiran ilmiah, produktifitas, dan kerjasama untuk kemajuan. Siapa yang berani menolak coba angkat kaki, eh… angkat jari !. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang membuat rakyatnya menjadi baik bahkan lebih baik dengan mengerahkan semua potensi yang dimilikinya. Ia harus memberi contoh keteladanan dalam berprilaku (seperti santun dalam berbicara, tidak mudah marah, tidak menang sendiri), kreatif atau produktif, selalu berbuat disertai hati yang bening dan berdo’a untuk kebahagiaan dan kesejahteraan umat dan warganya.
Pimpinan yang memulai akan efektif diikuti oleh umat dan warganya. Jika pemimpin tidak juga bergeming untuk berbuat, rakyat atau umat bisa mengambil inisiatif meski hal ini diakui lebih sulit dilakukan sekaligus menunjukkan rakyat belum memiliki pemimpin.
[i] . Dr. H. Muhammad Roqib, M.Ag adalah Dosen Jurusan Tarbiyah, Direktur Program Pascasarjana STAIN Purwokerto, dan Pengasuh Pesantren Mahasiswa (Pesma) An Najah Purwokerto.
Minggu, 16 Maret 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Tulisan bagus.
Saya trebitkan di ISPI Banyumas
Posting Komentar