Senin, 09 April 2012

SENYUM MANIS

SENYUM MANIS


Kita mengenal cerita Si Manis Jembatan Ancol. Cerita horor yang disukai karena "Si manis" memang manis sehingga enak dilihat dan diikuti. Apanya yang manis? selain ia cantik, tentu karena ada senyum yang merekah dari kedua bibirnya. Renungan ini bukan membicarakan tentang bibir nanti ndak jadi ngeres-ngeres, tetapi tentang senyum yang memang ada cantolan ajaran agamanya.

Semua agama mengajarkan agar kita bergaul dengan semua makhluk Tuhan dengan kualitas yang baik. Kualitas pergaulan kita ini, secara sosial, ditentukan oleh beberapa hal yaitu 1) pandangan (nadhrah), 2) senyum (ibtisam), 3) sapaan (salam), 4) perbincangan (kalam), 5) janti untuk berjumpa lagi, (wa'dun), dan 6) pertemuan ulang (liqa').

Senyum itu terjadi jika seseorang menggerakkan mulut dengan berbagai variasinya sebagai petanda hati dan jiwanya yang senang, apresiatif, simpatik, dan yang semacamnya. Sejelek apa pun bibir seseorang saat digerakkan karena senyum pasti akan lebih nyaman dilihat dibanding dengan posisi bibir saat marah, menyeringai, dan jemberut. Suasana batin yang terbongkar lewat senyuman menjadikan semua yang bermula tidak enak disaksikan menjadi enak dan indah.

Bagaimana jika yang tersenyum itu buaya darat, dengan kemahiran acting yang tinggi sehingga marah di hati bisa dirubah simpatik dengan senyum manis. Meski prilaku demikian kurang ideal, tetapi senyum manis tetapi akan terasa manis meski berbau masam, alias kecut, gitu loh.

Nabi bilang bahwa senyummu itu sodaqoh, pemberian dan pembuktian bahwa kita baik. Senyum membuat dunia menjadi lebih pantas dihuni oleh manusia. Dengan senyum bisa mengurangi kekerasan dan luka dalam jiwa.

Senyum, bukan bentuk keterampilan khusus yang rumit, karena setiap bayi lahir sudah dibekali dengan senyum. Ia senyum kepada ibu, bapak, dan apa pun di sekitarnya. Senyum bisa dipermak, diperbaiki, diperindah seperti membuat istana. Ya istana kehidupan bagi siapa pun yang menginginkan hidup ini lebih sederhana dan nyaman.

Senyumlah ! Senyumlah !