Minggu, 09 Maret 2008

Kontemplasi: Istighfar

ISTIGHFAR
Oleh. Drs. Muhammad Roqib, M.Ag *


Asyhadu alla ilaha illallah, astaghfirullah as’aluka ridlaka wal jannata wa a’udzubika minannar. Demikian bacaan setelah shalat tarawih menghiasi bibir dan hati yang khusu’ para jamaah di sebuah masjid yang anggun di pinggiran kota. “Aku bersaksi, tiada Tuhan kecuali Allah, aku mohon ampunan(Mu) ya Allah, aku mohon ridla-Mu dan surga-Mu, dan aku mohon perlindungan pada-Mu dari (siksa) api neraka”.
Istighfar, mohon ampunan, merupakan bagian dari tanda ketundukan seorang Muslim kepada Tuhannya. Islam secara harfiah memiliki arti pasrah (total) sebagai mana din atau agama yang berarti sikap tunduk secara benar kepada Allah Swt. Istighfar merupakan sikap keruhanian yang didasari niat tulus untuk mengabdi kepada Allah semata. Niat merupakan penentu sentral amaliah seseorang yang menentukan kualitas amalan tersebut (sah menurut hukum Islam atau sempurna sesuai hakekat peribadatan).
Istighfar merupakan bentuk pengakuan nilai kemanusiaan seseorang kepada Tuhannya. Pengakuan akan dosa seseorang yang mungkin sengaja direncanakan dan didesain dengan rapi sehingga dimungkinkan tiada seorang pun yang mampu menangkap kesalahan dan dosa itu. Bagi yang sadar maka ia segera menata diri, bertaubat dan beristighfar, merasa kecewa secara mendalam mengapa perbuatan nista itu ia lakukan. Pengakuan akan dosa yang dilaksanakan mungkin karena di luar kesadaran atau karena terpeleset lidah dan hati padahal ia sudah mengupayakan pengendalian diri dengan sungguh-sungguh. Istighfar, mohon ampun, didasari atas kesadaran akan keteledorannya selama ini.
Kesadaran mau beristighfar yang tumbuh seperti ini memiliki fungsi ganda. Pertama sebagai bagian dari komunikasi personal-verikal-ilahiyah. Komunikasi vertikal ini berguna untuk kompensasi positif dan mengurangi kegalauan diri akibat kesalahan yang menumpuk selama ini. Jika tumpahan rasa bersalah ia salurkan kepada Yang Maha Kuasa, di antaranya lewat istighfar, maka beban psikologis pun akan segera berkurang. Istighfar dalam arti ini berfungsi sebagai obat stress yang berbahaya bagi jiwa apabila tidak segera diobati. Agar jiwa kita tetap sehat maka istighfar menjadi pilihan yang harus dilaksanakan secara sadar dan rutin penuh keihlasan.
Kedua, istighfar merupakan bagian dari kontrol individual yang bernuansa social. Bentuk kesadaran ini memiliki makna tertingggi dalam kehidupan manusia karena dari istighfar ini muncul sikap positif berupa introsoeksi diri yang menginternal dalam diri seorang Muslim. Jika introspeksi telah menjadi bagian dari hidupnya maka kehidupan Muslim tersebut terkontrol setiap saat. Di sini muncul pengawasan yang benar-benar melekat. Pengawasan yang telah menginternal dalam diri memiliki daya kretif-inovatif yang tinggi dalam kehidupan Muslim untuk selalu berada di jalan kebenaran dan kemaslahatan. Tindak kriminal pun akan berkurang karena orang akan terkontrol oleh jiwanya yang tentram dan sadar akan kelemahan dan kesalahannya.
Apabila seorang Muslim enggan beristighfar dimungkinkan hatinya akan keras, egois, dan sulit disentuh oleh nasehat. Kemungkinan lain adalah orang tersebut akan lebih mudah terserang penyakit stress, strok, dan pennyakit jiwa lainnya karena beban kesalahan yang tertanggung beratnya, baik kesalah kepada Allah Swt. maupun kesalahan sosial yang ia lakukan selama ini.
Di bulan Ramadlan yang mulia ini, bacaan istighfar ditingkatkan frekwensi dan kualitasnya dengan harapan agar kehidupan kita selalu dalam naungan rahmah dan ridlo-Nya. Di sisi lain dengan istighfar semoga kehidupan kita semakin berkualitas dengan kontrol internal yang kuat, sehat, dan dinamis sehingga prilaku kkita terprogram dengan baik sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
* Muhammad Roqib adalah dosen dan Pembantu Ketua I bidang Akademik STAIN Purwokerto saat ini sedang menyelesaikan studi program doktor (S-3) di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Tidak ada komentar: