Minggu, 09 Maret 2008

Khutbah Perdamaian: Ramah Jauh dari Keangkuhan

RAMAH JAUH DARI KEANGKUHAN *
Oleh. Dr. H. Muhammad Roqib, M.Ag **


Dua orang berjumpa dalam walimatul arusy, resepsi pernikahan di sela-sela tamu. Mad Alim tersenyum riang pada Ab Jahel yang bersusah payah memaksa mulutnya untuk tersenyum. Mad Alim dengan bajunya yang sederhana membuat sedap pemandangan dan menciptakan keserasian warna-warni “hiasan” manten dan lingkungan. Mad Alim telah membuat sekelilingnya menjadi hidup, meriah, dan meningkatkan rasa gembira lewat senyumnya yang tersimpan dalam simpul bibirnya yang walau tidak indah tetapi tetap menyenangkan setiap yang melihat, kegairahan hidup yang terpancar dari tatapan mata dan sikapnya yang menunjukkan hatinya yang bersih dan pikirannya yang jernih.
Ab Jahel sebaliknya, senyumnya yang pilih kasih telah merobek hati-hati orang yang asalnya teduh. Pakaiannya yang gemerlap membuat suasana kontras seperti pameran mutiara intan permata di pematang sawah di antara ibu-ibu yang sedang panen padi dengan tawanya yang total. Mobil Ab Jahel membuat semua mendesah resah. Inilah kecemburuan sosial. Apalagi jika orang-orang membayangkan rumah Ab Jahel yang magrong-magrong dengan angkuh membuat takut semua orang yang akan masuk.
Itulah gambaran orang ramah seperti Mad Alim. Pakaiannya ramah serasi, rumahnya sederhana rapi, ucapannya menyentuh hati, pikirannya cerdas berarti, prilakunya sopan simpatik, pergaulannya tidak pilih kasih, apabila mendapat nasehat mendengarkan, memperhatikan, merenungkan, dan kebaikan dilaksanakan. Ia pembicara yang fasih sekaligus pendengar yang bijak, Ia lebih suka mendengar, berfikir dan bekerja dari pada berbicara penuh nafsu menggurui atau sok alim.
Berbeda dengan Ab Jahel yang angkuh. Pakaiannya gemerlap mahal tidak ramah lingkungan, rumahnya angkuh penuh kesombongan membuat sedih bagi yang akan memasukinya, ucapannya memenggal persaudaraan menabur permusuhan, pikirannya kotor terpenuhi uang, prilakuanya gontai tak sedap pandang, pergaulannya hanya terbatas pada orang gedean menjahui rakyat walaupun telah berjasa padanya, ia suka memberi ceramah walau pendengar tidur karena bosan dengan bualan murah yang biasa ia jual di tempat-tempat mulia, karena saking senangnya ceramah, pidato mau tidur pun berpidato untuk istrinya yang telah membuat tabir dengan kesedihannya yang terpahat bertahun-tahun. Istrinya dirundung kepedihan siang-malam. Ab Jahel suka bicara berselimut keangkuhannya yang “wis kuncoro”. Masyarakat bergaul dengannya karena rasa kasihan tidak karena kasih sayang, karena ketakutan bukan karena kebutuhan, karena anggapan bukan karena kesadaran pemikiran. Ab Jahil pandai mengelabuhi karena memang ia aktor yang sukses.
Mad Alim selalu bahagia walaupun dunia kurang memberikan kebahagiaan kepadanya sedang Ab Jahil selalu dirundung kegalauan, kesedihan, kemurungan yang tersembunyikan di balik melimpahnya harta dan kepangkatan karena hati dan pikirannya memang sedih dan ia akan tetap sedih walau dalam suasana kegembiraan.
Sebagai resep agar tetap bahagia dalam kondisi apapun, sebagaiamana Mad Alim adalah berusaha menghiasi diri antara lain dengan sikap tawadhu’ (andap asor/rendah hati). Tanda-tandanya rendah hati adalah pertama, cinta kesederhanaan (hubul khumul), kesederhanaan bukan berarti jelek, jorok maka tradisikan kesederhanaan yang indah-rapi-menawan. Kedua tidak suka popularitas (karahiyatusy-syuhrah), apa yang dilakukan adalah karena Allah, tidak untuk umuk atau riya’. Suka popularitas hanya menambah beban hidup. Ketiga, Mudah menerima nasehat atau kebenaran dari manapun datangnya, baik dari penguasaha maupun buruh sengsara, dari pejabat maupun dari rakyat jelata (Qabulul haq mimman ja’a bihi min syarifin au wadli’in), dan yang keempat, cinta pada orang yang membutuhkan, orang fakir, anak yatim, dan merasa nikmat berbincang-bincang dengannya bukan malah menjahuinya (Mahbbatul fuqara’ wa mukhalathatuhum wa mujalasatuhum).
Empat hal di atas marilah kita hiaskan pada diri kita. Kita tancapkan pada hati sanubari kita agar Allah berkenan memberkahi hati ini untuk selalu tersinari rahmat dan ridla-Nya sehingga kita selalu hidup damai-sentosa-bahagia-sejahtera dhohir-bathin. Amin ya rabbal alamin.






Orang-orang sombong di bumi ini akan Aku (Allah) palingkan / jauhkan dari (penting dan manfaat) bukti-bukti kekuasaanKu padahal tidak ada alasan (apapun terhadap kesombongannya itu). Orang sombong itu kalau melihat bukti kekuasaan Allah ia tidak mau percaya dan jika mengetahui jalan kebenaran ia tidak mau menapakkan kakinya tetapi kalau melihat jalan durhaka ia menapakinya (dengan suka ria dalam kesedihannya dan kegersangan hatinya). Demikianlah orang-orang yang dusta terhadap bukti-bukti (kekuasaan) kami dan orang-orang yang lupa diri.
Gedung WTC dan Pentagon telah luluh lantak, kekuasaan rezim ototoroter telah berjatuhan, orang-orang arogan merusak organisasi, merusak rakyat telah dicampakkan akankah kita lupa bahwa semua ini adalah tanda-tanda kekuasaan Allah Swt. ? Marilah kita belajar, marilah kita berbuat bijaksana terhadap diri dan lingkungan kita. Semoga Allah Swt. Meridloi kita semua. Amin ya mujibassa’ilin.
* Teks khutbah “PERDAMAIAN”,
** Dr. H. Muhammad Roqib, M.Ag adalah Dosen Jurusan Tarbiyah, Direktur Program Pascasarjana STAIN Purwokerto, dan Pengasuh Pesantren Mahasiswa (Pesma) An Najah Purwokerto.

Tidak ada komentar: