Minggu, 09 Maret 2008

Benang Ruwet Kebudayaan Banyumas

IKUT MENGURAI BENANG RUWET
KEBUDAYAAN DI BANYUMAS
Oleh. Dr. H. Moh. Roqib, M.Ag



Membincang kondisi kebudayaan Banyumas memang manarik. Kontroversi di seputar kebudayaan Banyumas ini menggelitik saya nimbrung untuk urun rembug. Upaya pengembangan seni dan budaya membutuhkan rasa cinta kepada kebudayaan. Dinas terkait harus merasakan bahwa tugas pengembangan kebudayaan adalah tugas kemanusiaan yang menyenangkan. Apabila pimpinan dinas kebudayaan dan yang terkait melaksanakan program pada sebatas formalitas jabatan yang melekat maka program tersebut kurang menyentuh dan berkualitas rendah. Sebab, setiap kerja yang dimtivasi hanya untuk formalitas tugas kerja saja sering kali mengorbankan kualitas.
Saya awali dari pertanyaan siapa yang bertanggunggjawab terhadap perkembangan kebudayaan dan sastra di Banyumas. Setiap individu yang menginginkan kemanusiaan lestari di bumi persada niscaya akan merasa bertanggungjawab terhadap pengembangan kebudayaannya. Kebudayaan lokal yang mewarnai dan menjadi bagian integral dari budaya bangsa dan budaya dunia. Akan tetapi dalam perspektif sosiologis setiap tanggungjawab yang diamanahkan pada setiap orang maka sama saja amanah tersebut tidak diberikan pada siapapun juga. Untuk itu harus didakati lewat secara organisatoris yaitu wilayah formal yang secara struktural memiliki kewajiban untuk melakukan pengembangan tersebut seperti Dewan Kesenia Banyumas dan lembaga pemerintah terkait. Adapun secara kultural pengembangan kebudayaan menjadi tanggungjawab budayawan dan pemerhati sastra tanpa terkecuali.
Pengusus DKB seyogyanya memeliki kultural manajerial pengembangan suatu organisasi atau lembaga. “aktor” harus memiliki karakter progresif-kreatif-inovatif. Karakter tersebut diaplikasikan secara demokratis dengan melibatkan orang-orang yang memiliki karakter serupa serta jama’ah lain agar memiliki peran dan keterlibatan untuk lembaga. Sikap seperti ini harus diimbangi dengan kecintaan terhadap ilmu dan orang lain agar progresifitas berkembang sehat dan kebersamaan selalu tumbuh.
Mengaplikasikan manajemen dalam melaksanakan tugas ini diakui penting karena dalam manajemen ada proses perencanaan, pengorganisasian, dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Aktor harus mampu memberikan pengarahan dan fasilitas kerja kepada “partner” agar mereka kooperatif dengan kita menuju cita-cita dan tujuan lembaga atau masjid kita.
Dalam dua perspektif tersebut Perguruan Tinggi (PT) memiliki dua tanggungjawab sekaligus yaitu tanggungjawab formal dan kultural. Tanggungjawab formal disebabkan secara formal ia telah “berani” membuka program Bahasa dan Sastra Indonesia dan atau memasukkan Bahasa Indonesia dan atau Kebudayaan Lokal sebagai bagian dari kurikulumnya. Pembukaan Program dan Mata Kuliah tersebut harus dimaknai bahwa PT telah memproklamasikan pada dunia maya pada bahwa institusinya secara akademik memiliki tanggungjawab untuk mengembangkan sastra dan kebudayaan Indonesia pada umumnya. Untuk kasus PT yang belum membuka program bahasa dan Sastra Indonesia juga memiliki tanggungjawab meskipun secara akademis tidak sebesar PT yang membuka program Bahasa dan Sastra Indonesia, karena semua PT ada Mata Kuliah Bahasa Indonesia dan untuk PT yang lain memberikan mata Kuliah Kebudayaan Lokal sebagai bagian integratif dari kurikulumnya. Apabila kita memahami kurikulum PT secara integratif hal ini meniscayakan kewajiban semua dosen dan mahasiswa untuk memberikan apresiasi dan kontribusinya untuk pengembangan kebudayaan dan khususnya sastra Indonesia.
Secara kultural PT harus memberikan “ruang khusus” dalam kebijakannya untuk membuat kultur kampus bisa kondusif sehingga budaya dan sastra dapat bernafas lega dan lincah untuk mengembangkan kebudayaannya. Ruang khusus tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk alokasi dana, ruangan yang representatif untuk bereksplorasi, dan dukungan kebijakan yang lain.

--------
Manajemen ini diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi dan pribadi aktor (dalam arti positif), menjaga keseimbangan di antara tujuan yang saling bertentangan di kalangan aktifis jam’iyyah dan jama’ah, dan agar terjaga efisensi dan efektifitas kerja organisasi sehingga setiap individu terpuaskan secara material dan immaterial (dhohir-batin).
Secara operasional, pengelolaan harus memegangi prinsip manajemen yaitu 1) pengembangan metode tertentu, 2) pemilihan dan pengembangan pelaksana program 3) upaya menghubungkan dan mempersatukan metode kerja yang terbaik, dan 4) kerja sama yang erat para pimpinan (top leader takmir) sebagai manajer dan pengurus lain dan anggota (non manajer) untuk merencanakan. Keempat prinsip tersebut apabila dijabarkan menjadi prinsip manajemen yang meliputi job discription, wewenang, disiplin, kesatuan arah, mengutamakan kepentingan umum (jama’ah) di atas kepentingan pribadi, pemberian reward, pemusatan, semangat korps, inisiatif, kestabilan anggota pengurus (staf), kesamaan, dan penjenjangan dalam pengkaderan untuk mengemban (amanah) jabatan kepemimpinan ketakmiran ke depan. Atau dalam bahasa lain kita harus melakukan perubahan berkelanjutan, kecepatan dan kemampuan untuk merespon, leadership juga harus ada pada setiap person, pengedalian melalui visi dan value, sharing informasi, pro aktif dengan berani menanggung resiko, dan mau bersaing dalam proses meraih masa depan DKB yang gemilang. Apabila kita kerucutkan beberapa hal tersebut maka dalam pengelolaan DKB pengurus (takmir) masjid harus membuat job discription, melaksanakan dengan penuh tanggungjawab, dan bekerjasama dengan semua komponen.
Pengelola melakukan planing, leading, organizing, dan controling. Perencanaan (planing) harus dilakukan, sebagaimana niat harus dilakukan pada awal setiap ibadah, kepemimpinan (leading) harus berjalan dalam pelaksanaan (actuating) program pengelola DKB di antaranya dengan decision making, komunikasi, motivasi, seleksi SDM (jama’ah), dan melakukan development of people. Pengorganisasian (organizing) perlu dilakukan agar dalam pelaksanaan program, pelaksana mampu bekerjasama dengan penuh kekompakan. Dalam pelaksanaan pengurus juga melakukan kontrol (controling) dan evaluasi yang ditindaklanjuti dengan aksi kembali agar aktifitas kita tidak keluar dari visi-misi organisasi (ketakmiran), kualitas kerja terjamin, dan hasilnya dapat diketahui, serta untuk evaluasi dalam rangka perencanaan program ke depan.
Bagaimana agar DKB yang kita kelola menjadi yang terbaik, karena yang terbaik niscaya akan memiliki nilai guna terbaik dan dicari masyarakat. Manusia terbaik (khairunnas) adalah yang mampu memberikan manfaat terbaik bagi yang lain kita akan menjadi (anfa’uhum linnas). Motivasi untuk maju dan terbaik ini merupakan modal awal bagi siapa pun yang menginginkan untuk menjadi yang terbaik. Motivasi tersebut dalam praktiknya akan terwujud dalam bentuk bekerja keras sambil terus belajar, dan kerjasama yang mentradisi dalam diri. Untuk itu diperlukan proses internalisasi nilai asma’ dan sifat-sifat Ilahiyah agar predikat insan kamil yang diridloi Allah Swt menjadi riil dalam kehidupan kita.

Tidak ada komentar: