Minggu, 09 Maret 2008

Puisi: Konsekwensi Tugas

Moh. Roqib


KONSEKWENSI TUGAS


Sederet waktu kuhabiskan untuk mengupas habis nasib
Tugas kulaksanakan dengan penuh gembira menyenangkan
Kunikmati tugas-tugas yang berjejalan di hadapan
Kuyakini ini bagian dari ilmu manfaat dan ibadah pada Tuhan

Waktu untuk anak-anak dan istri kuminta
Kegembiraannya kurang kurasakan
Berbekal kepercayaan bahwa mereka beriman
Akan menghadapi keseharian tak jauh dari Tuhan

Di sisiku ada yang suka menunjukkan bahwa diriya sibuk tak terperikan
Sambil membangun kehormatan bagaikan orang gedean berkendaraan
Melupakan proses panjang melelahkan kawan untuk melambungkannya
Seakan berkuasa mengatur pada sekitarnya sambil berjalan sendirian

Di sisiku yang lain ada orang yang pandai menata alasan
Tugas kelembagaan dikesampingkan, tak karuan
Ia menunjukkan kelemahan sambil menikmatinya
Kritiknya membahana tak tertahankan

Ada juga yang tukang ribut tapi tampa agenda
Melakukan sesuatu kebetulan dihadapannya
Menguasai asset melupakan rasa dan kepentingan lainnya
Bila dingatkan berjubel alas an dan apologinya

Untunglah pekerja keras berbaris mengikuti irama
Memperkuat kemajuan yang hampir sirna
Mendampingiku gembira dengan tugas mulia
Baginya pristasi adalah bagian hidupnya

Manusia beraneka ragam, orang bijak mampu memahaminya
Dengan tanpa mengurangi kebahagiaan hidup dan masa depannya

Purwokerto, 3 April 2003

Puisi: Keakuan

KEAKUAN



Menarik perhatian setiap orang
Berderet prestasi berkubang cela
Untuk apa membungkam setiap mulut
Jika bau tak sedap selalu menyengat

Perhatian tertuju pada yang lain
Berselimut dusta berbalik intelek
Kritik padanya bukan pada diri
Apalah artinya karena sia-sia

Keakuan dijual dan ditawar
Dihargai tinggi melangit
Seakan berharga dan berwibawa
Padahal hanya bualan belaka

Mengapa penipuan ini terjadi
Mengapa keangkuhan tak diakui
Bisakah aku membakar angkara
Membersihkan diri menjadi sejati



Purwokerto, 3 April 2003
Muhammad Roqib

Puisi: Cinta Menghias

Purwokerto, 27 Juli 2004

CINTA MENGHIAS



Pada tanggal 23 Juli yang lalu
Masih kurasakan kehangatan tangan dan bibir
Cubitan dan ucapan mesra darimu
Bahasa tubuhmu kutangkap dekat
Pada tanggal 24 Juli berikutnya
Lambaian tanganmu terbayang
Kau angkat dengan amat berat
Kata selamat lirih dan menghilang
Beberapa malam berikutnya menjadi sepi
Irama dan lagu AFI tak kuhiraukan lagi
Berita hangat juga tak lagi berarti
Negeri goncang kuanggap menari

Apakah ini yang namanya cinta
Semula sakit menjadi indah
Semula keindahan menjadi sakit
Keduanya beralih berganti mengikuti hati
Keinginan tuk berjumpa selalu ada
Tapi apa yang hendak kukata dan kuraba
Semuanya sudah jelas
Tidak lagi butuh gerak dan kata
Tidak butuh apa-apa
Hati hanya butuh hatinya

Tuhan
Apakah ini karunia atau bencana
Kenikmatan atau ketersiksaan
Semua orang boleh mengecam
Hati tidak lagi butuh suara dan kata
Hati hanya butuh cinta
Cinta yang menghias hidup
Hidup yang berhias cinta


Purwokerto, 27 Juli 2004

CINTA MENGHIAS



Pada tanggal 23 Juli yang lalu
Masih kurasakan kehangatan tangan dan bibir
Cubitan dan ucapan mesra darimu
Bahasa tubuhmu kutangkap dekat
Pada tanggal 24 Juli berikutnya
Lambaian tanganmu terbayang
Kau angkat dengan amat berat
Kata selamat lirih dan menghilang
Beberapa malam berikutnya menjadi sepi
Irama dan lagu AFI tak kuhiraukan lagi
Berita hangat juga tak lagi berarti
Negeri goncang kuanggap menari

Apakah ini yang namanya cinta
Semula sakit menjadi indah
Semula keindahan menjadi sakit
Keduanya beralih berganti mengikuti hati
Keinginan tuk berjumpa selalu ada
Tapi apa yang hendak kukata dan kuraba
Semuanya sudah jelas
Tidak lagi butuh gerak dan kata
Tidak butuh apa-apa
Hati hanya butuh hatinya

Tuhan
Apakah ini karunia atau bencana
Kenikmatan atau ketersiksaan
Semua orang boleh mengecam
Hati tidak lagi butuh suara dan kata
Hati hanya butuh cinta
Cinta yang menghias hidup
Hidup yang berhias cinta

Renungan: Berbagi Kebahagiaan

BERBAGI KEBAHAGIAAN
ADALAH BAGIAN DARI KEBAHAGIAAN ITU JUGA


Kebahagiaan memiliki kriteria yang menunjuk pada hakekat kebahagiaan itu sendiri. Kriteria kebahagiaan adalah tatkala sebuah kondisi batin yang gembira dan puas karena bertumpu pada kebaikan dan kebenaran. Kebahagiaan yang berdiri di atas keburukan dan kesalahan akan menimbulkan kesengsaraan yang tersimpan tinggal menunggu waktu kapan hal tersebut akan muncul ke permukaan.
Kebaikan dan kebenaran yang dilaksanakan dengan tulus akan menimbulkan kebahagiaan. Kebaikan dan kebenaran yang dilakukan tetapi tidak membawa pelakuknya pada kebahagiaan batin berarti kebaikan dan kebenaran tersebut terkurangi nilai dari hakekatnya.
Kebaikan dan kebenaran yang diakukan individu harus dengan cara yang baik dan benar ssebab kebaikan dan kebenaran yang dilakukan dengan salah akan menghilangkan nilai kebaikan dan kebenaran itu sendiri. Kebaikan dan kebenaran yang dilakukan dengan kualitas rendah akan mengurangi nilai kebaikan dan kebenaran. Kebaikan dan kebenaran niscaya menuntut hal serupa dengan konsekwensi kualitas harus dijaga.
Orang yang baik dan benar akan melakukan sesuatu dengan prosedur, pendekatan, strategi, dan teknik yang baik sekaligus menjaga mutu kerja sebaik mungkin. Mutu yang baik dapat dilihat dari dua hal sekaligus pertama bagaimana dasar spiritual yang mendasari. Di sini niat atau motivasi mengapa perbuatan itu dilakukan oleh seseorang. Kedua hasil yang berkualittas walaupun dari kuantitasnya dinyatakan kurang. Sesuatu yang berkualitas tinggi, walaupun sedikit, akan berkembang menjadi banyak dengan membawa kualitas yang tinggi pula. Sesuatu yang berkualitas rendah, walaupun sulit, jika berkembang akan membawa kualitas rendah pula.
Kebaikan dan kebenaran yang dapat mengantar individu pada kebahagiaan tersebut menuntut pula kebersamaan. Manusia sebagai makhluk social tidak akan merasakan kebahagiaan jika ia terpisahkan oleh yang lain. Kebaikan dan kebenaran harus disebarkan agar kebahagiaan menjadi riil dalam lingkungan. Lingkungan yang rusak dan tidak kondusif akan mengurangi bahkan menghilangkan kebahagiaan.
Di antara kebaikan dan kebenaran adalah berbagi nikmat dan karunia Allah swt. kepada yang berhak dan sesama. Kepada yang berhak dalam rangka menolong kepada yang membutuhkan dan berempati kepada saudara yang sedang dirundung kepedihan, sedang kepada sesama sebagai bentuk kesetia kawanan, kasih sayang, dan mempererat hubungan antar manusia yang secara psikologis saling membutuhkan untuk memperhatikan dan diperhatikan, menyayangi dan disayangi, menghormati dan dihormati. Dalam kerangka itu berbagi nikmat niscaya dilakukan dan disemaikan dalam diri setiap insane.
Akhirnya, apabila seseorang ingin bahagia maka ia harus meluruskan niat atau motivasi kerja, tertib-teratur -sesuai prosedur, menjaga kualitas, mensosialisasikan dan mentradisikan kebaikan dan kebenaran, membagi kenikmatan pada yang membutuhkan dan sesama,

Purwokerto, 5 Pebruari 2003
Muhammad Roqib

Sertifikasi Guru: Manajemen Penyelanggaraan

MANAJEMEN PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI GURU

DIRJEN
DIREKTUR DIKTIS
DIREKTUR MADRASAH
DIREKTUR PAIS
DIREKTUR PEKA PONTREN
LPTK
ASSESOR
GURU-GURU
KANWIL
KANDEPAG
DIRJEN PENDIS
DESKRIPSI TUGAS:
1. Dirjen Pendis:
Mengeluarkan kebijakan tentang LPTK dan program sertifikasi.
Mengeluarkan nomor register sertifikat pendidik.
2. Direktur Diktis
Menentukan / menunjuk LPTK yang akan melakukan sertifikasi.
3. Direktur PAIS, Madrasah, PD Pontren
Menentkan quota peserta uji kompetensi dan pendidikan profesi
Melakukan pendataan guru-guru peserta uji kompetensi dan pendidikan profesi.
4. Kanwil Depag
Pendataan peserta sertifikasi bagi guru Madrasah Aliyah dan guru PAI pada SMA.
Melakukan seleksi administrasi .
5. Kandepag Kota/Kabupaten
Pendaftaran dan seleksi administrasi peserta uji kompetensi dan pendidikan profesi (guru-guru Madrasah Ibtidaiyah dan MTS)
6. LPTK
Melaksanakan seleksi calon peserta uji kompetensi dan pendidikan profesi
Menyelenggarakan dan mengevaluasi proses pembelajaran
Mengeluarkan dan menandatangai sertifikat pendidik.
Peserta peserta uji kompetensi dan pendidikan profesi yang dinyatakan tidak lulus akan dibina oleh/diserahkan kepada PSBB di bawah pembinaan LPTK sesuai peraturan yang berlaku.
7. Assesor
Melaksanakan assessment bagi peserta peserta uji kompetensi dan pendidikan profesi.

Pernikahan Dini dan Pernikahan Lambat

PERNIKAHAN DINI
DAN PERNIKAHAN LAMBAT
Oleh. Muhammad Roqib


Berbicara tentang pernikahan dini berarti berbicara tentang waktu. Waktu memiliki arti yang penting bagi umat manusia karenanya waktu dijadikan alat sumpat oleh Allah Swt. Dalam surat al-Ashr (wal ashr, demi masa/ demi waktu).
Apakah waktu yang tepat itu kemaren, sekarang atau yang akan datang ? maka jawabannya harus didasari oleh situasi dan kondisi yang bagaimana yang melingkupi seseorang untuk memilih dan mengambil keputusan. Pertanyaan di atas terkait oleh keterangan waktu karenanya harus melihat kondisi.
Nikah ada syarat dan rukunnya apabila syarat dan rukun telah terpenuhi maka seseorang harus melihat beberapa kesiapan orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tersebut walaupun mereka tidak menjadi syarat atau rukun syah pernikahan. Mereka tersebut adalah :
1. Kesiapan mempelai secara fisik, psikis, ekonomis, dan sosial-politis. Yang terakhir dipertimbangkan karena pernikahan pada dasarnya juga menikahkan atau mempertautkan antara dua tradisi pribadi, keluarga, dan masyarakat sekitarnya.
2. Kesiapan orang tua secara fisik, psikis, dan terkadang ekonomis dan untuk yang terakhir ini menjadi kurang relefan jika dilihat bahwa biaya pernikahan secara formal sangat ringan walaupun dalam sering dikaitkan dengan tradisi resepsi yang membutuhkan biaya tinggi.
3. Kondisi sosial-politis yang melingkupi kedua mempelai dan keluarganya.
Apabila kesiapan dan kondisi yang ada telah menunjukkan kepositivannya maka pertanyaan di atas menjadi terjawab dan tidak relevan lagi orang membicarakan tentang pernikahan itu dini atau lambat. Pemahaman seperti ini penting dilakukan agar setiap Muslim tidak lagi terjebak pada formalitas usia tetapi pada kesiapan yang total walaupun tidak harus sempurna, realitas ekonomi yang dititik beratkan pada kemampuan bekerja dan kualitas etos kerja calon mempelai.
Dua hal ini yang seringkali dikambing hitamkan. Secara rinci keterpakuan ini terpahat pada batas usia minimal-maksimal karenanya kita mengenal ada pernikahan terlalu dini atau pernikahan “perawan” kasep. Di sisi lain ada yang menggunakan patokan “calon harus memiliki ‘kepribadian’ dalam arti rumah pribadi, mobil pribadi”.
Pemahaman di atas berbahaya sama juga berbahaya tatkala orang mempermudah pernikahan menafikan pertimbangan kemampuan dan kesiapan, karena bila hal ini dilakukan maka pernikahan bisa menjadi bahan permainan, karena terjadi masalah kemudian cerai,
Jika terjadi perceraian, maka pihak perempuan yang paling banyak menanggung resiko dan dirugikan secara fisik, psikis, sosial, dan ekonomis walaupun kerugian ini pada masyarakat tertentu (dan itu sangat sedikit sekali) tidak terbukti.
Terakhir, pernikahan adalah bagian dari ajaran yang sacral dan harus dilaksanakan dengan totalitas pertimbangan termasuk pertimbangan “beribadah” kepada Allah Swt. Karenanya “OJO DIANGEL-ANGEL LAN OJO DIGEGAMPANG”. Bagi yang telah mampu dan siap saya sampaikan SELAMAT MENIKAH, SEMOGA SEJAHTERA, BAHAGIA DAN BERKAH.

Purwokerto, 1 Agustus 2002

Manajemen Masjid dan Lembaga Keagamaan

MANAJEMEN LEMBAGA KEAGAMAAN
( TPQ, MADIN, MAJLIS TA’LIM, DAN MASJID) [*]
Oleh. Muhammad Roqib


Harga hidup manusia ditentukan oleh kualitas manfaat hidupnya untuk lainnya. Kualitas tersebut terkait dengan intensitas, komitmen, dan keberpihakan kepada keadilan, kemanusiaan, dan kesejahteraan umat. Hidup “rekat” dengan denyut nadi umat merupakan “napak tilas” jejak Rasul. Kebanggaan dan kebahagiaan sejati terukir menyejukkan tatkala “nilai luhur” itu menginternal dalam diri tanpa tendensi duniawi tetapi mengharap ridlo Ilahi.
Kalimat di atas ditulis untuk memotivasi kita agar sukses bersama. Sukses bersama dengan memanfaatkan fasilitas serba guna, murah, egaliter, mudah dijangkau, dan demokratis. Fasilitas yang telah menjadi bagian dari hidup umat. Taman Pendidikan al-Qur’an, Madrasah Diniyah, Majlis Ta’lim, dan Masjid. Masjid merupakan tempat peribadatan yang hampir semua desa dan lingkungan Muslim memilikinya. Karena telah menjadi kebutuhan bersama masjid “disengkuyung” bersama. Hanya karena kualitas dan kemampuan yang berbeda kelengkapan lembaga di dalamnya menjadi beragam. Masjid ideal di antaranya dilengkapi kegiatan keagamaan yang diorganisasikan dalam bentuk TPQ untuk “meretas” anak sholih dambaan orang tua. Madrasah Diniyah merupakan lembaga lanjutan bagi alumni TPQ agar kemampuan keagamaanya lebih memadai. Sedang majlis ta’lim merupakan lembaga pendidikan yang biasanya diikuti oleh orang tua atau umum.
Ketiga program keagamaan ini biasanya berpusat di Masjid meskipun terkadang bertempat di rumah ulama, kyai, atau masyarakat pada umumnya secara bergiliran. Bagaimana dengan manajemen ketiga program ini agar lebih berkembang dan maju. Tulisan berikut mengulas serba singkat sebagai bahan renungan dan diskusi.

Menyatukan Program dalam Manajemen Masjid

Fasilitas religius-sosial ini ada di hampir setiap komunitas Muslim meskipun selama ini masih belum dioptimalkan bahkan terkesan terabaikan. Padahal, mengabaikan sesuatu itu dilarang agama, tetapi karena pengabaian ini telah menjadi kebiasaan maka tidak terasakan lagi. Fasilitas sosial-religius itu adalah masjid.
Pengoptimalan fungsi masjid dibutuhkan keterlibatan berbagai pihak. Butuh jam’iyyah dan jama’ah. Jam’iyyah berarti membutuhkan kepemimpinan, job discription, tata kerja, dan tanggungjawab. Jama’ah berarti membutuhkan kebersamaan untuk memakmurkan masjid. Gotong royong untuk membangun secara ideal fisik sesuai dengan fungsi dan memfungsikannya untuk kemaslahatan jamaah dan umat.
Secara praktis, ada beberapa langkah dalam melakukan pengembangan manajemen masjid;
I. Pengembangan suatu organisasi, lembaga, atau masjid menuntut “aktor” memiliki karakter progresif-kreatif-inovatif. Karakter tersebut diaplikasikan secara demokratis dengan melibatkan orang-orang yang memiliki karakter serupa serta jama’ah lain agar memiliki peran dan keterlibatan untuk lembaga. Sikap seperti ini harus diimbangi dengan kecintaan terhadap ilmu dan orang lain agar progresifitas berkembang sehat dan kebersamaan selalu tumbuh.
II. Mengaplikasikan manajemen dalam melaksanakan tugas. Manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Aktor harus mampu memberikan pengarahan dan fasilitas kerja kepada “partner” agar mereka kooperatif dengan kita menuju cita-cita dan tujuan lembaga atau masjid kita.
III. Manajemen ini diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi (masjid) dan pribadi aktor (dalam arti positif), menjaga keseimbangan di antara tujuan yang saling bertentangan di kalangan aktifis jam’iyyah dan jama’ah, dan agar terjaga efisiensi dan efektifitas kerja organisasi (ketakmiran) sehingga setiap individu terpuaskan secara material dan immaterial (dhohir-batin).
IV. Secara operasional, pengelolaan masjid harus memegangi prinsip manajemen yaitu 1) pengembangan metode tertentu, 2) pemilihan dan pengembangan pelaksana program 3) upaya menghubungkan dan mempersatukan metode kerja yang terbaik, dan 4) kerja sama yang erat para pimpinan (top leader takmir) sebagai manajer dan pengurus lain dan anggota (non manajer) untuk merencanakan. Keempat prinsip tersebut apabila dijabarkan menjadi prinsip manajemen yang meliputi job discription, wewenang, disiplin, kesatuan arah, mengutamakan kepentingan umum (jama’ah) di atas kepentingan pribadi, pemberian reward, pemusatan, semangat korps, inisiatif, kestabilan anggota pengurus (staf), kesamaan, dan penjenjangan dalam pengkaderan untuk mengemban (amanah) jabatan kepemimpinan ketakmiran ke depan. Atau dalam bahasa lain kita harus melakukan perubahan berkelanjutan, kecepatan dan kemampuan untuk merespon, leadership juga harus ada pada setiap person, pengendalian melalui visi dan value, sharing informasi, pro aktif dengan berani menanggung resiko, dan mau bersaing dalam proses meraih masa depan masjid yang gemilang. Apabila kita kerucutkan beberapa hal tersebut maka dalam pengelolaan masjid pengurus (takmir) masjid harus membuat job discription, melaksanakan dengan penuh tanggungjawab, dan bekerjasama dengan semua komponen baik pengurus maupun jama’ah masjid.
V. Pengelola masjid melakukan planing, leading, organizing, dan controling. Perencanaan (planing) harus dilakukan, sebagaimana niat harus dilakukan pada awal setiap ibadah, kepemimpinan (leading) harus berjalan dalam pelaksanaan (actuating) program pengelola masjid di antaranya dengan decision making, komunikasi, motivasi, seleksi SDM (jama’ah), dan melakukan development of people. Pengorganisasian (organizing) perlu dilakukan agar dalam pelaksanaan program, pelaksana mampu bekerjasama dengan penuh kekompakan. Dalam pelaksanaan pengurus juga melakukan kontrol (controling) dan evaluasi yang ditindaklanjuti dengan aksi kembali agar aktifitas kita tidak keluar dari visi-misi organisasi (ketakmiran), kualitas kerja terjamin, dan hasilnya dapat diketahui, serta untuk evaluasi dalam rangka perencanaan program ke depan.
VI. Bagaimana agar masjid yang kita kelola menjadi masjid yang terbaik, karena yang terbaik niscaya akan memiliki nilai guna terbaik dan dicari masyarakat. Manusia terbaik (khairunnas) adalah yang mampu memberikan manfaat terbaik bagi yang lain kita akan menjadi (anfa’uhum linnas). Motivasi untuk maju dan menjadi yang terbaik ini merupakan modal awal bagi siapa pun yang menginginkan untuk menjadi yang terbaik. Motivasi tersebut dalam praktiknya akan terwujud dalam bentuk bekerja keras sambil terus belajar, dan kerjasama yang mentradisi dalam diri. Untuk itu diperlukan proses internalisasi nilai asma’ dan sifat-sifat Ilahiyah agar predikat insan kamil yang diridloi Allah Swt menjadi riil dalam kehidupan kita.

Purwokerto, 8 Juli 2005
Al-Faqiir,


Muhammad Roqib
[*] Bahan untuk Pembekalan KKN Mahasiswa STAIN Purwokerto, 8 Juli 2005.