tag:blogger.com,1999:blog-65213970735739284032024-03-13T23:52:31.964-07:00Mohamad RoqibUnknownnoreply@blogger.comBlogger37125tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-8565920508699877722012-04-09T22:10:00.002-07:002012-04-09T22:33:56.733-07:00SENYUM MANISSENYUM MANIS<br /><br /><br />Kita mengenal cerita Si Manis Jembatan Ancol. Cerita horor yang disukai karena "Si manis" memang manis sehingga enak dilihat dan diikuti. Apanya yang manis? selain ia cantik, tentu karena ada senyum yang merekah dari kedua bibirnya. Renungan ini bukan membicarakan tentang bibir nanti ndak jadi ngeres-ngeres, tetapi tentang senyum yang memang ada cantolan ajaran agamanya.<br /><br />Semua agama mengajarkan agar kita bergaul dengan semua makhluk Tuhan dengan kualitas yang baik. Kualitas pergaulan kita ini, secara sosial, ditentukan oleh beberapa hal yaitu 1) pandangan (nadhrah), 2) senyum (ibtisam), 3) sapaan (salam), 4) perbincangan (kalam), 5) janti untuk berjumpa lagi, (wa'dun), dan 6) pertemuan ulang (liqa').<br /><br />Senyum itu terjadi jika seseorang menggerakkan mulut dengan berbagai variasinya sebagai petanda hati dan jiwanya yang senang, apresiatif, simpatik, dan yang semacamnya. Sejelek apa pun bibir seseorang saat digerakkan karena senyum pasti akan lebih nyaman dilihat dibanding dengan posisi bibir saat marah, menyeringai, dan jemberut. Suasana batin yang terbongkar lewat senyuman menjadikan semua yang bermula tidak enak disaksikan menjadi enak dan indah.<br /><br />Bagaimana jika yang tersenyum itu buaya darat, dengan kemahiran acting yang tinggi sehingga marah di hati bisa dirubah simpatik dengan senyum manis. Meski prilaku demikian kurang ideal, tetapi senyum manis tetapi akan terasa manis meski berbau masam, alias kecut, gitu loh.<br /><br />Nabi bilang bahwa senyummu itu sodaqoh, pemberian dan pembuktian bahwa kita baik. Senyum membuat dunia menjadi lebih pantas dihuni oleh manusia. Dengan senyum bisa mengurangi kekerasan dan luka dalam jiwa.<br /><br />Senyum, bukan bentuk keterampilan khusus yang rumit, karena setiap bayi lahir sudah dibekali dengan senyum. Ia senyum kepada ibu, bapak, dan apa pun di sekitarnya. Senyum bisa dipermak, diperbaiki, diperindah seperti membuat istana. Ya istana kehidupan bagi siapa pun yang menginginkan hidup ini lebih sederhana dan nyaman.<br /><br />Senyumlah ! Senyumlah !Unknownnoreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-52938966257967462112008-08-08T17:27:00.001-07:002012-04-09T21:52:27.485-07:00Politik Pendidikan dan Pendidikan PolitikPOLITIK PENDIDIKAN DAN PENDIDIKAN POLITIK<br />SEBAGAI UPAYA MEMAJUKAN BANGSA <a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a><br />Oleh. Dr. H. Muhammad Roqib, M.Ag. <a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftn2" name="_ftnref2">[2]</a><br /><br /><br />Putus asa, jika tidak dosa mungkin pengamalnya lebih banyak dari berita yang selama ini kita dengar. Bunuh diri berjamaah (bersama keluarga), terjun dari mall, stress, dan mendaulat diri sebagai “pengangguran” adalah wujud kongkritnya. Kemalangan, menimpa bangsa ini hamper merata bersamaan dengan kejayaan yang fantastis dirasakan oleh “segelintir” oknum pejabat yang merangkap sebagai “pedagang” atau oknum pengusaha yang merangkap sebagai “pejabat”. Dagangan dan jabatan silih berganti berfungsi atau secara bersamaan untuk melipat “karunia sumber daya alam” yang melimpah di negeri ini. Dilipat dan digenggam kemudian dipermainkan sesukanya.<br />Manusia komersial, hedonis, dan kanibal yang dulu sering dibaca dalam komik dan cerita fiktif saat ini menjadi kenyataan yang membuat haru biru kehidupan. Homo homini lupus semakin dekat dan nyata. Cerita Negara yang gemahripah loh jinawe, tata tentrem kerta raharja menjani lamunan dan impian bersama. Memang impian, harapan, dan lamunan –dalam kondisi tertentu—merupakan obat mujarab untuk memberikan lelipur lara agar kita survive dalam hidup, bertahan dalam menghadapi prahara nasional ini.<br />Pendidikan yang menjadi ujung tombak peningkatan SDM dan kesejahteraan masih menjadi ujung tombok bagi para guru yang mendidik di berbagai lembaga ini. Kemajuan telah dirasakan oleh sebagian kecil guru yang sebagian besarnya mengalami kemacetan. Dari mana kita mengurai benang kusust ini? Mengapa Negara yang kita cintai menjadi seakan menunjukkan kebencian dan murkanya? Bumi memuncratkan lumpur panas, angin menggeliat dengan arah putar zig zag dan cepat, gunung batuk, air muntah meratakan bumi, api melahap pepohonan dan rumah yang tidak bersalah. Ada apa ini ?.<br />Berbagai pertanyaan tersebut akan dijawab serba singkat dalam makalah ini melalui “kaca” pendidikan dan politik.<br /><br />Pendidikan Sebagai Soft Power<br />Setiap kesuksesan di awali dan diakhiri dengan pendidikan. Kesuksesan dalam politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama dibangun di atas pndasi pendidikan. Kesuksesan tanpa proses pendidikan adalah hayalan. Hayalan yang berkembang dalam diri dan memiliki gap yang besar akan membuat stress atau bahkan gila. Pendidikan yang kurang memadai jika dibarengi dengan tumpukan hayalan sebagaimana yang ditawarkan oleh sinetron dan iklan di media cetak dan elektronik akan membuat sebagaian masyarakat menjadi benar-benar gila. Gila jabatan, gila harta, gila kecantikan, dan lainnya. Bukan hanya rakyat jelata yang terserang penyakit ini tetapi juga politisi, penguasa, pengusaha, guru, dosen, dan kyai. Trend kegilaan ini bias ditemukan dalam kehidupan nyata. Mereka yang mestinya digugu dan ditiru malah membuat adegan saru dan menjadi tontonan publik. Pertikaian karena rebutan “roti” kejayaan menunjukkan bahwa mereka tidak akan pernah meraih kejayaan itu.<br />Pendidikan merupakan soft power, kekuatan sejati yang tidak kasab mata tetapi semua orang memerlukan dan merasakan kekuatannya. Pendidikan memberikan pengaruh politis yang amat besar dalam kehidupan manusia. Manusia yang terdidik dengan baik dan sehat ia akan mampu mengkreasi diri untuk mengubah pendidikan menjadi media berpolitik adiluhung dan sekaligus mempu mendidik politik lewat pendidikan. Pendidikan politik dan politik pendidikan bias berintegrasi, interkoneksi, tetapi juga bisa bermusuhan.<br /><br />Sekolah Sebagai Alat Politik<br />Orang Miskin Dilarang Sekolah, Emoh Sekolah, dan judul buku semacamnya merukan potret kegelisahan public melihat realitas sekolah yang semrawut, mahal, bersifat seperti bank, dan menjadi alat kapitalisme global. Neokolonialisme telah hadir begitu dekat dengan lembaga publik yang selama ini diagungkan. Pendidikan telah mengalami proses formalisasi sekolah, dan hanya sekolah yang mendapatkan legitimasi negara membuat semua warga “salah baca” terhadap pendidikan. Pendidikan dimaknai sekolah dengan batasan yang amat sempit. Tugas pendidik, ujian nasional, pembangunan fisik, dan program pendidikan lainnya selalu dilekatkan pada lembaga formal yang bernama “sekolah”. Nasib orang ditulis dalam secarik kerta keramat yang kemudian dimaknai oleh pejabat yang berwenang yang didukung oleh data dan sekaligus “data pendukung”. Data pendukung ini dibutuhkan karena ijazah dianggap belum cukup, karenanya harus ada lembaran-lembaran kecil lain yang bias mendukung ijazah ini laku atau tidak.<br />Sekolah dengan desain politik seperti ini telah merebut kebebasan dan kemanusiaan.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftn3" name="_ftnref3">[3]</a> Sekolah bukan lagi mengemban misi pendidikan tetapi lebih cenderung pada penyediaan lapangan kerja, perdagangan ilmu, dan praktik kapitalisme dan kolonialisme baru. Tanpa membedakan antara sekolah dan pendidikan secara global ada dua hal yang perlu direnungkan:<br />1. Mengapa sekolah mahal, mengapa harus membeli buku setumpuk. Apa tujuan dan bagaimana proses dan strategi pembelajarannya telah direncanakan sehingga anak paham terhadap tujuan membeli dan membaca buku-buku tersebut. Pertanyaan ini selalu saja tidak terjawab, yang membuat jiwa tertekan dan merasa harga buku yang harus mereka beli menjadi lebih mahal dan menyesakkan dada. Belum lagi kondisi pekerjaan, beban hidup, kondisi lingkungan yang rusak, informasi yang terus mengalir bahwa ada orang-orang yang memanfaatkan proyek pengadaan buku ajar dengan cara yang kurang ngajar. Apalagi dengan melihat kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada pendidikan bangsanya.<br />2. Secara institusional, sekolah kita belum mampu membuat visi dan orientasi yang berpihak kepada rakyat, akan tetapi berpihak pada kepentingan investasi modal. Di sisi lain sekolah juga belum mampu mengaplikasikan strategi pembelajaran dan pendidikan yang menyentuh wilayah “dalam” manusia agar peserta didik memiliki kompetensi unggulan sehingga ia dapat berpartisipasi untuk memajukan peradaban yang berkeadaban.<br /><br />Politik Keterpaksaan Sekolah<br />Jika sekolah masih diposisikan sebagai alat politik, maka pendidikan politik bagi generasi muda di negeri ini akan mengalami penurununan kualitas dan bahkan lebih drastis lagi. Untuk mengatisipasi agar unsur keterpaksaan sekolah bias dinetralisasikan dari pengaruh politik jahat, maka harus ada program pembebasan rakyat dari keterpaksaan dalam menempuh pendidikan.<br />Kebebasan memilih pendidikan yang berkualitas tanpa dibebani biaya yang tidak terjangkau adalah salah satu solusi di samping peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan itu sendiri. Pendidikan yang berkualitas harus tersebar di seluruh sudut kehidupan bangsa sehingga muda diakses. Dengan teknologi informasi, upaya ini menjadi lebih mudah untuk direalisasikan.<br />Untuk memberikan alternatif solusi agar sekolah bisa murah sehingga bisa terjangkau oleh semua lapisan masyarakat di antaranya dengan :<br />1. Pengalokasian dana APBN/APBD 20 persen untuk pendidikan, sehingga tidak hanya menjadi wacana atau dengan menggunakan politik anggaran.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftn4" name="_ftnref4">[4]</a><br />2. Memotong gaji pejabat tinggi yang dialokasikan untuk pendidikan berdasarkan komitmen yang dipaksakan pemerintah.<br />3. Menarik pajak pendidikan melalui perusahaan-perusahaan besar.<br />4. Menginvestigasi dan menjatuhkan sanksi kepada semua pihak yang melakukan korupsi atas anggaran pendidikan.<br />5. Mendorong sektor usaha yang terkait dengan lembaga pendidikan untuk mengalokasikan anggaran yang bisa memanfaatkan secara maksimal oleh institusi pendidikan.<br />6. Melibatkan media massa terutama untuk memberi liputan yang berani dan tajam mengenai komitmen sejumlah kalangan untuk pendidikan.<br />7. Membuat standar baru tentang kualitas pendidikan yang tidak saja menyentuh kemampuan dan krativitas siswa melainkan juga ongkos sekolah.<br />8. Mendorong manajemen lembaga pendidikan secara terbuka dengan melibatkan sejumlah wali murid dan jika perguruan tinggi adalah mahasiswa untuk mendesain kebutuhan lembaga pendidikan.<br />9. Mendorong kalangan parlemen untuk terlibat aktif dalam penentuan pejabat pendidikan. Pejabat pendidikan bukan urusan internal sekolah melainkan urusan publik.<br />10. Melakukan penarikan dana langsung ke kalangan masyarakat.<br /><br />Pendidikan yang Tejangkau dan Berprestasi<br />Sepuluh alternatif tersebut masih perlu didiskusikan dan dilengkapi.<br />1. Memotong gaji memberikan kesan pemaksaan. Pemaksaan memberikan efek kurang positif dalam pendidikan. Sebagai alternatif bisa dilakukan sosialisasi zakat profesi dan zakat semua penghasilan yang diperoleh oleh pejabat dan tenaga profesional.<br />2. Menerapkan konsep bahwa bagi orang yang telah membayar zakat di atas bisa dimasukkan sebagai bagian dari pembayaran pajak. Dengan ikatan spiritual dimungkinkan para pengusaha lebih mudah untuk mengeluarkan dana pendidikan.<br />3. Melakukan kontrol secara komprehensip dan menjatuhkan sanksi kepada semua pihak yang melakukan korupsi bukan hanya atas anggaran pendidikan tetapi pada semua anggaran.<br />4. Memanfaatkan dan mendukung pendidikan keluarga (home schooling) dengan optimalisasi peran ibu sebagai pendidikan anak dan generasi muda.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftn5" name="_ftnref5">[5]</a><br />5. Membangun tradisi keilmuan/akademik di setiap lingkungan sosial dan melengkapi sarana atau media pendidikan sehingga mudah diakses oleh masyarakat.<br />6. Optimalisasi fungsi masjid dan perpustakaan. Apabila perpustakaan belum ada bisa dimachingkan dengan masjid sekaligus upaya pelengkapan buku-buku yang dibutuihkan dan aktual bagi masyarakat.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftn6" name="_ftnref6">[6]</a><br />7. Membuat kelompok pemikir kependidikan di pusat dan masing-masing daerah yang bertugas memberikan masukan dan antisipasi terhadap problem-problem kependidikan. Hal ini karena problem yang akut akan membutuhkan biaya tinggi dan kemudian akan membebani masyarakat.<br />8. Mendorong berdirinya sentra-sentra pendidikan masyarakat seperti pesantren dan madrasah diniyah yang biasanya dikelola dengan kesadaran tinggi dan kemandirian.<br />9. Memilih pejabat yang berpihak dan bukan yang netral. Memilih pejabat atau pimpinan yang berkarakter memihak rakyat dan keadilan.<br />Terkait dengan pendanaan, selain dana dari sumber yang sudah lazim, sekolah/lembaga pendidikan dapat mengembangkan dana dari donatur (infaq-shadaqah), zakat, dan wakaf (termasuk wakaf media pembelajaran, buku perpustakaan, dan fasilitas masjid). Pendanaan model ini bisa diterapkan khususnya pada madrasah atau sekolah agama apalagi keluhan madrasah yang selama otonomi daerah diibaratkan (Kompas, 11 September 2004: 10) tak lebih dari anak tiri bagi pemerintah daerah dan tak lebih dari anak angkat bagi pemerintah pusat.<br />Pendidikan yang murah adalah pendidikan yang berprestasi. Prestasi ini bisa kita capai dengan kerja keras, komitmen yang tinggi, dan kerja sama dengan berbagai pihak termasuk pemerintah. Dukungan politik dan semakin kondusifnya peran politik masyarakat di era reformasi ini prestasi sekolah atau lemabaga pendidikan bisa lebih mudah direalisasikan.<br /><br />Political Will Pemimpin dan Do’a Khusyu’ Rakyat<br />Dalam masyarakat paternalistik, pemimpin, pejabat, dan orang tua merupakan panutan yang menentukan. Pemikiran dan wacana yang berkembang hanya akan menjadi agenda jika pemimpin di republik ini tidak merealisasikannya. Kebijakan politik harus segera diambil sebelum negara ini menjadi lebih “menyedihkan”. Harapan terhadap political will ini juga terkait dengan pemimpin informal dan nonformal yang memiliki kemampuan dan kekuatan lebih disbanding rakyat kebanyakan.<br />Do’a kaum dhu’afa’ akan terkabul jika dilakukan dengan khusyu’ yang berarti disertai dengan ihktiar yang serius dan bergandengan tangan dengan berbagai pihak untuk maju. Pertikaian tidak lagi diagendakan apalagi dilaksanakan, karena waktu tertumpah untuk pendidikan umat dan kemanusiaan. Dengan demikian semoga bencana di negeri ini berganti menjadi kejayaan, baldatun thayyibatun warabbun ghafur. Wassalam.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref1" name="_ftn1">[1]</a> Makalah singkat ini disampaikan dalam “Seminar Pendidikan 100 Tahun Kebangkinan Nasional” PC Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Banyumas Tanggal 20 Mei 2008.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref2" name="_ftn2">[2]</a> <!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:trackmoves/> <w:trackformatting/> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:donotpromoteqf/> <w:lidthemeother>EN-US</w:LidThemeOther> <w:lidthemeasian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:lidthemecomplexscript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> <w:splitpgbreakandparamark/> <w:dontvertaligncellwithsp/> <w:dontbreakconstrainedforcedtables/> <w:dontvertalignintxbx/> <w:word11kerningpairs/> <w:cachedcolbalance/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> <m:mathpr> <m:mathfont val="Cambria Math"> <m:brkbin val="before"> <m:brkbinsub val="--"> <m:smallfrac val="off"> <m:dispdef/> <m:lmargin val="0"> <m:rmargin val="0"> <m:defjc val="centerGroup"> <m:wrapindent val="1440"> <m:intlim val="subSup"> <m:narylim val="undOvr"> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" defunhidewhenused="true" defsemihidden="true" defqformat="false" defpriority="99" latentstylecount="267"> <w:lsdexception locked="false" priority="0" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Normal"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="heading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="35" qformat="true" name="caption"> <w:lsdexception locked="false" priority="10" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" name="Default Paragraph Font"> <w:lsdexception locked="false" priority="11" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtitle"> <w:lsdexception locked="false" priority="22" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Strong"> <w:lsdexception locked="false" priority="20" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="59" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Table Grid"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Placeholder Text"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="No Spacing"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Revision"> <w:lsdexception locked="false" priority="34" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="List Paragraph"> <w:lsdexception locked="false" priority="29" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="30" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="19" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="21" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="31" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="32" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="33" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Book Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="37" name="Bibliography"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" qformat="true" name="TOC Heading"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} </style> <![endif]--><span style="font-size:12.0pt;font-family: "Times New Roman","serif";mso-fareast-font-family:"Times New Roman";mso-ansi-language: PT-BR;mso-fareast-language:EN-US;mso-bidi-language:AR-SA" lang="PT-BR"></span><i><span style="font-size:12.0pt;font-family:"Times New Roman","serif";mso-fareast-font-family: "Times New Roman";mso-ansi-language:EN-US;mso-fareast-language:EN-US; mso-bidi-language:AR-SA"></span></i>Dr. H. Muhammad Roqib, M.Ag adalah Dosen Jurusan Tarbiyah, Direktur Program Pascasarjana STAIN Purwokerto, <span style="text-decoration: underline;">dan Pengasuh Pesantren Mahasiswa (Pesma) An Najah Purwokerto.<br /><br /></span><a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref3" name="_ftn3">[3]</a> Sebagai bahan referensi, menarik untuk dibaca buku Paulo Freire, Politik Pendidikan: Kebudayaan, kekuasaan, dan Pembebasan, (Yogyakarta: Read, 2000).<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref4" name="_ftn4">[4]</a> DIPA yang memasukkan PNBP (seperti SPP) dicurigai sebagai bagian dari politik pendidikan yang didesain pemerintah untuk memenuhi 20 % APBN/APBD.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref5" name="_ftn5">[5]</a> Terkait dengan peran perempuan dalam pendidikan, baca buku penulis Pendidikan Perempuan (Yogyakarta: Gama Media & STAIN Press, 2003) sedang terkait dengan pemanfaatan budaya dalam pendidikan (home schooling) baca buku penulis Harmoni Dalam Budaya Jawa : Dimensi edukasi dan Keadilan Gender (Yogyakarta: Pustaka Pelajar & STAIN Press, 2007).<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref6" name="_ftn6">[6]</a> Tentang optimalisasi fungsi masjid, baca buku penulis Menggugat Fungsi Edukasi Masjid (Yogyakarta: Grafindo & STAIN Press, 2005).Unknownnoreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-80247884915522357742008-03-16T22:30:00.002-07:002012-04-09T21:56:29.933-07:00Agama dan LingkunganHUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM<a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a><br />Oleh Dr. H. Moh. Roqib, M.Ag. <a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftn2" name="_ftnref2">٭٭</a><br /><br /><br /><br /><br /><br />I. PENDAHULUAN<br /><br />Tragedi lumpur panas di Sidoarjo Jawa Timur sungguh menyayat hati. Semestinya kejadian ini –juga kejadian yang lain yang datang bertubi-tubi dan hampir bersamaan—cukup menyadarkan semua individu untuk memperbaiki diri. Dari tragedi itu paling tidak dapat dipahami bahwa a) kerusakan yang terjadi, sebagian besar, adalah akibat ulah manusia, b) pemahaman keagamaan kita selama ini dirasakan kurang mampu untuk membuat lingkungan ini menjadi lebih teduh dan indah, c) keteladanan untuk menciptakan bumi yang ramah terhadap manusia hendaklah merupakan agenda mendesak yang harus dilakukan oleh pemegang kebijakan pada wilayah dan posisi apapun.<br />Dalam konteks pemahaman terhadap ajaran agama tentang alam, ada agenda yang harus dilakukan oleh tokoh agama dan pemerintah yaitu 1) bagaimana hubungan antara manusia dengan Tuhan dan alam, 2) mengapa ajaran agama belum sukses membentuk manusia yang ramah alam, sehingga lingkungan alam juga ramah terhadap manusia, 2) bagaimanakah ajaran agama memberikan gambaran tentang sisi penting menjaga kelestarian alam dan tidak berbuat kerusakan, 3) bagaimana strateginya agar pemahaman ajaran agama dapat diartikulasikan dalam kehidupan umat, 4) siapakah yang berkewajiban untuk melakukan tugas mulia tersebut.<br />Tulisan ini akan mengupas beberapa pertanyaan tersebut serba singkat dengan tujuan untuk mendapatkan umpan balik dari peserta diskusi.<br /><br />II. KOMUNIKASI MANUSIA DENGAN ALAM<br />Manusia sebagai individu dan sosial berkewajiban untuk melakukan komunikasi secara dekat dengan Tuhan (hablun min Allah) dan komunikasi secara harmonis dengan alam (hablun min al-’alam). Manusia sebagai aktor dalam berkomunikasi sering mendapatkan penekanan lebih dari makhluk lain sehingga muncul istilah yang lebih populer hablun min an-nas, hubungan (baik) dengan sesama manusia, dari pada kata hubungan baik dengan alam. Secara kosmologis manusia menjadi bagian dari makrokosmos yang diharapkan mampu menjaga hubungan baik dengan sesamanya.<br />Sebagai individu ia harus membangun komunikasi yang baik dengan sesama manusia. Manusia tidak bisa hidup tanpa yang lain. Bahkan dalam shalat pun ia harus bersama dan damai dengan yang lain. Jama’ah menunjukkan arti kebersamaan sedang untuk shalat (jamaah) berarti salat tersebut dilakukan secara bersama-sama antara imam (yang memimpin shalat) dan ma’mum yang mengikuti imam dalam shalat. Dalam konteks sosial ada kata Ijtima’iyah yang berarti sosial-kemasyarakatan.<br />Perkembangan Fiqh akhir-akhir ini juga bersentuhan dengan kehidupan sosial yang kemudian dikenal dengan sebutan fiqh ijtima’i atau fiqh sosial. Kajian fiqh dalam perspektif baru ini ini mendapatkan perhatian serius dari kalangan intelektual Muslim di antaranya oleh KH. Ali Yafie<a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftn3" name="_ftnref3">[2]</a> dan KH. Sahal Mahfudz<a title="" style="mso-footnote-id: ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftn4" name="_ftnref4">[3]</a> dan juga oleh santri Ma’had Ali yang telah menerbitkan Fiqh Rakyat<a title="" style="mso-footnote-id: ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftn5" name="_ftnref5">[4]</a> yang di awal bab mengkaji tentang “Mendamaikan Yesus dan Muhammad”. Pengembangan pemikiran fiqh sosial di atas mulai terbangun kuat dan berkembang pesat di pesantren-pesantren NU pada umumnya, sedangkan dalam konteks sosial yang lain seperti tauhid sosial lebih gencar digelindingkan oleh komunitas Muhammadiyah yang memang sejak awal tauhid sebagai pijakan dakwah perserikatan ini.<br />Sesuatu yang menarik dicermati dalam konteks ini adalah kecenderungan Kyai atau ulama yang tertarik fiqh dan tauhid sebagai pijakan awal berfikirnya. Kyai atau intelektual Muslim yang lebih mengedepankan aspek fiqh dalam pengembangan berfikirnya dikenal lebih mengembangkan watak akomodatif-kultural sehingga tidak menimbulkan konflik dengan budaya lokal di mana Islam dikembangkan. Berbeda dengan tokoh atau intektual Muslim yang corak berfikirnya lebih teologis (aqidah) dikenal watak berfikir dan gerakan dakwahnya cenderung tegas dan legal-formal atau bahkan radikal tatkala menyapa kultur atau budaya setempat.<br />Istilah Fiqh sosial dan Tauhid sosial selama ini lebih tertuju pada sisi aplikatif nilai ajaran dalam kehidupan sosial. Pendekatan fiqh lebih dimungkinkan adanya pengembangan kedamaian hubungan antar agama dan sikap pural dibandingkan dalam pendekatan tauhid. Dalam konteks spriritual, dialog diperlukan agar pemikiran yang berkembang tidak menimbulkan ekses negatif bagi umat sendiri dan juga bagi umat lain. Agama berfungsi sebagai rahmatan lil ‘alamin harus dibuktikan dalam kehidupan riil umat.<br />Berbicara tentang hubungan budaya dalam masyarakat majemuk ada tiga teori yang menunjukkan corak yang berbeda yaitu etnosentrisme, melting pot (peleburan), dan pluralisme.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftn6" name="_ftnref6">[5]</a> Etnosentrisme terjadi bila masing-masing budaya bersikukuh dengan identitasnya, dan menolak campurtangan kebudayaan lain. Melting pot ialah peleburan komponen-komponen etnis ke dalam hanya satu identitas baru. Sementara pluralisme dimaksudkan bahwa masing-masing etnisitas tetap memegang identitas kelompoknya, tetapi dalam beberapa hal ada identitas yang sama.<br />Pluralisme (atau paham kemajemukan) pada dasarnya merupakan pertalian sejati kebinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban (genuine engagement of diversities within the bonds of civility) yang merupakan keniscayaan bagi keselamatan umat manusia antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan yang dihasilkannya,<a title="" style="mso-footnote-id: ftn7" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftn7" name="_ftnref7">[6]</a> bukan sekedar “kebaikan negatif” (negative good) yang difungsikan sebagai upaya menyingkirkan fanatisme.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn8" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftn8" name="_ftnref8">[7]</a><br />Pluralisme, dengan demikian, membutuhkan pengakuan, penerimaan, dan sikap tulus terhadap kemajemukan yang ada sebagai rahmat Allah SWT untuk membawa manusia ke akulturasi budaya dan peradaban yang tinggi dan dinamis (masyarakat mutamaddin atau civil society).<br />Pluralisme yang berkembang bisa menuju ke arah positif tetapi juga bisa negatif. Pluralisme menjadi positif apabila individu memahami di luar agamanya ada agama lain yang harus dihormati dan masing-masing agama harus tetap memegang teguh agamanya yang berarti bersikap positif terhadap agamanya sendiri. Tetapi pluralisme akan negatif jika individu mengumpamakan agama seperti baju yang dengan mudah ia menggantinya sesuai dengan kondisi dan selera (kepentingan sesaat). Pluralisme negatif akan menimbulkan masalah baru yaitu ketersinggungan para pemeluk agama karena agamanya dibuat mainan dan kurang berarti.<br />Beberapa ilmuan Muslim selain konsen terhadap masalah sosial, pada akhir-akhir ini juga telah dilakukan kajian ke bidang ke alaman lain seperti Islam dan Lingkungan Hidup dan Fiqh Tanah. Dua tema kajian yang mungkin belum begitu populer di telinga umat Islam sendiri.<br />Sebagai individu, manusia juga harus berkomunikasi dan berbuat baik (amal shalih) dengan alam dalam bentuk menghidupkan, merawat, melestarikan, dan meningkatkan potensi alam. Segala bentuk perbuatan yang akan mengurangi bahkan menghilangkan daya kemanfaatan alam dilarang oleh agama. Membakar atau memotong tumbuhan tanpa alasan syar’i (yang diperbolehkan oleh agama) dilarang. Menyembelih atau membunuh binatang dengan cara yang menyiksa atau tidak ada gunanya dilarang agama.<br />Agama sebagai rahmat bagi alam semesta hanya akan terwujud jika anjuran untuk menjaga alam (khalifah fil ardh) diperankan oleh manusia dengan baik dan menjahui segala bentuk perbuatan yang akan merusak alam. Ada lima hal yang harus dipertahankan dan dijaga oleh setiap individu (al-muhafadhat al-khams) yaitu: a). hifdh al-din, menjamin keselamatan keyakinan agama masing-masing, b). hifdh al-nafs, jaminan keselamatan kehidupan bagi warga masyarakat dan alam karenanya pemerintahan harus berdasarkan hukum, dengan perlakuan yang adil kepada semua warga masyarakat dan alam tanpa kecuali, c). hifdh al-‘aql, menjamin setiap bentuk kreasi baik bersifat intelektual maupun budaya dan seni. Pemikiran keagamaan apapun harus dihargai dan tidak boleh dimatikan. Formalisasi pemikiran keagamaan akan menindas hak individu untuk menganut kebenaran. Islam memberikan ruang bagi setiap individu untuk melakukan eksperimentasi kebenaran melalui pengalaman esoteris dan proses dialektis, d). hifdh al-nasl, menjamin keselamatan keturunan alam agar tetap berkualitas dan lestari. Setiap kehidupan wajib diselamatkan dari kepunahan dan kehancuran, e) hifdh al-mal, menjamin keselamatan harta benda (al-milk, property) dan hak kepemilikannya. Dengan hak tersebut warga masyarakat secara perorangan memiliki peluang dan sarana untuk mengembangkan kreatifitas diri dan kesediaan untuk melakukan transformasi dalam kehidupannya sesuai dengan pola yang ia pilih dan tidak keluar dari alur umum kehidupan.<a title="" style="mso-footnote-id: ftn9" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftn9" name="_ftnref9">[8]</a><br /><br />III. STRATEGI PELESTARIAN ALAM<br />Dalam konteks teologis, Tuhan menciptakan alam disertai dengan hukum alam yang melekat padanya. Apabila manusia –karena keserakahannya-- melakukan pengrusakan maka alam akan menunjukkan permusuhannya kepada manusia. Agar alam tetap bermanfaat dan memberikan keteduhan bagi manusia maka yang harus dilakukan adalah :<br />1. Sosialisasi ajaran agama yang terkait dengan kebersamaan serta peningkatan dan pelestarian alam lebih intensif dan terprogram sehingga fokus dan mencapai tujuan.<br />2. Membuat proyek percontohan tentang pelaksanaan ajaran agama tersebut dalam sebuah desa, kota, hutan, dan lainnya yang memungkinkan untuk jadi model bagi pengembangan wilayah yang lain.<br />3. Membuat sistem kontrol yang humanis dengan disiplin tinggi, sehingga masyarakat berkenan untuk melakukan hubungan yang harmonis dengan sesama dengan nuansa pelestarian alam secara alami dan senang hati. Qur’an telah menyinggung tentang kecenderungan manusia untuk membuat kerusakan di bumi ( dhahara al-fasad fi al-barr wa al-bahr bima kasabat aidi al-nas) dan itu telah diprediksi oleh Malaikat saat penciptaan Adam (ataj’alu fiha man yufsidu fiha wa yasfiku al-dima’). Sistem kontrol sosial berbentuk peraturan perundang-undangan maupun tradisi yang berkembang di masyarakat sangat penting agar manusia disiplin dengan nilai dan ajaran agama.<br /><br />IV. PENUTUP<br />Demikian secara singkat, bahan diskusi ini penulis sampaikan, semoga bermanfaat.<br /><br /><br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref1" name="_ftn1">[</a><a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref2" name="_ftn2"></a>**] Dr. H. Muhammad Roqib, M.Ag adalah Dosen Jurusan Tarbiyah, Direktur Program Pascasarjana STAIN Purwokerto, <span style="text-decoration: underline;">dan Pengasuh Pesantren Mahasiswa (Pesma) An Najah Purwokerto.<br /><br /></span><a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref1" name="_ftn1">1]</a> Makalah disampaikan acara Pembinaan KPSA (Kelompok Pelestari Sumberdaya Alam), Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyumas pada tanggal 21 September 2006.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref2" name="_ftn2">[2</a><a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref3" name="_ftn3">]</a> KH. Ali Yafie, Wacana Baru Fiqh Sosial (Mizan: 1997, 1997).<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref4" name="_ftn4">[3]</a> KH. A. Sahal Mahfudz, Nuansa Fiqh Sosial (Yogyakarta: LkiS, 1998).<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref5" name="_ftn5">[4]</a> Tim Redaksi Tanwirul Afkar, Fiqh Rakyat: Pertautan Fiqh dengan Kekuasaan (Yogyakarta: LkiS, 2000).<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref6" name="_ftn6">[5]</a> Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam (Bandung: Mizan, 1997), hal. 155.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn7" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref7" name="_ftn7">[6]</a> ……Sekiranya Allah tidak menahan suatu golongan atas golongan yang lain, niscaya binasalah bumi ini. Tetapi Allah penuh karunia atas alam semesta. (QS. Al-Baqarah/ 2:251).<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn8" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref8" name="_ftn8">[7]</a> Nurcholis Madjid, Cendikiawan dan Religiusitas Masyarakat (Jakarta: Paramadina, 1999), hal. 63.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn9" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref9" name="_ftn9">[8]</a> Di antara penjelasan tersebut baca, Abdurrahman Wachid dalam Buddy Munawar-Rahman, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina, 1994), hal. 546-549.Unknownnoreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-90374959954721571782008-03-16T22:28:00.001-07:002012-04-09T21:57:26.148-07:00Membangun Surga PendidikanMEMBANGUN “SURGA PENDIDIKAN” DI BANYUMAS<br />Oleh. Dr. H. Moh. Roqib, M.Ag <a title="" style="mso-endnote-id: edn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_edn1" name="_ednref1">[i]</a><br /><br /><br /><br /><br />SURGA PENDIDIKAN<br />Surga pendidikan di Banyumas ? Ah itu mimpi…! Mungkin demikian kata banyak orang saat membaca judul tulisan ini. Sebuah sanggahan yang mengisyaratkan ada keterputus asaan terkait dengan janji atau impian bahwa akan terwujud sebuah kehidupan harmonis, dinamis, dan bahagia. Sebentar, jangan disanggah dulu. Mimpi itu penting, melamun atau bercita-cita yang mungkin terlihat absurd sekalipun itu penting bagi kehidupan manusia, minimal untuk memberikan ruang alternative saat keterputus asaan mendera jiwanya. Meski demikian, lamunan, hayalan, dan harapan tersebut tidak boleh berkepanjangan (thulul amal) karena hanya akan menghabiskan energy dan waktu. Berhayal dan melamun akan dunia penuh keindahan kemudian segera menyingsingkan lengan baju untuk cancut taliwanda bekerja keras untuk menggapai cita dan harapan.<br />Surga pendidikan di Banyumas dimaknai sebagai gagasan untuk mengkreasi potensi Banyumas khususnya Purwokerto menjadi pilot project pendidikan daerah yang maju, dinamis, dan menyenangkan bagaikan lingkungan surga yang membahagiakan tetapi penuh dengan kemajuan ilmu, teknologi, juga peradaban dan nilai-nilai kemanusiaan. Sebuah surga dunia yang didiami oleh berbagai komponen bangsa yang plural dari sisi etnis, suku, dan agama yang semuanya bergerak dan membangun “bayangan surga” di bumi dengan fokus pengembangan pendidikan.<br />Mungkinkah orang membangun surga tanpa pendidikan. Tidak mungkin. Surga tidak mungkin berdiri di atas kebodohan, karenanya ketinggian derajat selalu diikat oleh ketinggian ilmu. Pendidikan yang baik akan membawa bayangan kehidupan surga semakin Nampak dan membumi. Sebaliknya pendidikan yang jelek dan buruk akan meracuni kehidupan dan membawanya ke kehidupan sengsara bagaiakan hidup di neraka.<br />Surga bisa diciptakan di dalam diri, di keluarga, di sekolah, di masyarakat, dan lingkungan alam yang lebih luas. Arsitek bangunan surga harus disiapkan dan didukung, sedang arsitek bangunan neraka harus diminimalkan agar dunia tetap layak dihuni dan berperadaban mulia. Dengan mengadopsi informasi dalam al-Qur’an dan Kitab Suci lain, diskripsi surga yang di antaranya airnya mengalir, ada perempuan bidadari yang meneduhkan, hubungan kekeluargaan yang harmonis dan komunikatif karena di dalam surga tidak ada perkataan kotor dan menyakitkan, buah-buahan melimpah ruah, lingkungan yang bersih dan lain sebagainya. Diskripsi ini memberikan petunjuk teknis yang cukup jelas untuk direalisasikan di bumi.<br /><br />KETELADANAN PERGURUAN TINGGI<br />Jika surga dunia diwujudkan dan tidak mungkin terlepas dari pendidikan maka peran perguruan tinggi menjadi amat strategis. Di Purwokerto sudah ada perguruan tinggi negeri seperti STAIN dan Usoed yang merupakan satu-satunya perguruan tinggi agama dan umum negeri di eks karsidenan Banyumas, dan perguruan tinggi swasta seperti UMP, Unwiku, STIE, dan lain sebagainya. Perguruan Tinggi (PT) diharapkan mampu membuat desain pendidikan yang joyfull atau menyenangkan dan melekat dalam kehidupan warganya. Desain yang komprehensip yang menyentuh semua sisi kehidupan manusia dengan dasar pijak keilmuan yang jelas. Desain ini kemudian didiskusikan untuk dilengkapi dan disempurnakan sehingga lebih applicable, lamunan yang dekat dengan realitas. Jika sudah selesai, desain ini diaplikasikan di perguruan tinggi sebagai model. Keberhasilan model percontohan ini dikembangkan ke beberapa lembaga pendidikan menengah, dasar dan seterusnya.<br />Desain yang ada terus dilakukan evaluasi dan pengembangan sekaligus terus diaplikasikan untuk kalangan yang lebih luas. Jika program ini berhasil di perguruan tinggi, dengan “pendekar-pendekar” pendidikan yang kokoh dalam karakter sehingga muncul figur kharismatik dan membanggakan maka proses sosialisasi akan lebih mudah. Tradisi dan budaya akademik yang telah terbangun bisa di semaikan dalam kehidupan riil umat sehingga lambat laun kehidupan umat atau warga Banyumas identik dengan pengembangan ilmu.<br />Yang perlu diingatkan bahwa surga pendidikan itu mensyaratkan adanya kehidupan yang damai, dinamis, sejahtera dengan lingkungan sosial dan fisik yang ideal seperti hubungan persaudaraan yang baik dan lingkungan alam yang hijau dengan buah-buahan yang cukup. Desain pendidikan ini juga memberikan ilmu, pengalaman, dan prilaku edukatif bagi semua anggota masyarakat sehingga kehidupan yang diyakini sebagai miniatur surga dapat tercapai.<br />Perguruan Tinggi (PT) yang diakui telah memiliki kesadaran lebih dahulu dan tingkat ekonomi yang lebih cukup daripada anggota masyarakat lain pada umumnya harus memberikan contoh dan teladan kongkrit. Pertanyaannya, siapakah yang akan memulai proyek besar ini. Jawabannya adalah proyek ini akan berjalan efektif jika Ketua atau Rektor berada di garda paling depan. Jika sivitas akademika adalah kumpulan orang-orang unggul, maka semestinya rektor atau ketua adalah orang yang paling unggul dari mereka. Apa memang demikian, kata Ebiet, tanyakan pada rumput yang bergoyang. Jika ia perduli dengan dan responsip terhadap program-program akademik serta ia berada di garda terdepan berarti ia rektor dan ketua perguruan tinggi yang sebenarnya.<br /><br />RESPON PEMERINTAH DAERAH<br />Kesulitan bagi PT di antaranya adalah dukungan dana untuk membiayai program-programnya, untuk itu komitmen pemerintah daerah amat penting di samping kebijakan dan dukungan pemerintah pusat. Pemerintah kabupaten Banyumas harus segera “mendeklarasikan Purwokerto Surga Pendidikan” yang akan menjadi contoh dan rujukan bagi pemerintah kabupaten lain. Potensi PTA-PTU negeri swasta yang cukup memadai dikembangkan dengan melibatkan instansi terkait seperti pariwisata agar pendidikan ini lebih menyatu dengan keindahan alam dan seni-budaya lokal. Obyek wisata yang selama ini dimiliki oleh Pemda Banyumas harus didesain ulang dengan memberikan “manik-manik kependidikan” yang menumbuhkan kenyamanan dan kreasi-kreasi baru.<br />Perpaduan ini diharapkan membuat “siswa-mahasiswa” betah berada di Banyumas dan terus belajar sepanjang hayat. Kebijakan integrative ini membutuhkan dukungan seorang bupati sebagai kepala pemerintahan kabupaten yang visoner, berkarakter tegas dan mandiri. Pilkada tahun 2008 menjadi taruhan sekaligus jawaban apakah cita-cita menjadikan Purwokerto sebagai kota pendidikan yang beraroma surga dapat diapresiasi dan ditindalanjuti ataukah sekedar angin lalu yang akan segera terlupakan. Di sisi lain DPRD yang mengethok final peraturan daerah atau kebijakan lain dituntut untuk memahami tugasnya dan berkenan berpihak untuk memajukan rakyatnya lewat pendidikan. DPRD yang berorientasi uang dan prestise segera ditinggalkan karena hanya akan membebani kehidupan umat.<br /><br />PERPUSATAKAAN BERSAMA PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH<br />Desain kota pendidikan apalagi dibubuhi kata surga mengharuskan ada beberapa perpustakaan yang lengkap dan berada di sekitar warga atau penduduk setempat. Untuk memenuhi kebutuhan perpustakaan yang merupakan jantung pendidikan bisa didirikan perpustakaan bersama khususnya untuk pendidikan luar sekolah, seperti pesantren, madrasah diniyah, majlis ta’lim, dan lainnya. Sebagai contoh :<br />1. Beberapa desa yang berdekatan membuat perpustakaan dengan koleksi buku, CD, Film, dan semacamnya terutama yang terkait dengan kebutuhan warga desa.<br />2. Beberapa pesantren atau majlis ta’lim yang berdekatan di kecamatan atau di beberapa desa mendirikan perpustakaan bersama juga dengan menyediakan referensi terkait terutama kitab-kitab langka agar bisa diakses bersama-sama.<br />3. PAUD, SD, SMP, SMA, SMK juga demikian dapat menyelenggarakan perpustakaan bersama.<br />Perpustakaan bersama dapat mengatasi keterbatasan pendanaan dan mampu menciptakan kehidupan lebih akademis. Setiap musyawarah atau rapat disertai dengan referensi atau data dan perpustakaan yang menyediakan referensi atau data itu. Penyelesaian masalah (problem solving) dilakukan dengan pendekatan akademis yaitu didampingi oleh refernsi dan data.<br />Yang perlu mendapatkan penekanan di sini adalah tentang kesediaan hidup berdampingan dengan kepemilikan bersama khususnya terhadap referensi dan data. Perpustakaan yang merupakan milik bersama harus dikembangkan dan dijaga bersama-sama. Suatu tradisi yang “bopeng” dalam masyarakat kita selama ini. Sifat egois menjadi musuh program ini.<br /><br />RESEPSI, BULAN MADU, DAN PELANTIKAN ILMIAH.<br />Lamunan akan surga pendidikan bergerak menuju pengandaian, alangkah indahnya jika dalam acara resepsi pernikahan ditampilkan pentas seni-budaya lokal dan kemudian diapresiasi oleh tokoh agama, budayawan, dan akademisi sehingga terwujud “Resepsi Ilmiah” berdimensi keilmuan dan kegembiraan surgawi. Andai “penganten baru” sarimbet berbulan madu ke Baturaden melakukan kajian tentang “keanekaragaman hayati” beserta “reproduksinya” kemudian dikaji bersama dengan mesra yang terkadang tertawa renyah sambil berpelukan membandingkan dengan proses reproduksi manusia seperti dirinya, disampingnya ada beberapa literatur terkait dengan reproduksi, wah indah sekali. Ini namanya “Bulan Madu Ilmiah”. Atau mereka pergi ke “Kebon Binatang” sambil membawa literatur tentang model reproduksi hewan-hewan yang dibandingkan dengan proses reproduksi manusia. Luar biasa, indahnya. Jika demikian maka bulan madu ini dapat meningkatkan keilmuan, spiritualitas karena bertambah rasa syukurnya “…. Ternyata manusia lebih punya banyak alternatif dalam berhubungan badan….”. Alhamdulillah.<br />Pelantikan, misalnya, selama ini cenderung formalitas yang menghambur-hamburkan uang dan menyia-nyiakan waktu, harus didesain ulang. Andai sebelum pelantikan, didikusikan dengan baik dan nyaman tentang tugas, tanggungjawab, dan wewenang seorang pejabat yang akan dilantik. Referensi didatangkan secukupnya, potensi pengemban tugas dilihat dan bagaimana cara mengembangkannya. Jika ini terjadi, kemajuan dan kegembiraan ada di pelupuk mata. Jabatan adalah amanah dan amanah ini harus diemban dengan sepenuh hati, ilmu yang memadai, dan keterbukaan untuk saling menolong dan melengkapi. Ini namanya “pelantikan Ilmiah”.<br /><br />SIAPA YANG MEMULAI ?<br />Gagasan Membangun Surga pendidikan ini harus dipahami dan dikawal lebih dahulu oleh Rektor Unsoed, Ketua STAIN, Rektor UMP, dan Unwiku, Bupati, Ketua DPRD, Ketua Pengadilan, Kejaksaan, dan lain-lain . Kepala, ketua, rektor, atau bupati harus berjalan lebih dahulu jika ia ingin sungguh-sungguh peduli pada kepentingan umat dan warga. Kesejatian dalam kepemimpinan harus ditunjukkan secara riil seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw., Pembicaraan kosong dalam pidato kenegaraan, ceramah agama, kampanye, dan forum semacamnya harus diakhiri diganti dengan penyampaian pemikiran ilmiah, produktifitas, dan kerjasama untuk kemajuan. Siapa yang berani menolak coba angkat kaki, eh… angkat jari !. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang membuat rakyatnya menjadi baik bahkan lebih baik dengan mengerahkan semua potensi yang dimilikinya. Ia harus memberi contoh keteladanan dalam berprilaku (seperti santun dalam berbicara, tidak mudah marah, tidak menang sendiri), kreatif atau produktif, selalu berbuat disertai hati yang bening dan berdo’a untuk kebahagiaan dan kesejahteraan umat dan warganya.<br />Pimpinan yang memulai akan efektif diikuti oleh umat dan warganya. Jika pemimpin tidak juga bergeming untuk berbuat, rakyat atau umat bisa mengambil inisiatif meski hal ini diakui lebih sulit dilakukan sekaligus menunjukkan rakyat belum memiliki pemimpin.<br /><br /><a title="" style="mso-endnote-id: edn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ednref1" name="_edn1">[i]</a> . Dr. H. Muhammad Roqib, M.Ag adalah Dosen Jurusan Tarbiyah, Direktur Program Pascasarjana STAIN Purwokerto, <span style="text-decoration: underline;">dan Pengasuh Pesantren Mahasiswa (Pesma) An Najah Purwokerto.<br /><br /></span><a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref3" name="_ftn3"></a>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-28588060269200808492008-03-14T00:27:00.001-07:002012-04-09T21:58:40.886-07:00Suatu Pagi di BaturadenBELAJAR DARI ALAM BATURADEN<br />Oleh. Moh. Roqib<br /><br /><br />Pagi itu masih begitu gelap, kabut juga masih jauh dari sentuhan matahari, sekitar pukul 05 aku keluar dari kamar di mana aku melepas lelah. Lingkungan Queen Garden Hotel di Baturaden yang kutempati Raker-rakor sangat indah. Kupanjatkan puji dan syukur ke hadirat Yang Maha Kuasa betapa limpahan rahmat dan karunianya amat banyak kurasakan. Karunia yang tak mungkin habis dan akupun tak bisa menghitungnya satu persatu. Karunia yang aku rasakan pagi itu begitu indah dan amat menawan hatiku. Aku mencoba melihat kembali file-file lama yang telah membuatku seperti sekarang ini.<br />Orang tua yang telah melahirkan, mendidik, dan mencintaiku sepenuh hati, meski aku pun sering kurang sabar dan menginginkan lebih dari kecintaan orang tuaku yang tani dan kurang berpendidikan. Kuharapkan mereka mampu memberikan kasih dan cintanya sebagaimana orang kota, kaya, dan pintar. Perasaan yang kurang cerdas karena menuntut lebih dari yang bisa dilakukan oleh orang tua. Sampai di sini aku beristighfar, baru pada tuntutan dalam perasaan yang melintas saat itu, terasa aku telah berbuat kurang ”baik” terhadap orang tuaku sendiri yang aku adalah bagian dari darah dan dagingnya. Kuulang berkali-kali istighfar itu. Airmataku jatuh dan membasahi pipi di pagi buta itu.<br />File lama terus kubuka, alangkah banyak jasa-jasa orang yang ada disekitarku yang mampu mendidikku dan menyangiku dengan cara yang santun, baik, bijak, dan kasih sayang meski ada sebagian kecil ada yang membuat jasa kepadaku dengan menyedihkanku melalui sikap angkuh, perkataan kasar, gurauan konyol, dan sikap acuh. Dari mereka aku belajar pada titik terkecil prilaku mereka apa pun prilaku itu disapakan kepadaku atau aku menyapanya. Kawan-kawanku saat aku masih kecil yang sering bermain-main dengan mereka. Indah sekali tawa dan tangis menghiasi perkawanan ini. Biasa dunia anak adalah tertawa dan menangis yang terkadang bersamaan. Cantik sekali prilaku anak kecil. Jasa mereka dalam hidupku amat berarti untuk membentuk watakku. Ataghfirullah, ampunilah Tuhan diri dan kawan-kawanku itu.<br />Masih tetap mengalir air mataku, saat kubuka file kawan-kawanku yang kucinta saat aku belajar di MTs, MAN, dan pesantren. Di antara mereka ada yang amat memberikan perhatian yang amat berguna. Perhatian dan keakraban sahabat yang mengerti akan orang-orang di sampingnya. Ada orang-orang spesial yang telah membangun suasana yang lebih indah dari yang lain. Suasana yang lebih religius, edukatif-kreatif, dan penuh pelibatan rasa dan perasaan. Ya Tuhan berikan kasih dan cintamu kepadaku dan kepada semua mereka yang telah membangun jiwa dan masa depanku. Sahabat-sahabatku di Perguruan Tinggi yang telah memberikan ”makna” lain dalam hidupku terutama dari aspek pemikiran dan pemahaman yang lebih luas. Mereka memiliki tradisi yang lebih intelektual dalam prilakunya saat bercanda, berbicara, dan bersikap. Meski terdidik masih ada yang bagiku kurang dan menginginkan agar mereka bisa seideal apa yang aku pikirkan. Astaghfirullah, ampunilah aku Tuhan. Ampunilah sahabatku dan berikanlah kepada kamu semua kehidupan yang penuh keselamatan dan kedamaian.<br />Do’a dan kalimah thoyyibah tetap terucap dari bibirku yang gemetar karena tak mampu menahan haru, betapa banyak limpahan karunia Tuhan itu yang selalu masuk dan menjadi bagian dari hidupku baik yang secara sadar kutemukan dan terkadang baru kutemukan saat perenungan di balik kejadian yang bisa jadi kuanggap kurang ”positif” bagiku. Badanku gemetar seakan berusaha menyesuaikan diri agar kenikmatan dan karunia itu bisa masuk dengan baik padaku tanpa kesulitan. Gemetar. Betapa banyak kawan dekat yang telah memberikan kontribusi baiknya kepadaku dengan caranya yang paling konyol sekalipun. Ya Tuhan, berikanlah ampunian dan karunia kepada mereka.<br />File berlanjut pada orang-orang yang telah memberikan cinta dan perhatian khusus kepadaku tetapi saat ini mereka jauh dari sampingku. Kusampaikan salam manis dan do’a semoga mereka bahagia dalam hidupnya. Kepada istri dan anak-anakku juga anak-anakku yang lahir dari rahim orang lain yang belajar bersamaku dan merasakan pahit getir kehidupan bersamaku, meski tidak lama hanya beberapa waktu saat ia belajar di lingkunganku. Kepada mereka kuucapkan do’a agar mereka sehat, selamat, dan damai dalam hidupnya. Mereka terkadang mendewasakanku dengan prilakunya yang aneh tetapi bermakna dalam hidup ini. Alhamdulillah, ampunilah Tuhan diriku dan mereka dan jadikan kami dalam rengkuhan nikmat dan karuniamu.<br />Aku semakin tersedu dalam tangisku saat memaca jasa sahabat-sahabat karipku. Karena mereka aku bisa hidup lebih bermakna dalam kehidupan ini. Tanpa mereka hidupku pasti sepi dan kurang berarti. Bersama mereka hidup ini terasa nyaman. Kunikmati hidup ini bersama yang lain karena tanpa kebersamaan hidup ini menjadi tidak menyentuk arti hidup.<br />Setelah kututup do’a dan file-file kehidupanku, kuusap air mata dan kotoran yang menyesakkan hidungku. Kupandang alam yang membentang di depanku. Ada rerumputan hijau yang sering diijak atau terijak kaki manusia atau hiwan yang melintasinya. Sudah menjadi resiko, posisi rendah potensial untuk diperlakukan kurang baik dan menyenangkan, meski bisa dimaknai lain bahwa untuk menjadi berguna terkadang perlu diinjak dan disakiti oleh yang lain. Ada rumput yang panjang, tetapi ia tidak mampu menopang badannya sendiri sehingga merayap di tanah dan diperlakukan sama dengan rumput yang lain bahkan akan dipotong untuk makan binatang ternak. Ini berarti ada makhluk Tuhan yang memiliki jasa panjang tetapi tetap saja ia akan mendapatkan perlakuan kurang terpuji karena posisinya di bawah, dan ia persembahan sebagian dari raganya untuk makhluk Tuhan yang lain. Ini juga karunia, bisa memberikan makna kepada yang lain dengan berkorban.<br />Sapaanku bergeser pada pohon-pohon sedang dan besar yang jauh dan indah dipandang. Mereka tersenyum dan melambai-lambai menjawab sapaan dan salamku. Sambil tersenyum kukatakan pada mereka ”cantik sekali”. Mereka berjajar indah karena menunjukkan identitas asli mereka tampa ditutupi dari berbagai sisinya. Ia tampil polos tanpa basa-basi. Luar biasa. Kebergaman kecil besar, tinggi rendah, dan warna-warni mampu menampilkan keagungan Tuhan dalam menyimpan rahasia alam semesta. Segera kusapa bunga-bunga di sampingku berdiri dan berdo’a sejak tadi. Kukatakan pada mereka engkau yang sejak tadi mendampingiku dan dekat dengan tempatku. Engkau amat menawan hatiku, tapi maaf tadi aku telah mengotorimu dan mengganggumu dengan suaraku. Aku berdoa pada mereka, berikanlah kasih dan sayangmu Tuhan, padaku dan pada hambamu yang telah mendidikku dengan rupa dan warnanya. Dari mereka aku bisa hidup lebih nyaman dan damai.<br />Kurasakan pelajaran indah pagi ini, jalinan hidup yang harus selalu dibina dan terus disempurnakan sebagai petunjuk bahwa kita ini tidak sempurna. Silaturrahim dengan makhluk Tuhan harus kontinyu dilakukan karena kasih-sayang harus terus berlangsung. Perbincangan harus terus dilakukan meski terkadang terjadi misunderstanding, kesalahpahaman. Jika perbincangan dan komunikasi terhenti berati kasih-sayang terputus dan kelasalahpahaman tetap berlanjut. Alhamdulillah. Engkau telah mendidikku setiap waktu.<br /><br /><br />Baturaden, 16 Pebruari 2008Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-69163079994007377042008-03-09T23:54:00.001-07:002008-03-09T23:55:31.480-07:00Puisi: ANITA (Kumpulan Puisi Lama)A.N.I.T.A.<br />El Roqy el Lamonch<br /><br /><br />Rambut terurai panjang indah<br />Mata semu-semu sipit teduh<br />Dagu gontai merebut jari jemari<br />Pipi lesung mengundang mata-mata<br /><br />Postur tubuh yang bernyanyi<br />Pinggang gemulai memejamkan mata<br />Leher bulat bagai bantal mutiara<br />Terselip kata purna intan permata<br /><br />Anita…ya.. ia Anita….<br />Benar-benar ciptaan Tuhan<br />Bukan sekedar saingan<br />Kan kututup segala arah<br />Kan kutebas penjuru mata angin<br />Bila kan mengganggu jalan hidupnya.<br /><br />Yogyakarta, 11-8-1993<br /><br /><br />MENYONGSONG KEMATIAN<br />Oleh : El RoQy El Lamonch<br /><br /><br />Jeritan itu sangat pelan<br />Yang tak pernah terdengarkan<br />Menapak dalam pahatan<br />Menggores dinding kebahagiaan<br /><br /> Kebahagiaan yang tertunda<br /> Kesuksesan yang teragukan<br /> Kemakmuran dibalik perjara<br /> Keadilan terpaksa tergadaikan<br /><br />Mimpi ini bagai kenyataan<br />Kenyataan ini bagai mimpi<br />Sebuah kenyataan jadi impian<br />Sebuah impian jadi kenyataan<br /><br /> Sampai detik tak terkirakan<br /> Bumi terkelupas berantakan<br /> Kehidupan menjemput ajal<br /> Mayat berdiri menyongsong kematian<br /><br />Taa mati yang sebenarnya.<br /><br />Yogyakarta, 11 Agustus 1993<br /><br /><br /><br />OTAK BERKARAT<br />El Roqy El Lamonch<br /><br /><br />+ Kecut…..<br />_ Pantas, llihat sakunya<br />+ Saku siapa<br />_ Orang tersenyum itu ..!<br />+ Kenapa.. ia kan wajar sebagai ……..<br />_ Sebagai apapun…..ia kecut…kecut karena dalam saku<br />+ Wajar tooh…sakunya tebal, karena…..<br />_ Tidak ada karena lain, hanya satu karena…..<br />+ Karena ia nggak sempat mandi, karena ia sibuk, karena ia berjuang karena ia bekerja, karena ia ……….<br />_ Tidur…sambil membawa bungkusan tape dan asam…..<br />+ Eeeeeh jangan menghina yaaa……….<br />_ Tidak menghina, cuman…….<br />+ Cuman apa…<br />_ Mengkritik, karena tanpa dihina ia sudah terhina<br />+ Maksudmu…?<br />_ Nah kau mulai kaya’ kerbau dungu<br />+ Apa….??!!<br />_ Jangan marah bung, kemarahanmu tidak mendatangkan uang<br />+ Apa ada marah mendatangkan uang, jangan main-main…!!<br />_ Ada, kemarahan yang pura-pura, alias ia pura-pura marah. Kemarahan seorang pimpinan untuk mencari keuntungan dan kewibawaan.<br />+ Keuntungan…? Kewibawaan…? Gombal…..<br />_ Orang macam kau inilah yang menjadi santapan kemarahan.<br />+ Lalu ia untung…?<br />_ Yaa ia dapat tambahan, tambahan semu dan memang disemukan, orang ini senang putar lidah, ia tidak pandai tidak juga cerdas. Ia anggap dirinya seorang jawara. Yaa jawara bila di kandang kerbau.<br />+ Bauk…..begitu maksudnya.<br />_ Yaa bahkan lebih panjang dari itu.<br />+ Maksudnya panjang anunya..?<br />_ Anu bathukmu…, panjang jangkauannya. Busuk kerbau sebatas kandang, busuk mulut sepanjang abab eh abjad.<br />+ Aku tak mengerti…!<br />_ Dasar dunia ini sudah penuh otak berkarat.<br /><br /><br />Yogyakarta, 11 Agustus 1993<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />NURANIKU<br /><br /><br />Kuberjalan dengan kedua kakiku<br />Seperti terkoyak-koyak<br />Tak berdaya<br />Tak punya ambisi<br />Rasa hati ini tak kuasa lagi<br />berjalan…..<br />tertatih tatih<br />seperti inikah ?<br /> Gersangnya nuraniku<br /> Tak kuasa memeluk Mu<br /> Yaa Rabbi…..<br /> Begitu kecil ….. hamba Mu ini<br /> Seakan tak ada lagi kesombongan diri<br /> Bergaya<br /> Bersolek<br /> Berkaca<br /> Atau lagi mabuk tak peduli<br /> Sempatkah nuraniku bersih kembali<br /> Dengan kesucian hati<br /> Dan bertengger dijalan Mu<br /> Yaa Rabbi………………..<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />KERINDUAN<br /><br /><br />Aku terjepit<br />Diantara puing-puing<br />Aku terjepit<br />Diantara reruntuhan kasih sayang<br />Yang pernah datang<br />Dalam lembaran hidupku<br />Kini hanya tinggal kenangan<br />Yang menggores tajam<br />Di lubuk hatiku dan<br />Serpihan kasih sayang<br />Yang kian sirna ditelan waktu<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />KEMERDEKAAN<br /><br /><br />Jalan hidup berjalan apa adanya<br />Jauh dari berbagai rekayasa<br />Rekayasa meniadakan hakekatnya<br />Tersenyum dalam keterpasungkannya<br /> Kemerdekaan negara harus berawal dari <br /> Kemerdekaan individunya<br /> Kemerdekaan individu<br /> Membawa kemerdekaan negara<br />Apa arti kemerdekaan negara<br />Bila individu terjajah selamanya<br />Hakekat kemedekaan<br />Adalah adanya kebebasan<br />Yang semestinya bebas<br />Penjajahan adalah pengekang kebebasan<br />Bebas untuk berfikir<br />Berkreasi , beraktifitas<br />Dan juga berbicara<br />Kesalahan bukan berarti penjara<br />Akan tetapi pelajaran masa datang<br />Bila salah identik dengan hukuman<br />Kemerdekaan hanya fatamorgana<br />Kemerdekaan digincu omong kosong<br /><br />Yogyakarta, 9 Agustus 1995<br />Muhammad Roqib<br /><br /><br /><br /><br /><br />DOA UNTUK IBU<br /><br /> <br />Ketika malam mencekam diri<br />Aku termenung sendiri<br />Aku ingat masa lalu<br />Aku ingat betapa besar<br />Pengorbananmu , ibu<br />Dengan susah payah kau melahirkan ku<br />Tak kau pikirkan hidup entah mati<br />Hanya diriku yang engkau nanti<br /> Ibu … tiada emas dan permata<br /> Yang bisa membeli kasihmu<br /> Aku hanya bisa berbakti<br /> Dan berdoa untukmu … , ibu<br /><br /><br /><br /><br />AL QURAN KITABKU<br /><br /><br />Di dalammu …..<br />Memuat arti yang dalam<br />Adalah petunjuk seluruh manusia<br />Di bumi<br />Di dalammu ……<br />Terjaga kesucian<br />Dari dulu hingga akhir zaman<br />Dialah al – Quran ! … tersirat<br />Kemenangan<br />Kita sebagai muslim<br />Harus mengamalkan<br />Supaya termasuk golongan orang<br />Beriman<br />Aamiin<br /><br /><br />CERMIN<br /><br /><br />Di depan cermin itu<br />Aku berdiri tegak<br />Kulihat bayangan wajahku<br />Tak ada kedengkian disana<br />Di depan cermin itu<br />Kupejamkan mataku<br />Kulihat isi hatiku<br />Tak ada di sana sampah Imanku<br />Di depan cermin itu<br />Kupasrahkan segalanya<br />Kepada Tuhanku<br />Dekatkan diri kepada Nya<br />Kita kan jauh dari syaitan<br /><br /><br /><br />MENGGAPAI CITA-CITA<br /><br /><br />Segudang cita-cita<br />Kuangankan<br />Sedalam samudera terhampar<br />Setinggi gunung Himalaya<br />Seluas padang Sahara<br />Tuk menggapai masa depan<br />Nan cerah ceria<br />Tuk mengabdi<br />Kepada tanah tunpah darahku<br />Yaa Tuhan ….. !<br />Ridloilah aku<br />DIKALA BUKIT MENJERIT<br /><br /><br />Kabut menyapa lirih<br />Berkata dalam angan<br />Berlalu tiada perduli<br />Menghias panorama<br />Kaki menginjak – injak<br />Tanganpun menjamah<br />Bukit kehilangan wibawa<br />Dikala bukit menjerit<br />Duniapun merana<br /><br />Media Sept. ‘93<br /><br /><br />MAHA RESI<br /><br /><br />Setumpuk buku kusam<br />Menyembul kecoak hitam<br />Sederet jenggot panjang<br />Bergerak perlahan – lahan<br />Baju kumal tak teratur<br />Itulah baju leluhur<br />Penjauh riak takabbur<br />Tak sempat karena tafakkur<br /><br />Maha resi pinjamkan mata<br />Membuka mata yang sana<br />Membelah jarum dunia<br />Memotong yang tak akan luka<br /><br />Maha resi yang langka<br />Kalau ada dianggap hina<br />Tak berfikir logis dan nyata<br />Padahal, Dialah pemiliknya<br />Media Sept. ‘93<br /><br />El Roqy El Lamonj<br />Ia adalah penyair terkenal<br />Dan dikenal oleh dirinya sendiri. Sudah beberapa kali tidak dimuat dan tidak dikirim karena masih takut dibayar.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />K.A.N.C.I.L. P.I.L.E.K<br /><br /><br /><br /> Syahdan, suatu saat sang raja hutan, Gusti Harimau, membuat ulah seenak perutnya. Kandang sang Raja tak pernah dibersihkan di sana sini kotorannya berserakan – dasar belum pernah ngaji akhlaq di PA – MDA ? - manghasilkan bau busuk menusuk hidung. Bau itu sudah tak terampuni lagi, anyir, pesing, sengir, aprk apalagi sang raja nggak pernah mandi atau keramas pakai shampho.<br /><br /> Datanglah suatu hari seekor sapi melintasi istana sang Harimau dipanggillah sapi, dan disuruh ia berteduh sebentar di istana sang raja. Sesampai di istananya, Harimau bertanya “ Hai Sapi bagaimana pendapatmu tentang istanaku ini ? “ . Dengan ketakutan akan murka sang raja Sapi pun akhirnya menjawab “…am…aammmpun tuan raja…maaf saya berkata jujur, sesungguhnya istana tuan ini kotor, juuga eee.” “eee…apa” sahut Harimau, eee baunya…Tuan…, baunya… busuk sekali..” Heeeee appaaaaa….. berani yaa kamu menghina raja…serta merta raja menerkamnya. Matilah sang sapi dengan mengenaskan. Mati berlepotan darah.<br /><br /> Kemudian datang seekor anak musang remaja, yang lucu nan cakep, walau belum memakai make-up alis pupur dan bedak. Ditanyalah ia, Hai kau anak musang, bagaimana menurut pendapatmu..apakah istanaku bagus atau tidak heee.. merindinglah anak musang seperti pengendaara motor yang dihadang polisi saat ia tidak punya SIM. Dan agar dia selamat ia menjawab “ Ampuun Tuan, aduh…saya tidak pernah melihat istana seindah ini dan seharum ini. Istana tuan memang rapi dan menyenangkan “ tipunya, “ BOOOHONG…” bentak Harimau, “beraniya kau berbohong kepada raja, masak istana kotor begini dibilang bagus, dan menyenangkan “. Tampa basa-basi dan BA*BI*BU Harimau langsung mencengkeranya, merobek – robek tubuhnya. Matilah sang pendusta.<br /><br /> Lalu datang seekor KANCIL dengan santai ia berjalan, sambil menikmati LAGU DANGDUT, Harimau pun memanggilnya, “ Hai Kancil…kemarilah!” Kancilpun mendekat, bagaimana pendapat kamu tentang istanaku ini Cil ? Kancilpun putar otak, berfikir dan mencari logika diplomatis akhirnya ia menjawab “ Tidak tahu Tuan “,” Lhoo tidak tahu bagaimana, kamu berani sama raja ya…” bentak Harimau, “tidak tahuTuan” katanya lagi sambil memegangi hidungnya, “ kenapa…?” desak Harimau, “ karena saya sejak kemaren PILEK Tuan, jadi tak bisa merasakan bau istana Tuan” alasan Kancil. “ Yaa sudah kamu pergi sana, orang pilrk kok keluyuran”.<br /><br />Selamatlah Kancil yang cerdik dan bijaksana, ia pilek bukan karena tidak ada ultra flu, tapi itulah taktik agar selamat. Inilah hasil si CERDIK DAN PANDAI. Kancil SELAMAT.<br /><br /><br />13 September 1993<br /><br /><br />El Roqy El Lamonj…<br /><br /><br /><br /><br />DASAR BIBIR TIPIS<br /><br />Dasar lambe tipis… ! begitulah istilah dalam bahasa jawa dalam mengomentari bibir – bibir seseorang yang tiada jemu bergerak. Dan sekarang fungsi bibir pun bertambah dari fungsi awalnya yang tradisional. Bibir bukan hanya berfungsi hiasan anggota dan alat ucap, tapi sudah masuk komoditi ekspor non migas, yang diberi tarif seimbang dengan keindahan dan daya tarik bibir itu sendiri.<br /><br />Tidak hanya sampai di situ, bibir srkarang sudah sampai dan masuk dunia festival BIBIR INDAH- di Jakarta ? – dan juga jadi modal seperti kata penyanyi dangdut, kamu datang modal bibir sama betis, sehingga dalam perjalanan hidupnya bibir selalu dipoles dengan berbagai macam lipstik agar selalu menarik dan sensual.<br /><br />Demikian bila kita tinjau secara organik-anatomis, tapi bila dilihat dari segi fungsional, bisa-nisa terjadi penyalah gunaan bibir yang tidak pada tempatnya alias meng-DLOLIMI BIBIR. Bibir diletakkan di sembarang tempat demi untuk sekedar pemuas diri yang Cuma sebentar, digerakkannya kekiri dan kekanan tanpa kendali, dengan sesekali mencibir dan memonyong-monyong agar menarik lawannya. Dulu wanita malu bertatapan dengan lawannya, tapi sekarang menggodanya agar cepat menyerangnya.<br /><br />Sebagai alat ucap, sering bibir di – umbar, sapu sana sapu sini tak perduli sahabat bahkan guru sendiri. Mungkin kaarena rambu – rambu etika agama yang belum kongkrit dalam hati, jadi semuanya abstrak fatamorgana alias amun – amun. Tiada puas rasanya bila belum menyapu semua, dan bibir pun masih terasa kaku dan pilu.<br /><br />Benar kata pepatah “ Diam adalah kebijaksanaan tapi sedikit yang melakukannya “ , tapi masalahnya sekarang, mana orang yang senang dengan orang pendiam… ? yang bila berbicara harus beerfikir berjuta kali ? Sekarang orang criwis semakin laris dan laku keras – yang sebenarnya baik bila didasari dengan etika dan agama – apalagi sekaang musim seponsor – seponsoran dan tawar – tawaran.<br /><br />Namun bila kita tarik pada ujung religi dan hikmahnya, maka kita pun akan bersyukur, bibir kita baik, bagus, indah, mungil bak jambe sinegar, ranum kemerah – merahan, coba lihat di sana banyak orang berbibir kurang, dan bersyukur lagi ternyata bibir kita tidak setebal BIBIR KUDA ! haa<br /><br />Yogyakarta, Media Sept. ‘93<br /><br />El Roqy El Lamonj<br />Pim. Red.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />PERKAWINAN<br /><br /><br /><br />Hasrat ini begitu jelas <br />Menyusup dalam relung –relung hati<br />Semakin panas semakin keras <br />Meluap tak tertutupi<br /><br />Bila ia berada di sisi<br />Dunia seakan – akan sunyi<br />Tiada lagi suara<br />Yang ada adalah gairah sejati<br /><br />Oh bulan dalam keremangan <br />Selipkan dirimu di balik kerudung awan<br />Sambil berdoa demi kebahagiaan<br />Yang bernaung dalam kasih Tuhan<br /><br />Oh Tuhan….<br />Kuatkan diri ini menggendong tugas<br />Memegang kuat hikmat – syariat<br />Membawanya dalam bahagia<br /><br />Oh Tuhan….<br />Ikutkanlah di balik kebahagian ini<br />Generasi arif berhias jujur<br />Anak idaman manusia luhur<br /><br />Kuhadapkan diri mutlak untukMu<br />Kupersembahkan, kutumpahkan hanya kepadaMu<br />Dengan perkawinan sebagai bukti<br />Bahwa kebahagiaan telah kumiliki<br /><br /><br />Krapyak, 6 November ‘94<br /><br /><br />BERLESAN IHLASH<br /><br /><br />Kata ihlash meluncur deras<br />Jadi makanan empuk terkuras<br />Tiada basa – basi<br />Ihlash bernilai ekonomis<br />Terjual mahal dibalik ngaji<br />Pada diri yang ingin dihormati<br />Walau bopeng telah terbuka<br />Matanya pun belum melihat juga<br /><br />Krapyak, 6 November 1994<br /><br />LELUCON SEBUAH GERAKAN<br /><br /><br /><br />Uap air terbang ke angkasa<br />Meniti jalan hidupnya<br />Melewati jalan panjang<br />Panas dan gerah<br />Rangkaian siklus kehidupan<br />Seringkai terpangkas<br />Ditiadakan dimusnahkan<br /><br />Perjalanan memang panjang<br />Terkadang berputar dan bergetar<br />Tanpa arah dan tujuan<br />Tujuan bisa dibuatkan<br />Gerakan bisa dimanipulasikan<br />Hati punya harapan<br />Fikiran punya angan – angan<br />Gerakan duniawi<br />Disambut berkembangnya gedung – gedang<br />Nafas panjang terdengar<br />Senyuman menekan hati<br />Ingin rasanya kaki melompat<br />Perut keroncongan ototpun tegang<br />Siapa dapat membentuk hati<br />Dia adalah pahlawan di sini<br />Di tempat di mana hati terbentur<br />Atau dibenturkan diri sendiri<br />Hari sakit menyebar dinding<br />Dinding sakit keluar mulut<br />Yang ada dan selalu ada<br />Adalah KELUHAN<br /><br />Yogyakarta, 2 November ‘94<br /><br /><br /><br />El Roqy El Lamonj<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />LELAH<br /><br /><br />Cerobong asap pabrik mengepul<br />Meneteskan titik kehancuran<br />Membawa goresan yang sangat panjang<br />Menerkam luka lama<br />Seminar lingkungan dilaksanakan<br />Menelorkan celah – celah kemungkinan<br />Kemungkinan berbuntut keraguan<br />Kemudian dilibas kekuasaan<br />Kemungkinan kembali diorbitkan<br />Ditempelkan pada dinding – dinding tua<br />Yang baru kelihatan kusam<br />Yang lama dipeti emaskan<br />Bukan Cuma lingkungan<br />Bukan Cuma pendidikan<br />Bukan pula hak asasi manusia<br />Keadilan sebatas lesan<br />Kebijaksanaan di ujung tirani<br />Kasih sayang di bibir buaya<br />Lelah<br />Lelah aku berbicara<br />Pendapat di ujung senjata<br />Dipaksa didalam reruntuhan<br />Lelah<br />Lelah aku berfikir<br />Pada persoalan yang tak pernah berakhir<br />Kejahatan berkedok agama<br />Penindasan bertopeng keadilan<br />Perampasan bernama ketertiban dan kerapian<br />Kejujuran menjadi barang langka<br />Langka dalam hati – hati<br />Hati santri, pastur dan kyai<br />Kita panen penipuan<br />Ah..lelah<br />Aku perlu istirahat<br />Mengumpulkan tenaga baru<br />Menyongsong dengan hati bergetar<br />….lelah…..<br /><br />krapyak, 6 November ‘94<br /><br /><br /><br />El Roqy El LamonJ<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />GENERASI DALAM FANTASI<br /><br />Perjalanan yang jauh<br />Pecaharian jati diri<br />Kemudian singgah dan berlabuh<br />Dalam kelompok penyucian diri<br /><br />Persinggahan megah berdiri<br />Kemegahan dapat dicapai<br />Kokoh dalam reruntuhan<br />Nilai – nilai utama yang diidamkan<br /><br />Kokoh badan harus kokoh jiwa<br />Dua sejoli jangan dipisah<br />Agar resah sirnalah sudah<br /><br />Kegundahan tiada terbawa<br /><br />Bila keduanya tiada seimbang<br />Kemalasan merebak kemana – mana<br />Kebodohan berbantal alasan<br />Sibuk tiada waktu dan lelah<br /><br />Badan jadi lelah<br />Fikiran lelah<br />Hati lelah<br />Jiwa lelah<br />Yang tak pernah lelah<br />Hanya mulut yang terbuka<br />Kejelekan terkuak<br />Kebaikan terjelekkan<br />Sudahlah silahkan saja<br />Aku sekarang juga sudah lelah…<br /><br />Obat kuat obat fantasi<br />Obat kebodohan cari rekreasi<br />Fantasi menyenangkan menyejukkan<br />Ya itulah<br />Generrasi dalam fantasi<br /><br />Yogyakarta, 16 November ‘94<br /><br /><br />El Roqy El Lamonj<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />JERITAN YANG TAK TERDENGAR<br /><br />Kulangkahkan kaki penuh semangat<br />Pengertian kuperoleh dan pengalaman kudapat<br />Jurang terjal bak mulus lancar dan cepat<br />Hujan dan panas terik bagai hiburan<br />Semua kudapat dengan setengah gembira<br />Semakin lama ketakutan menebal<br />Sayup sayup terdengar jeritan panjang<br />Bersautan dengan tangisan-tangisan<br />Karena seringnya jeritan dan tangisan<br />Keduanya terdengar sangat merdu<br />Bila terhenti semua kaget haru<br />Ini baru luar biasa<br />Adakah malaikat turun ke bumi ?<br />Menyela jeritan dan tangisan<br />Karena sudah terbiasa<br />Semua seakan tak terdengar<br />Oleh telinga manusia, telinga penguasa<br />Yogyakarta, Oktober 1995<br /><br /><br /><br />KECIL<br /><br />Yang kecil atau dikecilkan<br />Sering tak terlihat<br />Atau tak diperlihatkan<br />Kebaikannya dianggap sewajarnya<br />Kejelekannya alasan untuk menyiksanya<br /><br />Yang kecil atau dikecilkan<br />Mudah pindah atau dipindahkan<br />Mudah sakit atau disakiti<br />Mudah hancur atau dihancurkan<br /><br />Yang kecil atau dikecilkan<br />Yang terpencil atau dikucilkan<br />Yang mengadu atau diadukan<br />Minta pengadilan atau diadili<br />Kasihan…..<br /><br />Yogyakarta, Oktober 1995<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />JALAN BUNTU<br /><br /><br /><br />Mega berarak menggumpal-gumpal berlarian tanpa henti menjanjikan hujan yang memang selama ini telah dinanti masyarakat dusunku. Aku menatap tajam menerawang, menebak-nebak adakah hujan benar-benar kan turun. Angin dari arah tenggara menggoyang-goyang tangkai bunga di hadapanku yang semakin menguning. Lambaian dedaunan itu seakan memberi salam perpisahan pada gumpalan mega yang lari menuju lereng gunung. Harapanku, juga masyarakat dusunku, semakin buyar ditelan semilir kesejukan fatamorgana. Sebentar kemudian aku berfikir pada diri-sendiri. Memang, gumpalan mendung itu kupikir adalah sindiran padaku dan orang yang senasib denganku. Betapa tidak, dulu dikala aku masih di sekolah SD Bapak Ibu guru mengajariku agar menggantungkan cita-cita setinggi langit, ‘Kau hatus jadi sarjana’ katanya saat itu. Harapan dengan kesarjanaan itu, aku dapat hidup sejahtera tak kurang suatu apa. Setelah lulus SMA aku masuk perguruan tinggi swasta di kota yang lumayan jauh. Dengan bekal pas-pasan kutelusuri jalan pendidikan sambil menahan perut. Betapa tidak, orang tuaku yang petani dengan sepetak tanah tak akan mungkin cukup membiayai kuliahku yang biayanya semakin melangit. Sambil kuliah aku berjualan koran atau majalah, agar dapat menyambung hidup dan kuliahku. Semester kuikuti kuliah, demi semester dengan semangat tinggi dan rasa letih dan lemah karena seharian kerja dan kurang gizi. Hasilnya IP-ku pas-pasan 2,5., wisuda pun harus kurelakan orang tua menjual sebagian dari tanahnya. Mereka berharap setelah lulus ini aku dapat membantunya secara ekonomis, Wong punya sawah biaya untuk menggarap mahal tetapi hasilnya kalu dijual juga tak seberapa. Selalu rugi.<br /><br />Kubawa ijazahku dengan kebanggaan yang meluap-luap. Betapa tidak, orang desa sepertiku dapat menjadi sarjana. Aku mulai melirik lapangan kerja. Sekali dua kali akhirnya berkali-kali lamaran kuajukan tak satupun dapat menerimaku. Bahkan dengan nada mengejek mereka bilang ‘Mbok sarjana yang produktif menciptakan lapangan kerja sendiri’…kupandangi ijazahku yang sudah makin lusuh, seperti lelahnya diriku saat ini. ‘Menciptakan lapangan kerja sendiri’… gerutuku dalam hati. Lapangan kerja apa, wong selama ini aku tak pernah diajari bagaimana menciptakan lapangan kerja. Aku hanya punya pengalaman jualan koran, yang tidak masuk nominasi dalam pengalaman kerja. Aku semakin pusing. Ditengah-tengah kuberfikir mencari alternatif pemecahan, aku terperanjat kaget mendengar berita di radioku yang sejak tadi sabar menghiburku. ’70 ribu sarjana Indonesia masih menganggur’. Kutatap radioku yang kusam sekusam masa depanku saat ini. Harapan semakin buyar seperti buyarnya mendung di langit. Tetapi aku terhibur, ternyata aku tidak sendiri.<br /><br />Yogyakarta, 12 Desember 1995Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-68919383937908863492008-03-09T23:52:00.001-07:002008-03-09T23:52:33.600-07:00Puisi: Tiada PenyesalanJIKA AKU HANYA DIAM<br /><br /><br /><br />Aku akan tetap diam. Sebab aku masih tetap seperti dulu. Berusaha menjaga “yang suci” sebagai mutiara dan jimat hidup. Aku tetap diam. Sebab aku yakin engkau juga berusaha untuk menjaga mutiara kehidupan. Aku hanya diam menunggu hati ini kuat untuk menerima apapun yang terjadi sebagai bagian dari “yang suci”. Aku hanya diam tatkala melihat tanda perubahan yang menusuk hati dan jiwa, karena aku tetap tak bergeming dengan keyakinanku bahwa kau tetap bersahaja dan kokoh dalam menjaganya. Aku tidak bisa diam saat kau lumuri noda mutiara dan “generasi bangsa” kita. Aku akan berubah jika engkau mampu meyakinkan bahwa itu cita dan bahagia untuk kalian. Aku akan bicara lantang jika generasiku terusik masa depannya. Tetesan air mataku secara kontinyu berdo’a semoga kalian sejahtera dan bahagia. Gerak nafasku mengalunkan fatihah untuk kalian. Harapan mulia tetap mengalir seirama dengan darah dan jiwa yang menggelora. Ke pada-Mu, ya Allah aku memohon menyembah dan mohon pertolongan. Alhamdulillah, ya Allah, semua berjalan damai dan kalian telah mendapatkan yang terbaik. Aku yakin semua akan mendapat ridla-Mu ya Allah. Amiin.<br /><br /><br /><br />MENGAPA TIADA PENYESALAN<br /><br /><br />Mengapa tiada penyesalan<br />Tatkala pekerjaan tertunda<br />Hanya karena pikiran selalu pada Dia<br />Selalu menyapa kebahagiaan<br /><br />Mengapa tiada penyesalan<br />Tatkala cita-cita tertunda<br />Hanya karena waktu untuk Dia<br />Selalu menyimpan kehangatan<br /><br />Mengapa tiada penyesalan<br />Tatkala kebersamaan tertunda<br />Hanya karena jiwa tertuju pada Dia<br />Selalu memberi sejuta harapan<br /><br />Mengapa ada penyesalan<br />Hanya karena cinta butuh bukti<br />Yang tergerak dari lubuk hati<br />Berujut berbagai kreatifitas diri<br /><br />Kreatifitas seakan terhenti<br />Hanya secuil sebagai bukti<br />Maafkan atas kelemahan ini<br />Aku benar-benar menyesal.<br /> Purwokerto, 17 Pebruari 2006<br /> Muhammad RoqibUnknownnoreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-11945949502778901992008-03-09T23:50:00.000-07:002008-03-09T23:51:13.634-07:00Puisi: Konsekwensi TugasMoh. Roqib<br /><br /><br />KONSEKWENSI TUGAS<br /><br /><br />Sederet waktu kuhabiskan untuk mengupas habis nasib<br />Tugas kulaksanakan dengan penuh gembira menyenangkan<br />Kunikmati tugas-tugas yang berjejalan di hadapan<br />Kuyakini ini bagian dari ilmu manfaat dan ibadah pada Tuhan<br /><br />Waktu untuk anak-anak dan istri kuminta<br />Kegembiraannya kurang kurasakan<br />Berbekal kepercayaan bahwa mereka beriman<br />Akan menghadapi keseharian tak jauh dari Tuhan<br /><br />Di sisiku ada yang suka menunjukkan bahwa diriya sibuk tak terperikan<br />Sambil membangun kehormatan bagaikan orang gedean berkendaraan<br />Melupakan proses panjang melelahkan kawan untuk melambungkannya<br />Seakan berkuasa mengatur pada sekitarnya sambil berjalan sendirian<br /><br />Di sisiku yang lain ada orang yang pandai menata alasan<br />Tugas kelembagaan dikesampingkan, tak karuan<br />Ia menunjukkan kelemahan sambil menikmatinya<br />Kritiknya membahana tak tertahankan<br /><br />Ada juga yang tukang ribut tapi tampa agenda<br />Melakukan sesuatu kebetulan dihadapannya<br />Menguasai asset melupakan rasa dan kepentingan lainnya<br />Bila dingatkan berjubel alas an dan apologinya<br /><br />Untunglah pekerja keras berbaris mengikuti irama<br />Memperkuat kemajuan yang hampir sirna<br />Mendampingiku gembira dengan tugas mulia<br />Baginya pristasi adalah bagian hidupnya<br /><br />Manusia beraneka ragam, orang bijak mampu memahaminya<br />Dengan tanpa mengurangi kebahagiaan hidup dan masa depannya<br /><br />Purwokerto, 3 April 2003Unknownnoreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-82943869983352829892008-03-09T23:45:00.001-07:002008-03-09T23:45:34.958-07:00Puisi: KeakuanKEAKUAN<br /><br /><br /><br />Menarik perhatian setiap orang<br />Berderet prestasi berkubang cela<br />Untuk apa membungkam setiap mulut<br />Jika bau tak sedap selalu menyengat<br /><br />Perhatian tertuju pada yang lain<br />Berselimut dusta berbalik intelek<br />Kritik padanya bukan pada diri<br />Apalah artinya karena sia-sia<br /><br />Keakuan dijual dan ditawar<br />Dihargai tinggi melangit<br />Seakan berharga dan berwibawa<br />Padahal hanya bualan belaka<br /><br />Mengapa penipuan ini terjadi<br />Mengapa keangkuhan tak diakui<br />Bisakah aku membakar angkara<br />Membersihkan diri menjadi sejati<br /><br /><br /><br /> Purwokerto, 3 April 2003<br /> Muhammad RoqibUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-41423131978172681822008-03-09T23:43:00.000-07:002008-03-09T23:44:25.641-07:00Puisi: Cinta MenghiasPurwokerto, 27 Juli 2004<br /><br />CINTA MENGHIAS<br /><br /><br /><br />Pada tanggal 23 Juli yang lalu<br />Masih kurasakan kehangatan tangan dan bibir<br />Cubitan dan ucapan mesra darimu<br />Bahasa tubuhmu kutangkap dekat<br />Pada tanggal 24 Juli berikutnya<br />Lambaian tanganmu terbayang<br />Kau angkat dengan amat berat<br />Kata selamat lirih dan menghilang<br />Beberapa malam berikutnya menjadi sepi<br />Irama dan lagu AFI tak kuhiraukan lagi<br />Berita hangat juga tak lagi berarti<br />Negeri goncang kuanggap menari<br /><br />Apakah ini yang namanya cinta<br />Semula sakit menjadi indah<br />Semula keindahan menjadi sakit<br />Keduanya beralih berganti mengikuti hati<br />Keinginan tuk berjumpa selalu ada<br />Tapi apa yang hendak kukata dan kuraba<br />Semuanya sudah jelas<br />Tidak lagi butuh gerak dan kata<br />Tidak butuh apa-apa<br />Hati hanya butuh hatinya<br /><br />Tuhan<br />Apakah ini karunia atau bencana<br />Kenikmatan atau ketersiksaan<br />Semua orang boleh mengecam<br />Hati tidak lagi butuh suara dan kata<br />Hati hanya butuh cinta<br />Cinta yang menghias hidup<br />Hidup yang berhias cinta<br /><br /><br /> Purwokerto, 27 Juli 2004<br /><br />CINTA MENGHIAS<br /><br /><br /><br />Pada tanggal 23 Juli yang lalu<br />Masih kurasakan kehangatan tangan dan bibir<br />Cubitan dan ucapan mesra darimu<br />Bahasa tubuhmu kutangkap dekat<br />Pada tanggal 24 Juli berikutnya<br />Lambaian tanganmu terbayang<br />Kau angkat dengan amat berat<br />Kata selamat lirih dan menghilang<br />Beberapa malam berikutnya menjadi sepi<br />Irama dan lagu AFI tak kuhiraukan lagi<br />Berita hangat juga tak lagi berarti<br />Negeri goncang kuanggap menari<br /><br />Apakah ini yang namanya cinta<br />Semula sakit menjadi indah<br />Semula keindahan menjadi sakit<br />Keduanya beralih berganti mengikuti hati<br />Keinginan tuk berjumpa selalu ada<br />Tapi apa yang hendak kukata dan kuraba<br />Semuanya sudah jelas<br />Tidak lagi butuh gerak dan kata<br />Tidak butuh apa-apa<br />Hati hanya butuh hatinya<br /><br />Tuhan<br />Apakah ini karunia atau bencana<br />Kenikmatan atau ketersiksaan<br />Semua orang boleh mengecam<br />Hati tidak lagi butuh suara dan kata<br />Hati hanya butuh cinta<br />Cinta yang menghias hidup<br />Hidup yang berhias cintaUnknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-3695409555880880542008-03-09T23:42:00.000-07:002008-03-09T23:43:02.802-07:00Renungan: Berbagi KebahagiaanBERBAGI KEBAHAGIAAN<br />ADALAH BAGIAN DARI KEBAHAGIAAN ITU JUGA<br /><br /><br />Kebahagiaan memiliki kriteria yang menunjuk pada hakekat kebahagiaan itu sendiri. Kriteria kebahagiaan adalah tatkala sebuah kondisi batin yang gembira dan puas karena bertumpu pada kebaikan dan kebenaran. Kebahagiaan yang berdiri di atas keburukan dan kesalahan akan menimbulkan kesengsaraan yang tersimpan tinggal menunggu waktu kapan hal tersebut akan muncul ke permukaan.<br />Kebaikan dan kebenaran yang dilaksanakan dengan tulus akan menimbulkan kebahagiaan. Kebaikan dan kebenaran yang dilakukan tetapi tidak membawa pelakuknya pada kebahagiaan batin berarti kebaikan dan kebenaran tersebut terkurangi nilai dari hakekatnya.<br />Kebaikan dan kebenaran yang diakukan individu harus dengan cara yang baik dan benar ssebab kebaikan dan kebenaran yang dilakukan dengan salah akan menghilangkan nilai kebaikan dan kebenaran itu sendiri. Kebaikan dan kebenaran yang dilakukan dengan kualitas rendah akan mengurangi nilai kebaikan dan kebenaran. Kebaikan dan kebenaran niscaya menuntut hal serupa dengan konsekwensi kualitas harus dijaga.<br />Orang yang baik dan benar akan melakukan sesuatu dengan prosedur, pendekatan, strategi, dan teknik yang baik sekaligus menjaga mutu kerja sebaik mungkin. Mutu yang baik dapat dilihat dari dua hal sekaligus pertama bagaimana dasar spiritual yang mendasari. Di sini niat atau motivasi mengapa perbuatan itu dilakukan oleh seseorang. Kedua hasil yang berkualittas walaupun dari kuantitasnya dinyatakan kurang. Sesuatu yang berkualitas tinggi, walaupun sedikit, akan berkembang menjadi banyak dengan membawa kualitas yang tinggi pula. Sesuatu yang berkualitas rendah, walaupun sulit, jika berkembang akan membawa kualitas rendah pula.<br />Kebaikan dan kebenaran yang dapat mengantar individu pada kebahagiaan tersebut menuntut pula kebersamaan. Manusia sebagai makhluk social tidak akan merasakan kebahagiaan jika ia terpisahkan oleh yang lain. Kebaikan dan kebenaran harus disebarkan agar kebahagiaan menjadi riil dalam lingkungan. Lingkungan yang rusak dan tidak kondusif akan mengurangi bahkan menghilangkan kebahagiaan.<br />Di antara kebaikan dan kebenaran adalah berbagi nikmat dan karunia Allah swt. kepada yang berhak dan sesama. Kepada yang berhak dalam rangka menolong kepada yang membutuhkan dan berempati kepada saudara yang sedang dirundung kepedihan, sedang kepada sesama sebagai bentuk kesetia kawanan, kasih sayang, dan mempererat hubungan antar manusia yang secara psikologis saling membutuhkan untuk memperhatikan dan diperhatikan, menyayangi dan disayangi, menghormati dan dihormati. Dalam kerangka itu berbagi nikmat niscaya dilakukan dan disemaikan dalam diri setiap insane.<br />Akhirnya, apabila seseorang ingin bahagia maka ia harus meluruskan niat atau motivasi kerja, tertib-teratur -sesuai prosedur, menjaga kualitas, mensosialisasikan dan mentradisikan kebaikan dan kebenaran, membagi kenikmatan pada yang membutuhkan dan sesama,<br /> <br /> Purwokerto, 5 Pebruari 2003<br /> Muhammad RoqibUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-72965304755246916572008-03-09T23:40:00.001-07:002008-03-09T23:41:24.730-07:00Sertifikasi Guru: Manajemen PenyelanggaraanMANAJEMEN PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI GURU<br /><br />DIRJEN<br />DIREKTUR DIKTIS<br />DIREKTUR MADRASAH<br />DIREKTUR PAIS<br />DIREKTUR PEKA PONTREN<br />LPTK<br />ASSESOR<br />GURU-GURU<br />KANWIL<br />KANDEPAG<br />DIRJEN PENDIS<br />DESKRIPSI TUGAS:<br />1. Dirjen Pendis:<br />Mengeluarkan kebijakan tentang LPTK dan program sertifikasi.<br />Mengeluarkan nomor register sertifikat pendidik.<br />2. Direktur Diktis<br />Menentukan / menunjuk LPTK yang akan melakukan sertifikasi.<br />3. Direktur PAIS, Madrasah, PD Pontren<br />Menentkan quota peserta uji kompetensi dan pendidikan profesi<br />Melakukan pendataan guru-guru peserta uji kompetensi dan pendidikan profesi.<br />4. Kanwil Depag<br />Pendataan peserta sertifikasi bagi guru Madrasah Aliyah dan guru PAI pada SMA.<br />Melakukan seleksi administrasi .<br />5. Kandepag Kota/Kabupaten<br />Pendaftaran dan seleksi administrasi peserta uji kompetensi dan pendidikan profesi (guru-guru Madrasah Ibtidaiyah dan MTS)<br />6. LPTK<br />Melaksanakan seleksi calon peserta uji kompetensi dan pendidikan profesi <br />Menyelenggarakan dan mengevaluasi proses pembelajaran<br />Mengeluarkan dan menandatangai sertifikat pendidik.<br />Peserta peserta uji kompetensi dan pendidikan profesi yang dinyatakan tidak lulus akan dibina oleh/diserahkan kepada PSBB di bawah pembinaan LPTK sesuai peraturan yang berlaku.<br />7. Assesor<br />Melaksanakan assessment bagi peserta peserta uji kompetensi dan pendidikan profesi.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-34449483446090840022008-03-09T23:39:00.001-07:002008-03-09T23:39:58.252-07:00Pernikahan Dini dan Pernikahan LambatPERNIKAHAN DINI<br />DAN PERNIKAHAN LAMBAT<br />Oleh. Muhammad Roqib<br /><br /><br />Berbicara tentang pernikahan dini berarti berbicara tentang waktu. Waktu memiliki arti yang penting bagi umat manusia karenanya waktu dijadikan alat sumpat oleh Allah Swt. Dalam surat al-Ashr (wal ashr, demi masa/ demi waktu).<br />Apakah waktu yang tepat itu kemaren, sekarang atau yang akan datang ? maka jawabannya harus didasari oleh situasi dan kondisi yang bagaimana yang melingkupi seseorang untuk memilih dan mengambil keputusan. Pertanyaan di atas terkait oleh keterangan waktu karenanya harus melihat kondisi.<br />Nikah ada syarat dan rukunnya apabila syarat dan rukun telah terpenuhi maka seseorang harus melihat beberapa kesiapan orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tersebut walaupun mereka tidak menjadi syarat atau rukun syah pernikahan. Mereka tersebut adalah :<br />1. Kesiapan mempelai secara fisik, psikis, ekonomis, dan sosial-politis. Yang terakhir dipertimbangkan karena pernikahan pada dasarnya juga menikahkan atau mempertautkan antara dua tradisi pribadi, keluarga, dan masyarakat sekitarnya.<br />2. Kesiapan orang tua secara fisik, psikis, dan terkadang ekonomis dan untuk yang terakhir ini menjadi kurang relefan jika dilihat bahwa biaya pernikahan secara formal sangat ringan walaupun dalam sering dikaitkan dengan tradisi resepsi yang membutuhkan biaya tinggi.<br />3. Kondisi sosial-politis yang melingkupi kedua mempelai dan keluarganya.<br />Apabila kesiapan dan kondisi yang ada telah menunjukkan kepositivannya maka pertanyaan di atas menjadi terjawab dan tidak relevan lagi orang membicarakan tentang pernikahan itu dini atau lambat. Pemahaman seperti ini penting dilakukan agar setiap Muslim tidak lagi terjebak pada formalitas usia tetapi pada kesiapan yang total walaupun tidak harus sempurna, realitas ekonomi yang dititik beratkan pada kemampuan bekerja dan kualitas etos kerja calon mempelai.<br />Dua hal ini yang seringkali dikambing hitamkan. Secara rinci keterpakuan ini terpahat pada batas usia minimal-maksimal karenanya kita mengenal ada pernikahan terlalu dini atau pernikahan “perawan” kasep. Di sisi lain ada yang menggunakan patokan “calon harus memiliki ‘kepribadian’ dalam arti rumah pribadi, mobil pribadi”.<br />Pemahaman di atas berbahaya sama juga berbahaya tatkala orang mempermudah pernikahan menafikan pertimbangan kemampuan dan kesiapan, karena bila hal ini dilakukan maka pernikahan bisa menjadi bahan permainan, karena terjadi masalah kemudian cerai,<br />Jika terjadi perceraian, maka pihak perempuan yang paling banyak menanggung resiko dan dirugikan secara fisik, psikis, sosial, dan ekonomis walaupun kerugian ini pada masyarakat tertentu (dan itu sangat sedikit sekali) tidak terbukti.<br />Terakhir, pernikahan adalah bagian dari ajaran yang sacral dan harus dilaksanakan dengan totalitas pertimbangan termasuk pertimbangan “beribadah” kepada Allah Swt. Karenanya “OJO DIANGEL-ANGEL LAN OJO DIGEGAMPANG”. Bagi yang telah mampu dan siap saya sampaikan SELAMAT MENIKAH, SEMOGA SEJAHTERA, BAHAGIA DAN BERKAH.<br /><br />Purwokerto, 1 Agustus 2002Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-74000235916965884462008-03-09T23:37:00.000-07:002008-03-09T23:38:22.703-07:00Manajemen Masjid dan Lembaga KeagamaanMANAJEMEN LEMBAGA KEAGAMAAN<br />( TPQ, MADIN, MAJLIS TA’LIM, DAN MASJID) <a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftn1" name="_ftnref1">[*]</a><br />Oleh. Muhammad Roqib<br /><br /><br />Harga hidup manusia ditentukan oleh kualitas manfaat hidupnya untuk lainnya. Kualitas tersebut terkait dengan intensitas, komitmen, dan keberpihakan kepada keadilan, kemanusiaan, dan kesejahteraan umat. Hidup “rekat” dengan denyut nadi umat merupakan “napak tilas” jejak Rasul. Kebanggaan dan kebahagiaan sejati terukir menyejukkan tatkala “nilai luhur” itu menginternal dalam diri tanpa tendensi duniawi tetapi mengharap ridlo Ilahi.<br />Kalimat di atas ditulis untuk memotivasi kita agar sukses bersama. Sukses bersama dengan memanfaatkan fasilitas serba guna, murah, egaliter, mudah dijangkau, dan demokratis. Fasilitas yang telah menjadi bagian dari hidup umat. Taman Pendidikan al-Qur’an, Madrasah Diniyah, Majlis Ta’lim, dan Masjid. Masjid merupakan tempat peribadatan yang hampir semua desa dan lingkungan Muslim memilikinya. Karena telah menjadi kebutuhan bersama masjid “disengkuyung” bersama. Hanya karena kualitas dan kemampuan yang berbeda kelengkapan lembaga di dalamnya menjadi beragam. Masjid ideal di antaranya dilengkapi kegiatan keagamaan yang diorganisasikan dalam bentuk TPQ untuk “meretas” anak sholih dambaan orang tua. Madrasah Diniyah merupakan lembaga lanjutan bagi alumni TPQ agar kemampuan keagamaanya lebih memadai. Sedang majlis ta’lim merupakan lembaga pendidikan yang biasanya diikuti oleh orang tua atau umum.<br />Ketiga program keagamaan ini biasanya berpusat di Masjid meskipun terkadang bertempat di rumah ulama, kyai, atau masyarakat pada umumnya secara bergiliran. Bagaimana dengan manajemen ketiga program ini agar lebih berkembang dan maju. Tulisan berikut mengulas serba singkat sebagai bahan renungan dan diskusi.<br /><br />Menyatukan Program dalam Manajemen Masjid<br /><br />Fasilitas religius-sosial ini ada di hampir setiap komunitas Muslim meskipun selama ini masih belum dioptimalkan bahkan terkesan terabaikan. Padahal, mengabaikan sesuatu itu dilarang agama, tetapi karena pengabaian ini telah menjadi kebiasaan maka tidak terasakan lagi. Fasilitas sosial-religius itu adalah masjid.<br />Pengoptimalan fungsi masjid dibutuhkan keterlibatan berbagai pihak. Butuh jam’iyyah dan jama’ah. Jam’iyyah berarti membutuhkan kepemimpinan, job discription, tata kerja, dan tanggungjawab. Jama’ah berarti membutuhkan kebersamaan untuk memakmurkan masjid. Gotong royong untuk membangun secara ideal fisik sesuai dengan fungsi dan memfungsikannya untuk kemaslahatan jamaah dan umat.<br />Secara praktis, ada beberapa langkah dalam melakukan pengembangan manajemen masjid;<br />I. Pengembangan suatu organisasi, lembaga, atau masjid menuntut “aktor” memiliki karakter progresif-kreatif-inovatif. Karakter tersebut diaplikasikan secara demokratis dengan melibatkan orang-orang yang memiliki karakter serupa serta jama’ah lain agar memiliki peran dan keterlibatan untuk lembaga. Sikap seperti ini harus diimbangi dengan kecintaan terhadap ilmu dan orang lain agar progresifitas berkembang sehat dan kebersamaan selalu tumbuh.<br />II. Mengaplikasikan manajemen dalam melaksanakan tugas. Manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Aktor harus mampu memberikan pengarahan dan fasilitas kerja kepada “partner” agar mereka kooperatif dengan kita menuju cita-cita dan tujuan lembaga atau masjid kita.<br />III. Manajemen ini diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi (masjid) dan pribadi aktor (dalam arti positif), menjaga keseimbangan di antara tujuan yang saling bertentangan di kalangan aktifis jam’iyyah dan jama’ah, dan agar terjaga efisiensi dan efektifitas kerja organisasi (ketakmiran) sehingga setiap individu terpuaskan secara material dan immaterial (dhohir-batin).<br />IV. Secara operasional, pengelolaan masjid harus memegangi prinsip manajemen yaitu 1) pengembangan metode tertentu, 2) pemilihan dan pengembangan pelaksana program 3) upaya menghubungkan dan mempersatukan metode kerja yang terbaik, dan 4) kerja sama yang erat para pimpinan (top leader takmir) sebagai manajer dan pengurus lain dan anggota (non manajer) untuk merencanakan. Keempat prinsip tersebut apabila dijabarkan menjadi prinsip manajemen yang meliputi job discription, wewenang, disiplin, kesatuan arah, mengutamakan kepentingan umum (jama’ah) di atas kepentingan pribadi, pemberian reward, pemusatan, semangat korps, inisiatif, kestabilan anggota pengurus (staf), kesamaan, dan penjenjangan dalam pengkaderan untuk mengemban (amanah) jabatan kepemimpinan ketakmiran ke depan. Atau dalam bahasa lain kita harus melakukan perubahan berkelanjutan, kecepatan dan kemampuan untuk merespon, leadership juga harus ada pada setiap person, pengendalian melalui visi dan value, sharing informasi, pro aktif dengan berani menanggung resiko, dan mau bersaing dalam proses meraih masa depan masjid yang gemilang. Apabila kita kerucutkan beberapa hal tersebut maka dalam pengelolaan masjid pengurus (takmir) masjid harus membuat job discription, melaksanakan dengan penuh tanggungjawab, dan bekerjasama dengan semua komponen baik pengurus maupun jama’ah masjid.<br />V. Pengelola masjid melakukan planing, leading, organizing, dan controling. Perencanaan (planing) harus dilakukan, sebagaimana niat harus dilakukan pada awal setiap ibadah, kepemimpinan (leading) harus berjalan dalam pelaksanaan (actuating) program pengelola masjid di antaranya dengan decision making, komunikasi, motivasi, seleksi SDM (jama’ah), dan melakukan development of people. Pengorganisasian (organizing) perlu dilakukan agar dalam pelaksanaan program, pelaksana mampu bekerjasama dengan penuh kekompakan. Dalam pelaksanaan pengurus juga melakukan kontrol (controling) dan evaluasi yang ditindaklanjuti dengan aksi kembali agar aktifitas kita tidak keluar dari visi-misi organisasi (ketakmiran), kualitas kerja terjamin, dan hasilnya dapat diketahui, serta untuk evaluasi dalam rangka perencanaan program ke depan.<br />VI. Bagaimana agar masjid yang kita kelola menjadi masjid yang terbaik, karena yang terbaik niscaya akan memiliki nilai guna terbaik dan dicari masyarakat. Manusia terbaik (khairunnas) adalah yang mampu memberikan manfaat terbaik bagi yang lain kita akan menjadi (anfa’uhum linnas). Motivasi untuk maju dan menjadi yang terbaik ini merupakan modal awal bagi siapa pun yang menginginkan untuk menjadi yang terbaik. Motivasi tersebut dalam praktiknya akan terwujud dalam bentuk bekerja keras sambil terus belajar, dan kerjasama yang mentradisi dalam diri. Untuk itu diperlukan proses internalisasi nilai asma’ dan sifat-sifat Ilahiyah agar predikat insan kamil yang diridloi Allah Swt menjadi riil dalam kehidupan kita.<br /><br />Purwokerto, 8 Juli 2005<br />Al-Faqiir,<br /><br /><br />Muhammad Roqib<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref1" name="_ftn1">[*]</a> Bahan untuk Pembekalan KKN Mahasiswa STAIN Purwokerto, 8 Juli 2005.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-16654733043857660002008-03-09T23:35:00.000-07:002008-03-09T23:36:46.619-07:00Mahar dan Bahasa CintaMAHAR DAN BAHASA CINTA<br />DALAM CERPEN EVI IDAWATI <a title="" style="mso-endnote-id: edn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_edn1" name="_ednref1">[i]</a><br />Oleh. Moh. Roqib<br /><br /><br />Cinta adalah tema yang selalu aktual, sesuai kebutuhan riil manusia, dan menyisakan misteri yang tiada habisnya untuk dibahas. Cinta memiliki sifat universal sekaligus individual dan lokal. Setiap insan pernah merasakannya dengan karakteristik yang berbeda antara satu individu dengan individu lain bak rasa menu makanan yang berbeda antara zona yang satu dengan yang lain. Ekspresi cinta menjadi hal prerogratif setiap orang bagaimana ia menyimpan, menyatakan, dan membingkainya dalam figura kehidupannya masing-masing. Otoritas ini tidak mungkin bisa digugat walaupun dengan mengerahkan ahli demo bayaran pun tidak mungkin bisa. Cinta memiliki logikanya sendiri.<br />Evi Idawati dalam karyanya, Mahar hendak mengungkap dunia cinta remaja dan cinta dalam keluarga yang memiliki variasi yang beragam yang bisa didukung sekaligus digugat karena daya kontroversi cinta yang diterjunkan oleh “Aku cerita” terkadang membuat orang gemas. Apalah salah cinta jika ia bicara dengan bahasanya sendiri terserah orang mau bilang apa. Memang kualitas cinta terukur oleh rasa yang dapat tumbuh dengan siraman kondisi yang beragam.<br />Tulisan berikut tetap dalam kerangka di atas untuk memberikan sedikit sentilan Cerpen yang yang sudah dibaca banyak kalangan luas. Cinta memang indah dan tetap harus mesterius untuk menjaga keindahannya. Untuk mengungkap mesteriusnya itu tulisan ini dibuat agar cinta tetap menjadi mesterius atau bahkan lebih mesterius agar cinta semakin terasa nikmat.<br /><br />Mahar: Sebagai Nilai Spiritual dan atau Kapitalis<br />Buku Evi berjudul Mahar. Judul ini diambil dari bagian dari salah satu judul cerpen yang ada dalam buku ini. Kata mahar itu sendiri dari sisi fiqh dan sosial dikenal beragam. Dalam fiqh dikenal dalam pernikahan yaitu sesuatu yang dikeluarkan oleh suami untuk calon istri guna memenuhi sebagian syarat sah akad pernikahan. Setelah akad pernikahan dinyatakan sah maka seorang suami memiliki hak atas istrinya berikut kewajibannya. Di antara hak yang sering diperbincangkan adalah hak pemenuhan kebutuhan hubungan seks, karenanya sebagian orang memandang pernikahan sebagai pintu untuk melakukan “monopoli seksual” terhadap istri atau suaminya.<br />Secara sosiologis mahar mengalami perluasan makna yaitu digunakan untuk menyebut “uang kehormatan” sebagai ganti pemberian barang-barang, mantra, suwu’ atau aji-aji yang memiliki kekuatan (daya linuih) bagi seseorang yang membutuhkan. Uang atau hadiah tersebut diberikan kepada pemberi benda atau azimat (yang biasanya dilakukan oleh orang pintar atau lainnya). Dalam konteks kemoderenan saat ini mahar dalam arti yang kedua ini tetap berlaku khususnya bagi masyarakat yang mempercayainya atau membutuhkannya.<br />Mahar dalam artian pertama sering dimaknai bersifat sakral dan berdimensi spiritual sebab dengan mahar yang menjadi sebagaian syarat sah aqad nikah tersebut seorang suami boleh melakukan hubungan seks dengan istri bahkan bernilai ibadah. Segala aktifitas baik komunikasi biologis maupun psikis bermakna ibadah karena hal tersebut dianjurkan oleh agama dalam lingkup pernikahan asal dilakukan secara sehat dan halal.<br />Dalam konteks kedua, mahar bisa dimaknai sebagai kapitalisasi nilai-nilai spiritual atau spritualisasi nilai-nilai kapitalis yang ada dalam masyarakat. Kontrak jual beli yang mestinya lazim dan dalam Islam dibahas dalam fiqh muamalah, disakralkan agar terkesan sebagai bagian dari pengamalan keagamaan jauh dari transaksi ekonomi. Padahal pada kenyataannya pemberian mahar tersebut merupakan transaksi ekonomi yang nyata karena telah disebutkan tarif sebelumnya.<br />Judul cerpen Evi ini bisa merujuk pada dua arti sekaligus yaitu menggambarkan cerita-cerita romantis dengan dinamika cinta yang sakral atau material, yang religius dan atau tendensius.<br /><br />Cinta tanpa Syarat<br />Cerpen-cerpen Evi Idawati memang menarik untuk dibaca, direnungkan, dan diperdebatkan. Enak dibaca, karena ketepatan memilih kata-kata yang mengalir. Walaupun kadang terjadi loncatan cerita tetapi tetap bisa ditarik garis cerita yang runtut. Perlu direnungkan, karena cerpen ini memberikan wacana baru tentang makna cinta yang terkadang dipuja bagaikan dewa dan si pecinta yang mabuk kepayang harus berani memilih dengan resiko yang tidak ringan. Mungkin sudah menjadi logika cinta yang sedemikian kuat menghujam kalbu diri seseorang.<br />Apakah cinta tidak mungkin dimanaj agar memiliki kesantunan dan harmoni yang tinggi ? sehingga percik-perciknya menambah nilai harmonitas yang diinginkan oleh semua insan ?. Itulah jalan cerita yang dipilih oleh Evi, sah dan tetap enak dibaca. Patut diperdebatkan karena dalam perspektif eksoteris Islam hal tersebut seringkali berbenturan dengan aturan legal-formal hukum. Bagaimana mungkin seorang Istri dengan sadar enggan melayani suami (untuk berhubungan seks) hanya karena ia sedang “gandrung kapirangun” alias tergila-gila dengan Tuhan. Bukankah dengan berhubungan seks yang sah semakin mendekatkan diri dengan tuhan dan tidak mungkin membuat Tuhan “cemburu” apalagi “cemburu buta” kemudian setiap percumbuan suami-istri menjadi penjauh insan dengan Kholiknya.<br />Dalam perspektif essoteris, percintaan “Aku cerita” dengan Tuhan mengesankan ada sesuatu yang dibuat-buat, tidak alami dan kurang mengesankan prilaku sufi, paling tidak menurut gambaran umum dalam kitab-kitab Islam klasik. Model kesufian yang ditunjukkan oleh penulis adalah model kesufian hati dan nalar tasawwuf amali berbarengan dengan prilaku wajar seorang pelajar atau mahasiswa perkotaan yang terbuka sebagaimana biasa.<br /><br />Karakter yang Mudah Jatuh Cinta<br />Bila didiskripsikan karakterisktik “Aku cerita” adalah seorang muslimah yang dilahirkan dalam keluarga muslim-tradisional dari daerah Demak, meskipun dibeberapa cerita ia terlahir dari keluarga abangan yang pergi merantau untuk studi di perguruan Tinggi Yogyakarta. Walaupun kemampuan keilmuan keislamannya pas-pasan ia seorang yang punya ghirah yang tinggi untuk mengaktualisasikan agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai seorang yang berpendidikan tinggi ia memiliki nalar yang tinggi, teguh dalam memegang prinsip hidup yang ia yakini, berani berbeda atau bahkan berlawanan dengan sikap kebanyakan orang, dan dalam pemahaman pemikiran keislamannya lebih skripturalis-literalis, serta -- yang tidak kalah pentingnya adalah -- sebuah sosok yang mudah jatuh cinta baik kepada Allah maupun kepada lelaki. Sebuah sikap yang memang memicu disharmoni dengan lingkungan sosialnya.<br />Memang cerpen berkepentingan untuk membuat cerita memiliki sisi kontroversi yang menjadi anti klimaks dari sebuah cerita, tetapi pemilihan karakter tokoh seperti di atas bukan tanpa alasan atau sebab. Alasan tertentu menunjukkan ada pesan dari penulis untuk pembaca. Sedangkan sebab tertentu mungkin di antaranya adalah karena penulis kurang memahami dunia tasawuf klasik yang dengan pemahamannya ia memiliki keterbatasan memahami bagaimana rasa cinta seseorang (dalam perspektif sufi) dibangun kemudian diungkapkan dalam ramuan kehidupan nyata. Apapun alasan dan sebab yang melatarbelakangi sebuah karya sastra tetap ia bisa diterima dan sah-sah saja.<br /><br />Tawaran Poligami demi Cinta<br />Maya (dalam judul Mahar hlm. 69-77) digambarkan sebagai seorang yang sedang terpana dengan api cinta membara kepada Tuhan, cinta yang tak tertahankan dan harus dilampiaskan dengan sendagurai dan bercengkrama dengan-Nya. Keharusan seperti ini menuntut Maya untuk meluangkan waktu yang cukup banyak untuk-Nya dalam kehidupan sehari-harinya sedang yang lain menjadi berkurang porsi karenanya. Maya melakukan refleksi untuk membuka tabir misteri cintanya dengan Tuhan dengan rasa cintanya pada suami dan anak-anaknya (untuk ketiga anaknya dan kondisi psikologis Baskoro sang suami tidak diceritakan dengan untuh).<br /> Karena pertimbangan cinta pada Tuhan ia merelakan untuk membagi cinta terhadap sang suami (yang amat dicintainya) untuk “dinikmati” bersama dengan Bella temannya. Sebuah tawaran pembagian hak cinta dengan poligami yang sulit diterima oleh kebanyakan perempuan. Secara psikologis membagi cinta seperti ini sulit ditawarkan oleh istri yang memiliki background kehidupan seperti Maya, yang bila boleh dikaitkan dengan sosok “Aku cerita” di atas, sulit rasanya hal itu terjadi.<br />Ia memiliki kawan bernama Bella yang tidak berjilbab dengan rambut tergerai sebatas pinggang, yang menjadi pilihan orang yang akan diajak “kerjasama” untuk menikmati cinta suami. Bella dengan diskripsi seperti sulit diterima bahwa ia akan menerima sebagai istri kedua apalagi jika secara geografis ia hidup di Jogjakarta atau Jawa tengah (Demak misalnya) dengan tradisi lokal dan pola hidup yang mungkin jauh dari sikap menerima ajaran poligami.<br />Bella menerima atau tidak, belum diceritakan oleh Evi. Mungkin karena pertimbangan bahwa cerpen yang harus habis terbaca dengan sekali duduk. Tetapi tanpa kelanjutan reaksi Bella bisa menyisakan pesan yang kurang tuntas dan kontroversial bagi pembaca. Atau memang hal itu disengaja oleh penulis agar pembaca membuat fantasi tersendiri dari kondisi psikologis Bella dan kontrak percintaan ini. Cinta bisa berjalan wajar, menentramkan, dan membahagiakan jika ia mampu menerimanya sebagai irama konstruktif cinta yang ada pada dirinya.<br /><br />Hubungan Seks Suami-Istri: Media Manunggaling Kawulo-Gusti<br />Dalam dunia tasawwuf , Muhyiddin Ibn ‘Arabi (w. 638 H.) -- seperti dikemukakan oleh Said Aqiel Siradj (1999: 12) dalam Islam Kebangsaan: Fiqh Demokratik Kaum Santri— menyebutkan, bahwa kecintaan laki-laki terhadap perempuan (atau perempuan terhadap laki-laki dalam cerita Evi) merupakan simbul dari kecintaan terhadap Tuhan. Esensi cintanya hanya untuk Tuhan (al-Haqq), yang dalam tajalli-Nya dia eksis. Ibnu Arabi berpendapat bahwa tatkala laki-laki mencintai perempuan dia mencari kesatuan. Kesatuan itu terkonfigurasi dalam bentuk perkawinan (jima’ atau persetubuhan). Dengan persetubuhan terjadi penyatuan rasa antara suami dan istri, sebagaimana wushulnya manusia dengan Tuhan untuk itu setelah bersetubuh diwajibkan mandi (besar, janabah) sebagai sarana mengembalikan kesatuan manusia dengan Tuhan, sebab saat menyatu dengan istri (atau suaminya) manusia telah mengalihkan penyatuan universalnya dengan Tuhan. Bagi Ibnu Arabi tanpa pengalaman persetubuhan mustahil manusia mampu wushul dengan Tuhan. Dengan demikian jenis kelamin lain bagi seseorang merupakan media untuk penyatuan diri kepada Tuhan (wahdatul wujud atau manunggaling kawulo-gusti) karena ia dibutuhkan untuk mengaktualisasikan cintanya dengan Tuhan. Seseorang memang bisa meluapkan cintanya kepada Tuhan tanpa harus merasakan cinta dengan sesama tetapi hal demikian cukup berat apalagi bagi Maya.<br />Dalam cerita, Maya lebih mengedepankan rasa cintanya kepada Tuhan dengan berusaha melepaskan diri dari hubungan seks suami-istri. Padahal pendapat Ibnu Arabi di atas bagi masyarakat Jawa sudah dipahami dan mentradisi bahwa dalam keyakinan (agamanya) istri diwajibkan untuk “melayani” suami. Jika Maya adalah seorang santri, dalam kitab Uqudul Lujjain yang populer di kalangan Muslim desa, juga telah dijelaskan bahwa betapa mulianya istri yang mampu membuat suami bahagia dan salah satu medianya adalah lewat pelayan seks yang memuaskan. Kenikmatan hubungan seks seperti ini memiliki nilai ritual dan bahkan preambul (forepaly)-nya saja bernilai ibadah dengan pahala besar.<br />Pemahaman fiqh seperti ini telah tersebar luas di masyarakat. Pertanyaannya apakah penulis hendak menawarkan wacana baru bahwa kecintaan kepada Tuhan melebihi dari kenikmatan seks yang sah padahal seks yang sah dan sehat mampu menghantarkannya untuk menuju Tuhan ?.<br />Sebuah cerita yang misterius tetapi bisa riil juga. Bagi suami yang memiliki istri seperti Maya alangkah bingungnya ia memahami pola fikir seperti ini atau mungkin sebaliknya alangkah senangnya sang suami karena cintanya terhadap makhluk Tuhan (perempuan) bisa tersalur dengan beberapa fasilitas perempuan-perempuan yang sah dengan poligami dan mendapat restu istri tercinta, padahal restu istri seperti yang dilakukan Maya ini masih langka di dunia ini.<br />Cinta kepada Tuhan yang demikian ini, bisa memperkering hubungan cinta suami-istri dan menimbulkan masalah baru bagi keluarga. Hal demikian paling tidak disebabkan oleh kurangnya pemahan mayoritas kita tentang dasar filosofi cinta yang sakral dan menjadi hak siapa saja atau apapun juga. Cinta merupakan menifestasi nilai asma’ Tuhan yang mulia dan akan selalu mulia jika tidak dikotori oleh niat-niat dan aktifitas jahat seseorang. Cinta adalah hak prerogratif Allah yang akan dikaruniakan kepada siapa atau apa. Cinta di atas kemampuan manusia (fauqa mustatha’ al-insan). Hanya Allah sajalah yang dapat menghapus rasa cinta atau mengalihkannya pada yang lain. Pemahaman cinta seperti ini kurang dipahami oleh banyak kalangan dan kemungkinan oleh Bella dalam cerita Evi.<br /><br />Tawaran Cinta Alternatif<br />Cerpen Evi memang menggelitik orang untuk membaca dan menerawang dalam lamunan cinta membara yang mengalir deras menembus batas dan membuat pembaca penasaran karena daya kontroversinya atau karena cerita ini ini sengaja dipotong agar membuat pembaca penasaran atau meneruskan ceritanya sendiri-sendiri sesuai imajinasinya masing-masing.<br />Cerpen-cerpen Evi Idawati dalam Mahar paling tidak mampu membuat tawaran baru tentang arus lalu lintas cinta yang secara vertikal yang beragam juga secara horisontal juga memiliki jalur lalu-lintas percintaan juga berbeda-beda. Cinta bercabang adalah realitas kehidupan yang mestinya juga tetap diharapkan membuahkan nilai positif bagi pelaku cinta. Tetapi banyak ditemukan fenomena negatif akibat cinta ini di samping yang positif. Evi menawarkan sebuah kisah cinta yang beragam itu sebagai i’tibar bagi pembaca.<br />Cinta bukan sekedar formalitas dengan kemasan indah di luarnya tetapi yang terpenting adalah nilai hakekat yang terjaga dalam hati sanubari pemiliknya sehingga tidak memunculkan efek-efek samping yang meresahkan dan menyakitkan. Tetapi bisakah kita memahamkan semua orang agar ia memahami bahasa cinta kita ?. Jika kita sibuk dengan orang lain apakah ia paham terhadap sosok cinta kita atau tidak betapa lama kita harus menerjemahkan dan menyewa “ahli tafsir cinta” untuk menceramahi tentang cinta ke setiap orang yang kita jumpai ?. Untuk apa berfikir panjang tentang itu, toh cinta itu perlu dirasakan dengan bahasanya sendiri, jika kita memiliki niat yang tulus karena-Nya pasti yang lain akan menerimanya. Itulah keadilan cinta yang mungkin sulit dipahami oleh selain pelaku cinta itu sendiri.<br />Purwokerto, 29 September 2003<br /><a title="" style="mso-endnote-id: edn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ednref1" name="_edn1">[i]</a> Pernah dimuat di Majalah Fadlilah YogyakartaUnknownnoreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-7639242564056879052008-03-09T23:32:00.000-07:002008-03-09T23:33:44.224-07:00RANCANGAN AWAL KURIKULUM STIQ ANNUR BANTULRENCANA I KURIKULUM<br />SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ANNUR<br />BANTUL YOGYAKARTA<br /><br />JURUSAN TARBIYAH<br /><br />A. PROGRAM STUDI PAI<br /><br />I. MATA KULIAH UMUM (MKU)<br /><br />NO<br />KODE<br />MATA KULIAH<br />MUATAN<br />BOBOT SKS<br />1.<br />2.<br />3.<br />4.<br />5.<br />6.<br />7.<br />8.<br />9.<br /><br />STA-101<br />STA-102<br />STA-103<br />STA-104<br />STA-105<br />STA-106<br />STA-107<br />STA-108<br />STA-109<br /><br />Pancasila<br />Kewiraan<br />Bahasa Inggris<br />Bahasa Arab<br />Bahasa Indonesia<br />IAD dan IBDN<br />Metodologi Studi Islam<br />Studi Quran Kontemporer ?<br />Bahasa dan Komunikasi ?<br />N<br />N<br />N + L<br />N + L<br />N<br />N<br />N<br />L<br />L<br />2<br />2<br />8<br />8<br />2<br />3<br />3<br />2<br />2<br /><br /><br /><br /><br />32<br /><br />II. MATA KULIAH DASAR KEAHLIAN (MKDK)<br /><br /><br />NO<br />KODE<br />MATA KULIAH<br />MUATAN<br />BOBOT SKS<br />10.<br />11.<br />12.<br />13<br />14<br />15<br />16<br />17<br />18<br />19<br />20<br />21<br />22<br />23<br />24<br /><br />STA-201<br />STA-202<br />STA-203<br />STA-204<br />STA-205<br />STA-206<br />STA-207<br />STA-301<br />STA-302<br />STA-303 STA-201 TAR-402 TAR-411 TAR-403 TAR-406<br />Ushul Fiqh<br />Ulumul Hadits<br />Ulumul Qur’an<br />Ilmu Kalam<br />Ilmu Taswwuf<br />Filsafat Umum<br />Metode Penelitian<br />Fiqh<br />Hadits<br />Tafsir<br />Sejarah dan Peradaban Islam<br />Psikologi Umum<br />Psikologi Agama<br />Filsafat Pendidikan<br />Administrasi Pendidikan<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />L<br />L<br />L<br />L<br />3<br />3<br />2<br />2<br />2<br />3<br />3<br />3<br />3<br />3<br />3<br />2<br />2<br />2<br />2<br /><br /><br /><br /><br />38<br /><br />III. MATA KULIAH KEAHLIAN (MKK)<br /><br /><br />NO<br />KODE<br />MATA KULIAH<br />MUATAN<br />BOBOT SKS<br />25<br />26<br />27.<br />28<br />29<br />30<br />31<br />32<br />33<br />34<br />35<br />36<br />37<br />38<br />39<br />40<br />41<br />42<br />43<br />44<br />45<br />46<br />47<br />48<br />49<br />50<br />51<br />52<br />53<br />54<br />55<br />56<br />TAR-401<br />PAI-501<br />PAI-502<br />PAI-503<br />PAI-504<br />PAI-505<br />PAI-506<br />PAI-601<br />TAR-601<br />PAI-404<br />PAI-405<br />PAI-406<br />PAI-407<br />PAI-408<br />PAI-409<br />PAI-602<br />PAI-603<br />PAI-604<br />PAI-605<br />PAI-606<br />PAI-607<br />PAI-608<br />PAI-609<br />TAR-412 TAR-413 TAR-414 PAI-610<br />PAI-611<br />TAR-415 TAR-416 TAR-417<br />STA-110<br />Ilmu Pendidikan<br />Ilmu Jiwa Belajar PAI<br />Perencanaan Sistem PAI<br />Pengembangan Kurikulum PAI<br />Materi Pend. Agama Islam<br />Statistik<br />Pengemb. Sistem Evaluasi PAI<br />Praktik Mengajar<br />Skripsi<br />Filsafat Pendidikan Islam<br />Ilmu Pendidikan Islam<br />Perencanaan Pengajaran<br />Strategi Belajar & Mengajar<br />Bimbingan & Penyuluhan<br />PPMDI (ELK)<br />Tafsir Ayat Tarbawi<br />Hadits Tarbawi<br />Masail Fiqh al-Haditsah<br />Qira’atul kutub<br />Filsafat Islam<br />Metode Pengajaran Agama Islam<br />Kapita Selekta PI (ELK)<br />Sej. Pendd. Islam di Indonesia<br />Psikologi Perkembangan (ELK)<br />Teknologi Pendd. (ELK)<br />Sosiologi Pend. Islam (ELK)<br />Qawaidul Fiqhiyah (ELK)<br />Tarikh Tasyri’ (ELK)<br />Ilmu Komunikasi (ELK)<br />Ilmu Managemen (ELK)<br />Teori dan Praktik Komputer<br />Kuliah Kerja Nyata<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br /><br />3<br />3<br />3<br />3<br />5<br />3<br />3<br />4<br />6<br />2<br />2<br />2<br />2<br />2<br />2<br />3<br />3<br />2<br />3<br />2<br />2<br />2<br />2<br />2<br />2<br />2<br />2<br />2<br />2<br />2<br />2<br />4<br /><br /><br /><br />Jumlah<br />84<br /><br />KETERANGAN :<br />1. Bertanda (ELK) = Mata Kuliah Eleksi berjumlah 10 mata kuliah dengan bobot 20 sks<br />2. Mahasiswa hanya diberi beban memilih 5 mata kuliah atau 10 sks.<br /><br /><br /><br />B. PROGRAM STUDI PBA<br /><br />MATA KULIAH UMUM (MKU)<br /><br />NO<br />KODE<br />MATA KULIAH<br />MUATAN<br />BOBOT SKS<br />1.<br />2.<br />3.<br />4.<br />5.<br />6.<br />7.<br />8.<br />9.<br /><br />STA-101<br />STA-102<br />STA-103<br />STA-104<br />STA-105<br />STA-106<br />STA-107<br />STA-108<br />STA-109<br /><br />Pancasila<br />Kewiraan<br />Bahasa Inggris<br />Bahasa Arab<br />Bahasa Indonesia<br />IAD dan IBDN<br />Metodologi Studi Islam<br />Studi Qur’an Kontempore ?<br />Bahasa dan Komunikasi ?<br />N<br />N<br />N + L<br />N + L<br />N<br />N<br />N<br />L<br />L<br />2<br />2<br />8<br />8<br />2<br />3<br />3<br />2<br />2<br /><br /><br /><br /><br />32<br /><br />II. MATA KULIAH DASAR KEAHLIAN (MKDK)<br /><br /><br />NO<br />KODE<br />MATA KULIAH<br />MUATAN<br />BOBOT SKS<br />10.<br />11.<br />12.<br />13<br />14<br />15<br />16<br />17<br />18<br />19<br />20<br />21<br />22<br />23<br />24<br /><br />STA-201<br />STA-202<br />STA-203<br />STA-204<br />STA-205<br />STA-206<br />STA-207<br />STA-301<br />STA-302<br />STA-303 STA-201 TAR-402 TAR-411 TAR-403 TAR-406<br />Ushul Fiqh<br />Ulumul Hadits<br />Ulumul Qur’an<br />Ilmu Kalam<br />Ilmu Tasawwuf<br />Filsafat Umum<br />Metode Penelitian<br />Fiqh<br />Hadits<br />Tafsir<br />Sejarah dan Peradaban Islam<br />Psikologi Umum<br />Psikologi Agama<br />Filsafat Pendidikan<br />Administrasi Pendidikan<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />L<br />L<br />L<br />L<br />3<br />3<br />2<br />2<br />2<br />3<br />3<br />3<br />3<br />3<br />3<br />2<br />2<br />2<br />2<br /><br /><br /><br /><br />38<br /><br /><br />III. MATA KULIAH KEAHLIAN (MKK)<br /><br /><br />NO<br />KODE<br />MATA KULIAH<br />MUATAN<br />BOBOT SKS<br />25<br />26<br />27.<br />28<br />29<br />30<br />31<br />32<br />33<br />34<br />35<br />36<br />37<br />38<br />39<br />40<br />41<br />42<br />43<br />44<br />45<br />46<br />47<br />48<br />49<br />50<br />51<br />52<br />53<br />54<br />55<br /><br />TAR-401<br />PBA-501<br />PBA-502<br />PBA-503<br />PBA-504<br />PBA-505<br />PBA-506<br />PBA-507<br />PBA-601<br />TAR-601<br />PBA-412<br />PBA-500<br />PBA-408<br />PBA-409<br />PBA-410<br />PBA-602<br />PBA-603<br />PBA-604<br />PBA-605<br />PBA-606<br />PBA-607<br />PBA-608<br />PBA-609<br />PBA-610 TAR-412 TAR-413 TAR-414<br />TAR-415<br />TAR-416 TAR-417<br />STA-113<br />Ilmu Pendidikan<br />Ilmu Jiwa Belajar (BHS)<br />Perencanaan Sistem Pengaj. Bhs.<br />Pengemb. Kurikulum bhs.Arab<br />Metode Pengajaran Bahasa<br />Qawaid/Nahwu<br />Sharaf<br />Linguistik<br />Praktik Mengajar<br />Skripsi<br />Evaluasi Pendidikan<br />Statistik Pendidikan<br />Strategi Belajar & Mengajar<br />Bimbingan & Penyuluhan<br />PPMDI (ELK)<br />Balaghah<br />Muhadatsah<br />Muthala’ah<br />Insya’<br />Tarjamah<br />Telaah Kurikulum B. Arab (ELK)<br />Media Pengaj. Bhs. Arab (ELK)<br />Seminar Bahasa Arab (ELK)<br />Fiqhul Lughah (ELK)<br />Psikologi Perkembangan (ELK)<br />Teknologi Pendidikan (ELK)<br />Sosiologi Pend. Islam (ELK)<br />Ilmu Komunikasi (ELK)<br />Ilmu Manajemen (ELK)<br />Teori dan Praktik Komputer<br />Kuliah Kerja Nyata<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N + L<br />N<br />N<br />N<br />N<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />N<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />N<br /><br />3<br />3<br />3<br />3<br />3<br />3<br />3<br />3<br />4<br />6<br />2<br />2<br />2<br />2<br />2<br />2<br />2<br />4<br />2<br />3<br />2<br />2<br />2<br />2<br />2<br />2<br />2<br />2<br />2<br />2<br />4<br /><br /><br /><br />Jumlah<br />84<br /><br />KETERANGAN :<br />Bertanda (ELK) = Mata Kuliah Eleksi berjumlah 10 mata kuliah dengan bobot 20 sks<br />Mahasiswa hanya diberi beban memilih 5 mata kuliah atau 10 sks.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />JURUSAN SYARIAH<br /><br />C. PROGRAM STUDI AS<br /><br />IV. MATA KULIAH UMUM (MKU)<br /><br />NO<br />KODE<br />MATA KULIAH<br />MUATAN<br />BOBOT SKS<br />1.<br />2.<br />3.<br />4.<br />5.<br />6.<br />7.<br />8.<br />9.<br /><br />STA-101<br />STA-102<br />STA-103<br />STA-104<br />STA-105<br />STA-106<br />STA-107<br />STA-108<br />STA-109<br /><br />Pancasila<br />Kewiraan<br />Bahasa Inggris<br />Bahasa Arab<br />Bahasa Indonesia<br />IAD dan IBDN<br />Metodologi Studi Islam<br />Studi Qur’an Kontemporer ?<br />Bahasa dan Komunikasi ?<br />N<br />N<br />N + L<br />N + L<br />N<br />N<br />N<br />L<br />L<br />2<br />2<br />8<br />8<br />2<br />3<br />3<br />2<br />2<br /><br /><br /><br /><br />32<br /><br />V. MATA KULIAH DASAR KEAHLIAN (MKDK)<br /><br /><br />NO<br />KODE<br />MATA KULIAH<br />MUATAN<br />BOBOT SKS<br />10.<br />11.<br />12.<br />13<br />14<br />15<br />16<br />17<br />18<br />19<br />20<br />21<br />22<br />23<br />24<br /><br />STA-201<br />STA-202<br />STA-203<br />STA-204<br />STA-205<br />STA-206<br />STA-207<br />STA-301<br />STA-302<br />STA-303 STA-201<br />SYA-701<br />SYA-702<br />SYA-703<br />SYA-704<br /><br />Ushul Fiqh<br />Ulumul Hadits<br />Ulumul Qur’an<br />Ilmu Kalam<br />Ilmu Taswwuf<br />Filsafat Umum<br />Metode Penelitian<br />Fiqh<br />Hadits<br />Tafsir<br />Sejarah dan Peradaban Islam<br />Tarikh Tasyri’<br />Qawa’idul Fiqhiyah<br />Filsafat Hukum Islam<br />Sosiologi Hukum<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />L<br />L<br />L<br />L<br />3<br />3<br />2<br />2<br />2<br />3<br />3<br />3<br />3<br />3<br />3<br />2<br />3<br />2<br />2<br /><br /><br /><br /><br />38<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />VI. MATA KULIAH KEAHLIAN (MKK)<br /><br /><br />NO<br />KODE MK.<br />MATA KULIAH<br />MUATAN<br />BOBOT SKS<br />25<br />26<br />27.<br />28<br />29<br />30<br />31<br />32<br />33<br />34<br />35<br />36<br />37<br />38<br />39<br />40<br />41<br />42<br />43<br />44<br />45<br />46<br />47<br />48<br />49<br />50<br /><br />SYA-401<br />SYA-501<br />SYA-502<br />SYA-503<br />SYA-504<br />AHS-505<br />AHS-506<br />AHS-601<br />SYA-601<br />SYA-705<br />SYA-706<br />SYA-707<br />SYA-708<br />AHS-706<br />AHS-407<br />AHS-408<br />AHS-409<br />AHS-602<br />AHS-603<br />AHS-604<br />AHS-605<br />AHS-606<br />AHS-607<br />SYA-608<br />SYA-609<br />STA-412<br />Ilmu Tafsir<br />Tafsir Ahkam<br />Hadis Ahkam<br />Ushul Fiqh<br />Ilmu Hukum<br />Hukum Perdata Islam di Indonesia<br />Peradilan di Indonesia<br />Hukum Acara<br />Skripsi<br />Hukum Perdata<br />Ilmu Falak<br />PPHIM<br />Kajian Kitab<br />Muqaranatul Madzahib fil Ushul<br />Fiqh Mawaris<br />Fiqh Munakahat I, II<br />Masailul Fiqhiyah<br />Asas Hukum Pidana Islam<br />Hukum Adat<br />Hukum Acara Peradilan Agama<br />Praktik Peradilan<br />Fiqh Siyasah<br />Fiqh Muamalah<br />Kewirausahaan ?<br />Komputer ?<br />KKN<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br /><br />3<br />3<br />3<br />3<br />5<br />3<br />3<br />4<br />6<br />2<br />2<br />3<br />2<br />3<br />3<br />4<br />3<br />2<br />2<br />4<br />3<br />2<br />3<br />3<br />2<br />4<br /><br /><br /><br />Jumlah<br /><br /><br />KETERANGAN :<br />1. Bertanda (ELK) = Mata Kuliah Eleksi berjumlah 10 mata kuliah dengan bobot 20 sks<br />2. Mahasiswa hanya diberi beban memilih 5 mata kuliah atau 10 sks.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />D. PROGRAM STUDI MUA<br /><br />MATA KULIAH UMUM (MKU)<br /><br />NO<br />KODE<br />MATA KULIAH<br />MUATAN<br />BOBOT SKS<br />1.<br />2.<br />3.<br />4.<br />5.<br />6.<br />7.<br />8.<br />9.<br /><br />STA-101<br />STA-102<br />STA-103<br />STA-104<br />STA-105<br />STA-106<br />STA-107<br />STA-108<br />STA-109<br /><br />Pancasila<br />Kewiraan<br />Bahasa Inggris<br />Bahasa Arab<br />Bahasa Indonesia<br />IAD dan IBDN<br />Metodologi Studi Islam<br />Studi Qur’an Kontemporer ?<br />Bahasa dan Komunikasi ?<br />N<br />N<br />N + L<br />N + L<br />N<br />N<br />N<br />L<br />L<br />2<br />2<br />8<br />8<br />2<br />3<br />3<br />2<br />2<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />II. MATA KULIAH DASAR KEAHLIAN (MKDK)<br /><br /><br />NO<br />KODE<br />MATA KULIAH<br />MUATAN<br />BOBOT SKS<br />10.<br />11.<br />12.<br />13<br />14<br />15<br />16<br />17<br />18<br />19<br />20<br />21<br />22<br />23<br />24<br /><br />STA-201<br />STA-202<br />STA-203<br />STA-204<br />STA-205<br />STA-206<br />STA-207<br />STA-301<br />STA-302<br />STA-303 STA-201<br />Ushul Fiqh<br />Ulumul Hadits<br />Ulumul Qur’an<br />Ilmu Kalam<br />Ilmu Taswwuf<br />Filsafat Umum<br />Metode Penelitian<br />Fiqh<br />Hadits<br />Tafsir<br />Sejarah dan Peradaban Islam<br />Filsafat Islam<br />Tarihk Tasyri’<br />Qawa’idul Fiqhiyah<br />Filsafat Hukum Islam<br /><br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />L<br />L<br />L<br />L<br />3<br />3<br />2<br />2<br />2<br />3<br />3<br />3<br />3<br />3<br />3<br />2<br />2<br />3<br />2<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />III. MATA KULIAH KEAHLIAN (MKK)<br /><br /><br />NO<br />KODE<br />MATA KULIAH<br />MUATAN<br />BOBOT SKS<br />25<br />26<br />27.<br />28<br />29<br />30<br />31<br />32<br />33<br />34<br />35<br />36<br />37<br />38<br />39<br />40<br />41<br />42<br />43<br />44<br />45<br />46<br />47<br />48<br />49<br />50<br />51<br />52<br />53<br />54<br /><br />SYA-401<br />SYA-501<br />SYA-502<br />SYA-503<br />SYA-504<br />MUA-501<br />MUA-502<br />MUA-503<br />MUA-504<br />SYA-601<br /><br /><br />Ilmu Tafsir<br />Tafsir Ahkam<br />Hadis Ahkam<br />Ushul Fiqh<br />Ilmu Hukum<br />Fiqh Muamalah<br />Ilmu Ekonomi dan Perbankkan<br />Lembaga-lembaga Perek. Umat<br />Metodologi Penelitian Muamalah<br />Skripsi<br />Sosiologi Hukum<br />Hukum Perdata<br />Ilmu Falak<br />PPHIM<br />Kajian Kitab<br />Fiqh Mu’amalah II<br />Muqaranatul Madzahib<br />Hukum Dagang<br />Hukum Perbur. /Ketenagakerjaan<br />Hukum Pernahan Nasional<br />Peradilan Di Indonesia<br />Hukum Acara<br />Hukum Acara Peradilan Agama<br />Praktik Peradilan<br />Fiqh Siyasah*<br />Fiqh Jinayah*<br />Fiqh Munakahat dan Mawaris *<br />Managemen Perbankkan<br />Komputer *<br />KKN<br /><br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />N<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br />N<br />L<br />L<br />L<br />L<br />L<br /><br />3<br />3<br />3<br />3<br />3<br />3<br />3<br />3<br />3<br />6<br />2<br />2<br />3<br />2<br />3<br />3<br />3<br />2<br />2<br />2<br />2<br />2<br />3<br />3<br />2<br />2<br />3<br />3<br />2<br />4<br /><br /><br /><br />JUMLAHUnknownnoreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-29024493745294870082008-03-09T23:31:00.002-07:002012-04-09T22:03:57.819-07:00Dasar Pemikiran Pengembangan Kurikulum STIQ An-NurDASAR PEMIKIRAN PENGEMBANGAN<br />KURIKULUM STAI AN-NUR YOGYAKARTA TAHUN 2001 <a title="" style="mso-endnote-id: edn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_edn1" name="_ednref1">[i]</a><br />Oleh. Dr. H. Muhammad Roqib, M.Ag.<a title="" style="mso-endnote-id: edn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_edn2" name="_ednref2">[ii]</a><br /><br />I. PENGANTAR<br />Beberapa hal di bawah merupakan dasar pemikiran yang masih sangat awal dalam perencanaan sebuah kurikulum yang matang. Apalagi kurikulkum dimaksud untuk PT. yang baru akan didirikan dan belum ada kejelasan PIP (pola Ilmiah Pokok) juga belum jelas pula apa yang dibutuhkan oleh lingkungan masyarakatnya. Hal ini membutuhkan kajian dan penelitian serta studi banding sebelumnya agar konsep kurikulum ini menjadi matang dan bisa dipertanggungjawabkan.<br />Selanjutnya saya lampirkan konsep/rencana kurikulum STAI An-Nur sambil meraba-raba karena masih gelapnya pengetahuan saya dan belum jelas pula visi-misi dari PT. Yang akan didirikan ini. Oleh karenanya sebelumnya saya mohon maaf jika tulisan ini terkesan apa adanya.<br />Sebagai perbadingan perencanaan dan pengembangan kurikulum lokal IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta dilakukan dengan sepuluh kali pertemuan oleh Tim Khusus.<br /><br />II. DASAR KONSTITUSIONAL<br />Berdasarkan UU nomor 2 tahun 1989 tentang Sisterm Pendidikan Nasional dan PP. No. 30 tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi, Menteri Agama RI menerbitkan Surat Keputusan No. 383 tahun 1997 tanggal 30 Juni 1997 tentang penetapan Kurikulum Nasional Program Sarjana (S-1) IAIN dan STAIN.<br />Dalam SK tersebut ditetapkan bahwa untuk menyelesaikan Program Sarjana (S-1) diperlukan 144 sks, terdiri atas 87 sks dari Kurnas (Kurikulum Nasional) dan 57 sks dari Kurlok (Kurikulum Lokal).<br /><br />III. DASAR SOSIOLOGIS<br />Kurikulum Lokal ditetapkan oleh masing-masing pimpinan IAIN/STAIN/PTAS dengan memperhatikan Pola Ilmiah Pokok masing-masing PT serta kebutuhan lingkungan masyarakat.<br />IV. DASAR PSIKOLOGIS<br />Setiap manusia termasuk mahasiswa memiliki keterbatasan akal (IQ), rasa (emosi/EQ) dan daya spiritual (SQ) karenanya kurikulum harus mempertimbangkan kemampuan mahasiswa secara individual maupun kolektif.<br /><br />V. TUJUAN AKADEMIS<br />Kurikulum ditetapkan dengan tujuan untuk menyiapkan SDM Muslim yang berahlak mulia, menguasai ilmu dan ilmu agama Islam secara mendalam, ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan nasional, dan mampu menjawab tuntutan perubahan masyarakat dan tantangan zaman yang terjadi dengan meningkatkan fungsi-fungsi sosialisasi yang resposif terhadap lingkungan.<br />VI. KURIKULER LOKAL<br />Dalam pengembangan 57 sks Kurlok sifat mata kuliah dibagi menjadi tiga : a) remedial, b) pengayaan, dan c) spesifik.<br /><br />VII. LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN KURIKULUM:<br />a. Pembentukan panitia yang terdiri dari panitia inti dan panitia seksi (jurusan Tarbiyah PAI-PBA, dan jurusan Syariah AS-MUA).<br />b. Panitia (bersama pengelola) melakukan studi banding ke PT. Lain.<br />c. Panitia yang menerima amanah (job discription) secara formal-struktural tersebut memiliki tugas dan wewenang untuk merencanakan visi-misi dan program-program yang progresif dan jelas.<br />d. Penetapan Pola Ilmiah Pokok (PIP) dan kebutuhan lingkungan masyarakat (meliputi masyarakat santri, masyarakat Bantul dan Jogjakarta, masyarakat pemakai baik lembaga pendidikan maupun lembaga pemerintah dan swasta).<br />e. Melakukan klasifikasi mata kuliah berdasarkan pada visi-misi tersebut.<br />f. Menyusun inti kurikulum lokal pada masing-masing jurusan dan program studi dan mengintegrasikan dengan kurnas ke dalam MKU.MKDK serta MKK,pemberian nomor kode, nomor mata kuliah.<br />g. Membuat konsep penyebaran mata kuliah untuk setiap semester.<br />h. Membuat konsep silabi<br />VIII. STRUKTUR KURIKULUM<br />a. Mata Kuliah Umum (MKU) diberlakukan untuk seluruh mahasiswa STAI AN-NUR (Kurlok sebesar 5 sks)<br />b. Mata Kuliah Dasar Keahlian (MKDK) diberlakukan untuk mahasiswa Jurusan dengan tidak melihat perbedaan program studi.<br />c. Mata Kuliah Keahlian (MKK) diberlakukan untuk mahasiswa program studi tertentu pada jurusan tertentu pula (kurlok sebesar 62 dengan rincian 42 sks mata kuliah wajib dan 20 sks merupakan mata kuliah pilihan).<br /><br />IX. BEBERAPA KETENTUAN TEKNIS<br />a. MKU sama untuk seluruh jurusan.<br />b. MKU ditambah 2 mata kuliah kurlok yaitu :<br /> i. Studi Qur’an Kontemporer<br /> ii. Bahasa dan Komunikasi<br />c. Kurlok 57 sks terdiri dari 47 sks kurlok paket dan 10 sks kurlok pilihan (jurusan menyediakan 20 sks pilihan sehingga kurlok keseluruhan berjumlah 67 sks).<br />d. Topik inti per : 1 sks = 7 butir, 2 sks = 14 dan 3 sks = 21 butir.<br />e. Transliterasi Bahasa Arab ke Bahasa Latin menggunakan SK Menag no. 158 tahun 1987 dan Mendikbud No. 043 B/U tahun 1987.<br />f. Literatur terdiri atas 4 buah buku wajib.<br />g. Semester I mahasiswa diperkenankan mengambil maksimal 19 sks.<br /><a title="" style="mso-endnote-id: edn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ednref1" name="_edn1">[i]</a> Gagasan Awal pendirian Perguruan Tinggi AN-NUR Ngrukem Bantul Yogyakarta. Sekarang telah berdiri menjadi Sekolah Tinggi Ilmu al-Qur’an (STIQ) AN-NUR.<br /><a title="" style="mso-endnote-id: edn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ednref2" name="_edn2">[ii]</a> Dr. H. Moh. Roqib, M.Ag. saat itu ikut membidani kelahiran STIQ dan direncanakan menjadi Pembantu Ketua I. Tetapi karena pada bulan Juli 2002 dilantik menjadi Pembantu Ketua I STAIN Purwokerto ia mengundurkan diri dan pindah ke Purwokerto. Ia adalah Dosen Jurusan Tarbiyah, Direktur Program Pascasarjana STAIN Purwokerto, <span style="text-decoration: underline;">dan Pengasuh Pesantren Mahasiswa (Pesma) An Najah Purwokerto.<br /><br /></span><a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref3" name="_ftn3"></a>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-83444619581094822102008-03-09T23:26:00.002-07:002012-04-09T22:04:52.896-07:00Benang Ruwet Kebudayaan BanyumasIKUT MENGURAI BENANG RUWET<br />KEBUDAYAAN DI BANYUMAS<br />Oleh. Dr. H. Moh. Roqib, M.Ag<br /><br /><br /><br />Membincang kondisi kebudayaan Banyumas memang manarik. Kontroversi di seputar kebudayaan Banyumas ini menggelitik saya nimbrung untuk urun rembug. Upaya pengembangan seni dan budaya membutuhkan rasa cinta kepada kebudayaan. Dinas terkait harus merasakan bahwa tugas pengembangan kebudayaan adalah tugas kemanusiaan yang menyenangkan. Apabila pimpinan dinas kebudayaan dan yang terkait melaksanakan program pada sebatas formalitas jabatan yang melekat maka program tersebut kurang menyentuh dan berkualitas rendah. Sebab, setiap kerja yang dimtivasi hanya untuk formalitas tugas kerja saja sering kali mengorbankan kualitas.<br />Saya awali dari pertanyaan siapa yang bertanggunggjawab terhadap perkembangan kebudayaan dan sastra di Banyumas. Setiap individu yang menginginkan kemanusiaan lestari di bumi persada niscaya akan merasa bertanggungjawab terhadap pengembangan kebudayaannya. Kebudayaan lokal yang mewarnai dan menjadi bagian integral dari budaya bangsa dan budaya dunia. Akan tetapi dalam perspektif sosiologis setiap tanggungjawab yang diamanahkan pada setiap orang maka sama saja amanah tersebut tidak diberikan pada siapapun juga. Untuk itu harus didakati lewat secara organisatoris yaitu wilayah formal yang secara struktural memiliki kewajiban untuk melakukan pengembangan tersebut seperti Dewan Kesenia Banyumas dan lembaga pemerintah terkait. Adapun secara kultural pengembangan kebudayaan menjadi tanggungjawab budayawan dan pemerhati sastra tanpa terkecuali.<br />Pengusus DKB seyogyanya memeliki kultural manajerial pengembangan suatu organisasi atau lembaga. “aktor” harus memiliki karakter progresif-kreatif-inovatif. Karakter tersebut diaplikasikan secara demokratis dengan melibatkan orang-orang yang memiliki karakter serupa serta jama’ah lain agar memiliki peran dan keterlibatan untuk lembaga. Sikap seperti ini harus diimbangi dengan kecintaan terhadap ilmu dan orang lain agar progresifitas berkembang sehat dan kebersamaan selalu tumbuh.<br />Mengaplikasikan manajemen dalam melaksanakan tugas ini diakui penting karena dalam manajemen ada proses perencanaan, pengorganisasian, dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Aktor harus mampu memberikan pengarahan dan fasilitas kerja kepada “partner” agar mereka kooperatif dengan kita menuju cita-cita dan tujuan lembaga atau masjid kita.<br />Dalam dua perspektif tersebut Perguruan Tinggi (PT) memiliki dua tanggungjawab sekaligus yaitu tanggungjawab formal dan kultural. Tanggungjawab formal disebabkan secara formal ia telah “berani” membuka program Bahasa dan Sastra Indonesia dan atau memasukkan Bahasa Indonesia dan atau Kebudayaan Lokal sebagai bagian dari kurikulumnya. Pembukaan Program dan Mata Kuliah tersebut harus dimaknai bahwa PT telah memproklamasikan pada dunia maya pada bahwa institusinya secara akademik memiliki tanggungjawab untuk mengembangkan sastra dan kebudayaan Indonesia pada umumnya. Untuk kasus PT yang belum membuka program bahasa dan Sastra Indonesia juga memiliki tanggungjawab meskipun secara akademis tidak sebesar PT yang membuka program Bahasa dan Sastra Indonesia, karena semua PT ada Mata Kuliah Bahasa Indonesia dan untuk PT yang lain memberikan mata Kuliah Kebudayaan Lokal sebagai bagian integratif dari kurikulumnya. Apabila kita memahami kurikulum PT secara integratif hal ini meniscayakan kewajiban semua dosen dan mahasiswa untuk memberikan apresiasi dan kontribusinya untuk pengembangan kebudayaan dan khususnya sastra Indonesia.<br />Secara kultural PT harus memberikan “ruang khusus” dalam kebijakannya untuk membuat kultur kampus bisa kondusif sehingga budaya dan sastra dapat bernafas lega dan lincah untuk mengembangkan kebudayaannya. Ruang khusus tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk alokasi dana, ruangan yang representatif untuk bereksplorasi, dan dukungan kebijakan yang lain.<br /><br />--------<br />Manajemen ini diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi dan pribadi aktor (dalam arti positif), menjaga keseimbangan di antara tujuan yang saling bertentangan di kalangan aktifis jam’iyyah dan jama’ah, dan agar terjaga efisensi dan efektifitas kerja organisasi sehingga setiap individu terpuaskan secara material dan immaterial (dhohir-batin).<br />Secara operasional, pengelolaan harus memegangi prinsip manajemen yaitu 1) pengembangan metode tertentu, 2) pemilihan dan pengembangan pelaksana program 3) upaya menghubungkan dan mempersatukan metode kerja yang terbaik, dan 4) kerja sama yang erat para pimpinan (top leader takmir) sebagai manajer dan pengurus lain dan anggota (non manajer) untuk merencanakan. Keempat prinsip tersebut apabila dijabarkan menjadi prinsip manajemen yang meliputi job discription, wewenang, disiplin, kesatuan arah, mengutamakan kepentingan umum (jama’ah) di atas kepentingan pribadi, pemberian reward, pemusatan, semangat korps, inisiatif, kestabilan anggota pengurus (staf), kesamaan, dan penjenjangan dalam pengkaderan untuk mengemban (amanah) jabatan kepemimpinan ketakmiran ke depan. Atau dalam bahasa lain kita harus melakukan perubahan berkelanjutan, kecepatan dan kemampuan untuk merespon, leadership juga harus ada pada setiap person, pengedalian melalui visi dan value, sharing informasi, pro aktif dengan berani menanggung resiko, dan mau bersaing dalam proses meraih masa depan DKB yang gemilang. Apabila kita kerucutkan beberapa hal tersebut maka dalam pengelolaan DKB pengurus (takmir) masjid harus membuat job discription, melaksanakan dengan penuh tanggungjawab, dan bekerjasama dengan semua komponen.<br />Pengelola melakukan planing, leading, organizing, dan controling. Perencanaan (planing) harus dilakukan, sebagaimana niat harus dilakukan pada awal setiap ibadah, kepemimpinan (leading) harus berjalan dalam pelaksanaan (actuating) program pengelola DKB di antaranya dengan decision making, komunikasi, motivasi, seleksi SDM (jama’ah), dan melakukan development of people. Pengorganisasian (organizing) perlu dilakukan agar dalam pelaksanaan program, pelaksana mampu bekerjasama dengan penuh kekompakan. Dalam pelaksanaan pengurus juga melakukan kontrol (controling) dan evaluasi yang ditindaklanjuti dengan aksi kembali agar aktifitas kita tidak keluar dari visi-misi organisasi (ketakmiran), kualitas kerja terjamin, dan hasilnya dapat diketahui, serta untuk evaluasi dalam rangka perencanaan program ke depan.<br />Bagaimana agar DKB yang kita kelola menjadi yang terbaik, karena yang terbaik niscaya akan memiliki nilai guna terbaik dan dicari masyarakat. Manusia terbaik (khairunnas) adalah yang mampu memberikan manfaat terbaik bagi yang lain kita akan menjadi (anfa’uhum linnas). Motivasi untuk maju dan terbaik ini merupakan modal awal bagi siapa pun yang menginginkan untuk menjadi yang terbaik. Motivasi tersebut dalam praktiknya akan terwujud dalam bentuk bekerja keras sambil terus belajar, dan kerjasama yang mentradisi dalam diri. Untuk itu diperlukan proses internalisasi nilai asma’ dan sifat-sifat Ilahiyah agar predikat insan kamil yang diridloi Allah Swt menjadi riil dalam kehidupan kita.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-90033182698256518302008-03-09T23:23:00.001-07:002012-04-09T22:05:48.793-07:00Khutbah: Kontekstualisasi Korban; Integrasi Dzikir, Fikir, dan MateriilTeks Khuthbah Iedul Adha 1421 H<br /><br /><br /><br /><br /><br />KONTEKSTUALISASI KORBAN:<br />INTEGRASI DZIKIR, FIKIR DAN MATERIIL<br />Oleh. Dr. H. Muhammad Roqib, M.Ag<br /><br />Berkorban itu mahal. Sebab tidak banyak Muslim yang mampu berkorban dengan arti yang sesungguhnya. Yang mudah kita jumpai adalah “iklan” yang diproklamirkan dengan “korban”. Mereka mengeluarkan sesuatu untuk iklan, promosi, dan mendongkrak prestisenya tetapi dibahasakan dengan korban dan kalau perlu dieksplisitkan dalam bentuk pernyataan. “Semua yang saya lakukan semata-mata demi rakyat, demi bangsa, demi hati nurani. Semuanya saya “korbankan” untuk kalia, untuk kesejahteraan kalian maka jangan sampai lupa semua ini saya lakukan secara ihlas”. Indah memang pernyataan sang tokoh kita ini. Tetapi bila kita cermati ada yang janggal di manakah nilai spiritualnya jika berkorban digembar-gemborkan kesana ke mari, pakai safari lagi ? Bukankah ihlas itu ada di hati dan tidak penting untuk dinyatakan dalam bentuk verbal ?.<br />Terkait dengan korban Allah Swt. Berfirman yang artinya “Sesungguhnya Kami telah menganugrahkan kepadamu nikmat yang banyak. Maka beribadah (shalat)lah karena Tuhanmu dan berkorbanlah”. Dalam ayat ini Allah mengkaitkan tiga hal yaitu anugrah nikmat, shalat yang merupakan ibadah ritual dan inti nilai sporitual Islam, dan yang terakhir berkorban yang disimbolkan dengan penyembelihan hewan korban yang dimiliki dan bukan mengorbankan fisik (diri)nya sendiri seperti biasa disebut “persembahan”.<br />Ketiga hal ini saja yang akan dijelaskan dengan mengkaitkan dengan konteks perkembangan jaman sekaligus bagaimana dengan konteks itu kita berusaha memenej dzikir (hati), fikir (rasio), dan fisik (materiil) kita agar seluruhnya mengabdi, tunduk patuh hanya kepada Allah Swt.<br />Pertama, Allah sesungguhnya telah memberikan nikmat yang tak terhitung kepada kita. Di antara nikmat terbesar adalah kesadaran bertauhid, iman-islam. Nikmat lain yang jarang diingat adalah nikmat kesehatan dan kesempatan. Padahal nikmat ini amat penting dan memiliki nilai yang tidak bisa diukur dengan apa pun. Untuk itu harus dimanfaatkan jika tidak maka kesehatan akan memberikan “warisan” kepedihan, kekecewaan, dan bahan tertawaan orang lain. Banyak orang gagal karena moralitas dan spiritualitasnya rendah dan mengecewakan. Di antara sekian nilai moralitas dan spiritualitas adalah pemanfaatan waktu yang efektif-efesien sesuai dengan kemampuan fisik, fikiran dan hati nuraninya. “ Di antara tanda kebaikan keislaman seseorang adalah kemampuannya untuk meninggalkan sesuatu (barang , keyakinan, pemikiran, perasaan atau aktifitas) yang tidak berguna” demikian Nabi menegur kita semua. Di sinilah pentingnya integritas moral dan spiritual.<br />Nikmat yang paling “cetho welo-welo” adalah nikmat harta dan kekayaan. Harta masuk katagori kenikmatan jika harta tersebut berfungsi sebagai media ketakwaan dan kedekatan (taqarrub) kita kepada Allah Swt. Karena harta apa pun bentuk dan wujudnya merupakan ujian dan cobaan Allah kepada kita. Dengan cobaan tersebut diketahui apakan kita taat kepada-Nya atau tidak. Termasuk katagori harta adalah keluarga dan fasilitas lainnya. Sesungguhnya harta-harta kekayaan dan anak-anak kamu adalah fitnah atau cobaan bagi kalian demikian Allah mengingatkan kita.<br />Harta dan kekayaan sangat efektif untuk pendekatan kepada Allah sama efektifnya untuk menjauh sejauh-jauhnya kepada Allah. Untuk itu memanfaatkannya untukUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-10881672314809569542008-03-09T23:22:00.001-07:002008-03-09T23:22:42.415-07:00Renungan: Selamat Datang Pak KajiDialog Juma’t<br />SELAMAT DATANG PAK KAJI<br /><br /><br /><br /><br />Para jamaah haji (pak Kaji dan bu Kaji) telah berdatangan ke tanah air. Secercah wajah cerah begitu nampak. Inilah modal awal untuk menapak kembali hari-hari baru yang lebih jernih, lebih bersih, dan lebih berkualitas.<br />Rasa lega terasakan dalam diri hujjaj (para haji). Betapa tidak mereka merasa telah melakukan pembersihan total terhadap diri mereka yang sebelumnya dirasakan “belepotran” karena debu-debu dosa. Inilah masa pembersihan sebersih-bersihnya yang membuat lega batin setiap orang yang mampu melakukan pembersihan itu sendiri. Apalagi bagi Hujjaj yang proses pembersihannya saja harus mengeluarkan seluruh potensi diri berupa harta, tenaga, pikiran dan yang terpenting adalah kehadiran hati nurani. Setelah melaksanakan amal ibadah haji mereka merasa plong dan merakan bahwa beribadah pun menjadi ringan.<br />Tetapi yang harus diperhatikan adalah nilai kebersihan diri dan rasa ringan untuk beribadah itu akan mendapatkan cobaan di belakang dan kemungkinan akan terpeleset jika tidak mampu mengendalikan diri dengan baik. Dengan demikian hujjaj telah memperoleh tugas baru setelah pulang di kampung halaman mereka. Tugas yang berhimpit dengan cobaan, dan tuntutan yang harus diperhatikan. Berikut penjelasan tentang tugas, cobaan, dan tuntutan tersebut di atas secara singkat.<br />Haji merupakan panggilan Allah. Bagi seorang yang telah menunaikan panggilan Allah ia harus mampu dan mau melaksanakan tugas-tugas ilahiyah lainnya seperti zakat, puasa dan terutama tugas sosial sebagai warga dan untuk masyarakat. Tugas-tugas sosial ini manjadi ringan tatkala hujjaj diakui memperoleh haji mabrur, haji yang diterima. Berarti, ia akan melakukan aktifitas sosial dan spiritual dengan senang hati. Melaksanakan tugas-tugas agama sekaligus tugas sosial. Tugas lainnya adalah memberikan contoh bagaimana cara hidup yang baik sesuai dengan prilaku Rasulullah saw. yang telah dikunjungi (ziarahi)-nya. Dengan melihat makam, juga shalat, dan berdo’a di sisi makam nabi isyarat tugas-tugas dan prilaku Nabi seyogyanya telah merasuk (menginternal) menjadi bagian dalam hidupnya. Sebagai haji mestinya berharap mempunyai derajat haji yang mabrur. Dan jika hajinya mabrur pasti mereka akan melakukan prilaku sesuai dengan tuntunan Nabinya. Prilakukanya merupakan cerminan bagi hatinya yang telah tercerahkan dan mengidolakan Nabi saw.<br />Tetapi jangan lupa, sebagai haji (pak Kaji dan bu Kaji) dihadapkan pada cobaan-cobaan. Cobaan apakah mereka akan tetap tangguh melaksanakan tugas-ugas agama dan berjuang untuk meninggikan kalimah Allah. Cobaan apakah mereka mampu untuk memberikan contoh tauladan bagi kaum Muslimin dan masyarakatnya. Cobaan apakah mereka akan mampu memperbaiki umat tampa membencinya walaupun masyarakatnya berbeda baju politik, oraganisasi, maupun beda ras dan golongan. Cobaan apakah ia akan mampu secara konsisten melaksanakan agama seperti tetap memakai pakaian islami atau pakaian muslimah. Apakah pak Kaji akan memakai celana pendek di atas lutut yang berarti membuka aurat ?. Apakah bu Kaji akan memakai rok mini, buka-bukaan sehingga membuat gejolak syahwat laki-laki terbakar tatkala menikmati tubuhnya. Bagi bu Kaji cobaan ini sering kita saksikan dilanggar. Sebagai contoh bagaimana para artis yang telah haji tetap membuka auratnya tatkala main sinetron ?. Memang para kaji wajib mengendalikan diri sehingga cobaan bisa dihalau dan kematangan spiritual bisa dimantapkan. Jika prilaku di atas yang diharapkan maka menjadi naif sekali jika pak kaji maupun bu kaji melakukan kemasiatan apalagi dosa-dopsa besar.<br />Pak Kaji dan bu Kaji juga mendapatkan tuntutan baru sebagai konsekwensi dari naiknya status sosial dirinya setelah haji. Ia setelah haji ditempatkan dalam posisi terhormat dan menjadi oanutan di masyarakat. Sebagai sosok panutan dan tokoh spiritual niscaya masyarakat juga akan memberikan rambu-rambu bagi diri hujjaj tersebut. Hujjaj atau pak Kaji dan bu Kaji menjadi sosok panutan yang setiap mata masyarakat akan menatap sejelas-jelasnya apa yang dilakukan mereka.<br />Jika hujjaj kita ini tetap memegang teguh agama dan moral maka masyarakat akan memuji dan menjadikannya sebagai idola, barometer kehidupan sosial-relejius bagi masyarakat. Tetapi jika ia melakukan sedikit saja kekeliruan, kesalahan, atau dosa-dosa maka muka masyarakat akan berbalik sinis sambil murka terhadap prilakunya. Kaji yang demikian akan mendapatkan sangsi tegas di masyarakat walaupun di masyarakat tertentu mungkin cendernung permisif dan belum melakukan hukuman yang tegas dan lugas. Itulah masyarakat yang semakin hari semakin cerdas dengan lingkungannya dan selalu siap melakukan kontrol sosial termasuk kepada pak Kaji dan bu Kaji.<br />Akhirnya, saya ucapkan “ selamat pak- Kaji, selamat bu Kaji, semoga memperoleh haji yang mabrur. Selamat”.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-91327229457391221962008-03-09T23:20:00.002-07:002012-04-09T22:07:58.775-07:00Khutbah Perdamaian: Ramah Jauh dari KeangkuhanRAMAH JAUH DARI KEANGKUHAN <a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftn1" name="_ftnref1">*</a><br />Oleh. Dr. H. Muhammad Roqib, M.Ag <a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftn2" name="_ftnref2">**</a><br /><br /><br />Dua orang berjumpa dalam walimatul arusy, resepsi pernikahan di sela-sela tamu. Mad Alim tersenyum riang pada Ab Jahel yang bersusah payah memaksa mulutnya untuk tersenyum. Mad Alim dengan bajunya yang sederhana membuat sedap pemandangan dan menciptakan keserasian warna-warni “hiasan” manten dan lingkungan. Mad Alim telah membuat sekelilingnya menjadi hidup, meriah, dan meningkatkan rasa gembira lewat senyumnya yang tersimpan dalam simpul bibirnya yang walau tidak indah tetapi tetap menyenangkan setiap yang melihat, kegairahan hidup yang terpancar dari tatapan mata dan sikapnya yang menunjukkan hatinya yang bersih dan pikirannya yang jernih.<br />Ab Jahel sebaliknya, senyumnya yang pilih kasih telah merobek hati-hati orang yang asalnya teduh. Pakaiannya yang gemerlap membuat suasana kontras seperti pameran mutiara intan permata di pematang sawah di antara ibu-ibu yang sedang panen padi dengan tawanya yang total. Mobil Ab Jahel membuat semua mendesah resah. Inilah kecemburuan sosial. Apalagi jika orang-orang membayangkan rumah Ab Jahel yang magrong-magrong dengan angkuh membuat takut semua orang yang akan masuk.<br />Itulah gambaran orang ramah seperti Mad Alim. Pakaiannya ramah serasi, rumahnya sederhana rapi, ucapannya menyentuh hati, pikirannya cerdas berarti, prilakunya sopan simpatik, pergaulannya tidak pilih kasih, apabila mendapat nasehat mendengarkan, memperhatikan, merenungkan, dan kebaikan dilaksanakan. Ia pembicara yang fasih sekaligus pendengar yang bijak, Ia lebih suka mendengar, berfikir dan bekerja dari pada berbicara penuh nafsu menggurui atau sok alim.<br />Berbeda dengan Ab Jahel yang angkuh. Pakaiannya gemerlap mahal tidak ramah lingkungan, rumahnya angkuh penuh kesombongan membuat sedih bagi yang akan memasukinya, ucapannya memenggal persaudaraan menabur permusuhan, pikirannya kotor terpenuhi uang, prilakuanya gontai tak sedap pandang, pergaulannya hanya terbatas pada orang gedean menjahui rakyat walaupun telah berjasa padanya, ia suka memberi ceramah walau pendengar tidur karena bosan dengan bualan murah yang biasa ia jual di tempat-tempat mulia, karena saking senangnya ceramah, pidato mau tidur pun berpidato untuk istrinya yang telah membuat tabir dengan kesedihannya yang terpahat bertahun-tahun. Istrinya dirundung kepedihan siang-malam. Ab Jahel suka bicara berselimut keangkuhannya yang “wis kuncoro”. Masyarakat bergaul dengannya karena rasa kasihan tidak karena kasih sayang, karena ketakutan bukan karena kebutuhan, karena anggapan bukan karena kesadaran pemikiran. Ab Jahil pandai mengelabuhi karena memang ia aktor yang sukses.<br />Mad Alim selalu bahagia walaupun dunia kurang memberikan kebahagiaan kepadanya sedang Ab Jahil selalu dirundung kegalauan, kesedihan, kemurungan yang tersembunyikan di balik melimpahnya harta dan kepangkatan karena hati dan pikirannya memang sedih dan ia akan tetap sedih walau dalam suasana kegembiraan.<br />Sebagai resep agar tetap bahagia dalam kondisi apapun, sebagaiamana Mad Alim adalah berusaha menghiasi diri antara lain dengan sikap tawadhu’ (andap asor/rendah hati). Tanda-tandanya rendah hati adalah pertama, cinta kesederhanaan (hubul khumul), kesederhanaan bukan berarti jelek, jorok maka tradisikan kesederhanaan yang indah-rapi-menawan. Kedua tidak suka popularitas (karahiyatusy-syuhrah), apa yang dilakukan adalah karena Allah, tidak untuk umuk atau riya’. Suka popularitas hanya menambah beban hidup. Ketiga, Mudah menerima nasehat atau kebenaran dari manapun datangnya, baik dari penguasaha maupun buruh sengsara, dari pejabat maupun dari rakyat jelata (Qabulul haq mimman ja’a bihi min syarifin au wadli’in), dan yang keempat, cinta pada orang yang membutuhkan, orang fakir, anak yatim, dan merasa nikmat berbincang-bincang dengannya bukan malah menjahuinya (Mahbbatul fuqara’ wa mukhalathatuhum wa mujalasatuhum).<br />Empat hal di atas marilah kita hiaskan pada diri kita. Kita tancapkan pada hati sanubari kita agar Allah berkenan memberkahi hati ini untuk selalu tersinari rahmat dan ridla-Nya sehingga kita selalu hidup damai-sentosa-bahagia-sejahtera dhohir-bathin. Amin ya rabbal alamin.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Orang-orang sombong di bumi ini akan Aku (Allah) palingkan / jauhkan dari (penting dan manfaat) bukti-bukti kekuasaanKu padahal tidak ada alasan (apapun terhadap kesombongannya itu). Orang sombong itu kalau melihat bukti kekuasaan Allah ia tidak mau percaya dan jika mengetahui jalan kebenaran ia tidak mau menapakkan kakinya tetapi kalau melihat jalan durhaka ia menapakinya (dengan suka ria dalam kesedihannya dan kegersangan hatinya). Demikianlah orang-orang yang dusta terhadap bukti-bukti (kekuasaan) kami dan orang-orang yang lupa diri.<br />Gedung WTC dan Pentagon telah luluh lantak, kekuasaan rezim ototoroter telah berjatuhan, orang-orang arogan merusak organisasi, merusak rakyat telah dicampakkan akankah kita lupa bahwa semua ini adalah tanda-tanda kekuasaan Allah Swt. ? Marilah kita belajar, marilah kita berbuat bijaksana terhadap diri dan lingkungan kita. Semoga Allah Swt. Meridloi kita semua. Amin ya mujibassa’ilin.<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref1" name="_ftn1">*</a> Teks khutbah “PERDAMAIAN”,<br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref2" name="_ftn2">**</a> Dr. H. Muhammad Roqib, M.Ag adalah Dosen Jurusan Tarbiyah, Direktur Program Pascasarjana STAIN Purwokerto, <span style="text-decoration: underline;">dan Pengasuh Pesantren Mahasiswa (Pesma) An Najah Purwokerto.<br /><br /></span><a title="" style="mso-footnote-id: ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref3" name="_ftn3"></a>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-27986809336676323412008-03-09T23:18:00.000-07:002008-03-09T23:19:42.650-07:00Kontemplasi: Romadlan Waktu Pembersihan DiriRAMADLAN : WAKTU PEMEBRSIHAN DIRI<br />Oleh. Muhammad Roqib<br /><br /><br />Kehadiran bulan suci Ramadlan adalah tahunan, dalam arti setiap tahun bulan Ramadlan pasti datang (kecuali apabila kiamat telah tiba). Banyak orang yang menanggapi dengan variasi masing0masing. Keadaan ini menunjukkan adanya heteroginitas nilai keimanan masyarakat kita.<br />Pertama, bagi orang yang tidak memiliki sinar tauhid di hatinya bulan ini tidak ubahnya dengan bulan-bulan yang lain. Bulan ini akan berjalan begitu saja tanpa ada proses apa pun apalagi proses pendewasaan dan pencerdasan nilai relegiusnya. Bahkan bisa jadi ia melakukan perbuatan yang mengganggu kekhusukan ibadah puasa.<br />Kedua, mereka yang kurang mempehatikan keistimewaas bulan ini tiada lain karena ia belum mengetahui persis apa kelebihan dari bulan ini. Bagi mereka, bulan ini adalah bulan di mana ada kewajiban puasa, katanya Qur’an diturunkan, ada malam lailatul qadar, dan shalat tarawih. Tapi makna dari sekian deret amalan yang ada itu ? Bukankah itu biasa-biasa saja ?. Ya puasa kan juga bisa di luar bulan Ramadlan, apa pentingnya memperingati hari besar, tanpa hari besar kita membuat peringatan kan juga bisa seperti hari ulang tahun, hari jadi, dan lain-lain.<br />Ketiga, mereka yang menganggap bulan Ramadlan sebagai bulan suci tetapi yang ada dalam hatinya adalah protes social disertai dengan kemalasan dia melaksanakan ibadah-ibadah Ramadlan. Protes social yang mereka kemukakan misalnya terkait dengan menu acara TV yang selama ini ia nikmati. Baginya acara khusus Ramadlan merupakan “dagelan” yang bernilai bisnis besar. Para artis yang ditampilkan bermain peran seperti agamawan, Kyai, atau ustadz-untadzah dari sisi pembicaraan dan pakaian. Tetapi mengaa ucapan dan pakaian yang mereka pakai sedikitpun tidak berbekan atau minimal terlihat tatkala sang artis bermain peran dalam sinetron ?. Apakah acara keagamaan ini juga bagian dari permainan peran yang sedang memiliki prospek ekonomis.<br /> Peringatan Nuzulul Qur’an sebagai contoh lain. Hampir setiap masjid ada peringatan ini, bahkan di beberapa RT juga mengadakan peringatan PHBI termasuk Nuzulul Qur’an. Di masjid Istiqlal secara resmi kenegaraan juga diselenggarakan acara yang sama yang dihadiri oleh petinggi-petinggi negara, termasuk presiden dan wakil presiden. Bagi orang ketiga ini, apa maknanya peringatan Nuzulul Qur’an bagi Presiden, menteri, dan para pejabat tinggi itu ? toh kesengsaraan tetap asda dan seakan dilestarikan oleh mereka terbukti dengan enaknya mereka membiarkan orang-orang kotor di sekitarnya. Apa maksudnya masuk masjid sementara prilakunya mengotori bangsa. Dua hal di deoan adalah sebagian kritik mereka yang sebenarnya amat panjang. Intinya, kritiknya, mengapa banyak orang senang gebyar tetapi esensi ajaran semakin menjauh dari kehidupan mereka.<br />Keempat, orang yang menyadari akan keterbatasan waktu dan kesempatan, karenanya walaupun bulan Ramadlan pasti datang setiap tahun ia akan menyambutnya dengan segala kesenangan hati, karena ia sadar siapa tahu Ramadlan kali ini adalah Ramadlan terakhir yang ia jumpai. Dari dasar kesadaran yang kuat di atas, disertai harapan yang tinggi agar ia mendapatkan ridlo Allah Swt., ia melakukan ibadah di bulan Ramadlan tanpa pretensi apapun terhadap Ramadlan itu sendiri yang akan datang tiap tahun, atau mempertanyakan tentang orang lain. Baginya yang penting memberikan contoh yang baik bagi anak-anak generasi muda sambil mendidik diri baik-baik. Ia berpendapat kalau orang berbuat sesuatu karena melihat orang lain baik positif maupun negatif maka ia belum mampu menjadi diri sendiri. “Saya melakukan ini karena saya yakin prilaku ini bermanfaat dan berguna bagi kehidupan”. Demikian yang terlintas di hati orang model ke empat ini<br />Sebentar lagi Ramadlan akan meninggalkan kita, sudahkan kita mengevaluasi diri dengan cerdas menjauhkan dari kesibukan mencela orang lain. Meneliti diri sendiri lebih penting dari pada ribut dengan kondisi orang lain. Wallahu a’lam.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-81014170455804969652008-03-09T23:17:00.000-07:002008-03-09T23:18:19.998-07:00Khutbah: Nilai Sosial Pak KajiKhutbah Jum’at<br /><br />NILAI SOSIAL PAK KAJI<br />Oleh. Muhammad Roqib<br /><br /><br />Jama’ah tergugah dari kantuknya. Padahal seperti biasa jamaah Jum’ah di masjid itu selalu diwarnai kepala tertunduk bukan karena khusuk tetapi karena ngantuk. Saat itu memang luar biasa. Khatib yang satu ini begitu kuat daya sentuhnya di hati para jamaah. Dengan nada tegas dan lembut suara yang mengalir dari lesan khatib seakan obat anti tidur, begitu nikmat dan damai. Sebuah ucapan yang diracik fasih dan baligh.<br />Khatib, ini adalah pak Kaji. Demikian orang kampung selalu menyebutnya. Sebagian masyarakat lupa sebenarnya siapa nama lengkap pak Kaji. Haji Abdul Manaf. Mengapa rakyat banyak memandang ucapan pak Kaji sebagai ucapan yang fasih dan baligh, toto, titis, tetes demikian kata orang jawa ?.<br />Rahasia yang tersembunyi dari kepribadian luhur pak Kaji adalah adanya kesatuan kata, hati, pikiran, dan prilaku dalam diri pak Kaji. Ia berucap dengan sepenuh jiwa. Ia hadirkan kata-kata yang terpilih dan utama untuk setiap teman bicaranya. Ia menghindari kata-kata mubah. Kata-kata yang sia-sia dan merusak kesehatan telinga. Ia membersihkan lesannya agar tidak menjadi “tong sampah” seperti kata presiden Megawati tatkala menyebut Indonesia negara yang ia pimpin sendiri. Kata-kata pak Kaji tertata rapi, indah, dan menawan siapa pun yag mendengarya. Kata-kata yang tidak menimbulkan jarak antara dia dan pendengar. Kata-kata yang bagaikan magnit menarik setiap orang yang paham akan arti qaulan-kariman, mengerti akan makna qaulan balighan. Setiap orang tertarik pada ucapan pak Kaji yang meneduhkan jiwa, bagaikan obat kesehatan ruhani yang memang telah sekian lama dirindukan orang.<br />Rahasianya lagi, Pak Kaji orang dermawan dan sensitif sosial. Ahlak adi luhung telah melekat kuat pada dirinya juga pada diri sebagian para kaji setelah ia dicetak sebagai manusia baru di Makkah al-Mukarramah, tanah suci. Ke-Mahamurah-an Allah telah meresap pada dirinya, menjadikan pak Kaji menjadi pemurah dalam urusan derma pada warganya, kepada yang fakir dan miskin papa. Ia melawan kebodohan, menyelamatkan orang-orang yang keleleran tidak penuya rumah di pinggir-pinggir terminal, pinggir kali, pinggir stasiun dan belakang kantor-kantor. Pak Kaji pioner kedermawanan. Pak Kaji telah mampu memanggul tugas-tugas sosial di balik kekhusu’annya beribadah. Inilah letak titik kuat dan kata kunci kenapa ucapan pak Kaji menjadi toto, tetes, titis, bermakna luar biasa bagi orang yang mendengarnya.<br />Pak Kaji telah mampu membuat pesan “langitan”, pesan Tuhan, contoh Rasul menjadi membumi, riil, nyata. Beliau telah sadar siapa dirinya, sadar bahwa setiap saat ia dipantau Allah Ingkang Moho Kuaos. Kehadiran Allah membuatnya menempuh jalan benar, berhati benar, berfikir benar, terbuka, tulus dan ihlas. Ia selalu mendamaikan khouf, rasa khawatir dan raja’ harap-harap cemas. Ia sungguh-sungguh dan tidak main-main dalam beribadah. <br />Memang ada sebagian jamaah haji yang bermain-main dengan ibadah. Mereka pergi haji semata karena kelebihan uang dan kalau perlu menambahnya agar lebih banyak lagi. Barangkali ia ingin piknik, tamasya, ngelencer sebagai wisatawan dan pedagang, dan bukan berhaji.<br />Ada sebagaian yang haji karena beban-beban pikiran yang menumpuk dan mengalihkan perhatian masyarakat karena tersangkut kasus hukum dan politik yang serius, silahkan saja, tidak ada larangan kok termasuk dari jaksa. Tetapi ingat, apabila bermain-main dengan ibadah Allah Maha Tahu walupun kejaksaan Agung dan Kepolisian takut atau KPP HAM, aktifis Mahasiswa belum mengetahuinya. Allah tidak pernah tidur, Allahu la ilah illa huwal hayyul qayyum la ta’khudzuhus sinatau wala naum.<br />Pergi haji berarti mendidik diri dengan pakaian putih, pakaian ihram yang merupakan simbol kebersihan, kejernihan, dan keterbukaan serta terbukanya jarak dan batas antar sesama sehingga kepedulian sosial tatkala pulang haji menjadi lebih tinggi karena ia berhaji dengan ihlas, tulus dan bukan main-main. Wa atimmul hajja wal umrata lillah.<br />Alhamdulillah, tokoh kita, pak Kaji telah mencerminkan kesemuanya yang ihlas dan mabrur itu. Pak Kaji telah membuang berbuat main-main dengan Allah, karenanya pak Kaji menjadi kajen, terhormat, dan menduduki status sosial yang lebih tinggi.<br />Pak Kaji yang kajen sebagaimana dulu pak-Kaji-pak Kaji sebelum tahun 70-an. Ia sensitif sosial, bukan kaji yang bakhil, kurang “gaul” dan bukan pula pak Kaji yang suka mbethuthut, sombong. Pak Kaji bukan pak Kaji sing ora kajen, dimurkai tetapi ia menjadi pak Kaji sing kajen, disenangi.<br />Semoga Allah Swt. Memberikan taufik, hidayah, dan inyah-Nya pada kita semua sehingga kita terutama yang belum haji diberi kesempatan haji dan kita semua mampu menjadi pak Kaji yang kajen mendapat ridla Allah Swt. Amiin.<br /><br /><br />Purwokerto, 1 Maret 2002Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-67048497901020855462008-03-09T23:16:00.001-07:002012-04-09T22:09:57.032-07:00Khutbah: Moralitas Pelajar KitaMORALITAS PELAJAR KITA<br />GURU DIGURUI DENGAN KEKURANGANNYA <a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftn1" name="_ftnref1">*</a><br />Oleh. Muhammad Roqib<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Dunia ini memang aneh. Suatu hari pada tahun 1995-an yang lalu ada seorang mahasiswa melakukan kritik pedas terhadap tradisi yang berkembang di pesantren Krapyak Jogjakarta. Mahasiswa tersebut melakukan kritik dengan mendatangi seorang ustadz yang juga telah mengajarnya dan ia ustadz pesantren Krapyak.<br />Mahasiswa : Mengapa pak pesantren Krapyak memiliki tradisi yang tidak Islami, banyak bid’ah ?<br />Ustadz : Seperti apa yang anda maksud dengan tidak Islami itu ?<br />Mahasiswa : Yang tidak islami itu seperti semaan al-Qur’an, Dzibaan, tahlilan, khaul, peringatan maulid dan lain-lain.<br />Ustadz : Sebentar, setandar islami yang anda maksud itu apa ? kok mengatakan bahwa semaan al-Qur’an sampai pada peringatan maulid itu tidak islami atau bid’ah ?<br />Mahasiswa : ya standar atau ukurannya islami atau tidak itu apakah pada jaman Nabi ada atau tidak dan di desa saya tidak ada begitu-begitu ?<br />Ustadz : Apakah anda telah belajar tentang sirah atau sejarah Nabi ?<br />Mahasiswa :Belum pak, karena saya belajar agama intensif baru beberapa bulan terakhir<br />Ustadz : Apakah di desa anda ada ulama’nya atau Kyainya yang berpengaruh sehingga anda jadikan sebagai ukuran keislaman sebuah tradisi di suatu desa?<br />Mahasiswa : Tidak ada pak, mereka masih banyak yang awam.<br />Ustadz : Mas pesantren Krapyak ini didirikan oleh mbah Kyai Muhammad Munawwir, hafidzul Qur’an, penghafal al-Qur’an dan beliau telah belajar di masjidil Haram lebih dari tiga puluhan tahun. Setelah wafat pesantren ini kemudian diteruskan oleh putra-putranya dan menantunya di antaranya KH. Ali Maksum yang terkenal alim, munjid berjalan, alumni pesantren Termas, dosen IAIN Sunan Kalijaga, kyai besar, dan pernah menjadi Rois Am PBNU. Mengapa anda dengan mudah mengatakan bahwa pesantren Krapyak yang beliau asuh sebagai pesantren yang tidak islami, penuh bid’ah?. Sebentar…., anda belajar al-Quran sudah berapa kali khatam ?<br />Mahasiswa : Saya telah belajar Iqra’ sudah jilid IV. (Ia mengatakannya dengan bangga. Ia mengira bahwa Iqra jilid IV adalah kitab hebat di bidang baca tulis al-Qur’an. Padahal kitab itu seperti halnya kitab turutan yang dipelajari awal sebelum santri belajar al-Qur’an yang berjumlah VI jilid berarti ia belum khatam Iqra’).<br />Saat ini banyak gejala orang alim diajari, digurui oleh orang yang mestinya belajar kepadanya. Sikap tawadhu’ keilmuan telah tergores berdarah-darah oleh budaya Barat dan kapitalis yang merusaknya. Bagaimana mungkin Rais Am PBNU dan Kyai besar Hafidz al-Qur’an dikritik habis-habisan tentang tradisi keislamannya oleh mahasiswa yang belajar Iqra’nya baru jilid IV, belum lulus. Luar biasa.<br />Memang dalam Qur’an kita diperintahkan untuk amar ma’ruf nahy munkar, watawa shau bilhaq watawashau bisshabr, tetapi bukankah taushiyah, kritik, saran, itu harus dengan tatakrama bilhikmah wal mau’idzatil hasanah wa jadilhum billati hia ahsan ?.<br />Kita diperintahkan untuk menjadi orang alim, jika belum mampu jadilah pelajar yang baik (kun ‘aliman au muta’alliman). Kita diperintahkan menghormati orang alim dengan tulus dan bila ada kekhilafan mengkritiknya dengan tulus dan data yang akurat. Jangan sampai terjadi kasus mahasiswa seperti di atas. Kita diperintahkan untuk melakukan sesuatu berdasarkan ilmu dan bukan berdasarkan nafsu. Banyak orang yang ingin jadi anggota pejabat, anggota DPR, kritikus atau semacamnya tetapi ia malas untuk membaca, malas memahami orang lain dan ia hanya yakin bahwa dirinya sendiri yang benar. Sikap egois intelektual yang menyesatkan.<br />Bagi orang yang egois seperti ini ia akan melakukan klaim, truth claim bahwa orang yang tawadzu’, yang sopan itu tidak kritis dan masuk katagori YESMAN. Hebat sekali ! dan ia akan berusaha untuk sekritis mungkin dengan menuduh sana-sini meninggalkan sikap tawadzu’, tabayun dan lain-lain.<br />Sikap kritis itu kewajiban setiap insan Muslim, jika seorang Muslim tidak kritis sesuai dengan kemampuannya berarti ia telah meninggalkan amar ma’ruf nahy munkar, ia berdosa. Sikap sopan itu juga kewajiban Muslim. Sikap jujur itu kewajiban Muslim. Sikap adil itu kewajiban Muslim. Lalu bagaimana kita memanaj kesemua kewajiban tersebut sehingga mampu menciptakan masyarakat yang damai, dinamis, kreatif. Di sini kita membutuhkan kearifan.<br /><br /><a title="" style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6521397073573928403#_ftnref1" name="_ftn1">*</a> Khutbah Jum’at di masjid al-Hidayah Karang Suci Purwokerto pada tanggal 31 Mei 2002.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6521397073573928403.post-35510672597751231762008-03-09T23:14:00.000-07:002008-03-09T23:15:27.497-07:00Renungan: Menumbuhkan Keadilan Sosial PolitikMENUMBUHKAN KEADILAN SOSIAL-POLITIK<br />Oleh. Drs. Moh. Roqib, M.Ag<br /><br /><br />Di negara Anta Berantah ada tiga orang penjahat yang meresahkan umat ditangkap. Dalam waktu yang bersamaan seorang Kyai dituduh. Keempat orang tersebut di bawa ke pengadilan dan diproses dalam waktu dan tempat yang berbeda. Tiga penjahat kakap itu dibebaskan dengan alasan bahwa tidak ada bukti yang cukup. Walaupun hakim yakin betul bahwa tiga penjahat itu bukan sekadar penjahat biasa tetapi ia penjahat cerdik-licin yang mencuri dan melakukan KKN melaui peraturan, undang-undang dan prosedur yang ada. Tiga penjahat yang tertip administrasi. Karena tertib administrasi mereka harus dibebaskan demi hukum. Rakyat menggelengkan kepala sambil menahan nafas panjang apalagi setelah melihat di TV, membaca di koran atau mendengar di radio mereka tersenyum lepas di depan sebagai anggota atau pimpinan wakil rakyat yang bertugas menentukan kebijakan. “Ya Allah sandiwara macam apa yang dipertontonkan mereka kepada kami ya Allah. Kami mohon petunjuk!”.<br />Tak selang berapa lama Kyai pun diadili dengan keputusan bahwa ia bersalah dan harus dihukum. Kesalahan terberat adalah karena Kyai tidak bisa menunjukkan perbedaan antara uang pribadi dengan uang publik karena memang untuk Kyai ini uang yang masuk baik dari keringatnya sendiri maupun pemberian orang lain merupakan uang umat yang akan kembali untuk kepentingan umat. “ Mengapa harus saya bedakan antara uang pribadi dan uang publik? Toh semua kekayaan yang saya miliki hanya untuk umat” Guman Kyai dalam hati di hadapan para hakim. Hakim mengangguk-angguk tanda kagum akan tulus dan baiknya sang Kyai. Tetapi tuduhan harus dibuktikan secara tertulis ke mana saja uang pemberian umat itu dibelanjakan. Kyai mengingat-ingat. Bersama beberapa temannya ia membuktikan bahwa uang itu ia sampaikan untuk membantu kehidupan rakyat yang susah. Pengadilan dihentikan atau diperlambat untuk menebar ekses negatif dalam proses pembentukan public opnion Lewat media massa Kyai dipersepsikan penjahat dan penjahat dipersepsikan pahlawan yang membela rakyat.<br />Keputusan majlis dilakukan lewat voting. Anggota majlis terdiri dari satu orang ulma’, seorang humanis dan tujuh orang aktifis kemasiatan dan kejahatan. Saat voting dilakukan pada tiga penjahat komposisinya 7:3 menyatakan bahwa penjahat tidak dapat disalahkan karena sesuai prosedur. Saat majlis melakukan voting terhadap Kyai komposisinya tetap 7:3 dengan kesimpulan bahwa Kyai bersalah karena menerima bantuan kemudian ditasarrufkan /dibelanjakan untuk membantu umat tidak diumumkan melaui catatan yang rapi dan adimintratif. Kyai harus dihukum karena diduga terlibat gate-gate.<br />Cerita imajiner ini sering kali riil di lingkungan kita. Mengapa demikian, kebenaran terkalahkan dan kita menyaksikan kedlaliman dan kemasiatan merebak. hal ini karena:<br />1. Kelemahan organisasi dan manajemen. Sebab kebenaran tanpa diorganisasikan dengan baik akan mudah dikalahkan oleh kebatilan yang diorganisasikan dengan baik (al-haqqu bila nidham yaghlibuhul bathil binnidham )<br />2. Semangat dan motivasinya rendah sementara pelaku kedlaliman dengan semangat yang luar biasa.<br />3. Terbatasnya ilmu dan setrategi.<br />4. Lemahnya komunikasi dan prilaku positif yang didasarkan atas iman yang kuat.<br />5. Terpengaruh oleh tipuan materi. Terpengaru oleh harta-dunia.Unknownnoreply@blogger.com0